Literasi
dan Pembangunan Ekonomi
Amich Alhumami ; Direktur Pendidikan
Tinggi, Iptek, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas
|
KOMPAS,
19 Januari
2018
Klaim kuno bahwa kesejahteraan
negara-bangsa ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam sudah lama dikoreksi,
bahkan ditinggalkan.
Sumber daya alam (SDA)
yang melimpah dalam wujud tanah yang subur, laut lepas yang menyimpan beragam
material dan kekayaan hayati, belantara hutan yang rimbun, aneka pertambangan
(energi, mineral, emas) hanya akan memberi manfaat maksimal apabila diolah
oleh manusia-manusia unggul yang memiliki pengetahuan, punya keahlian, dan
menguasai teknologi.
Diyakini, faktor
determinan adalah pembangunan manusia yang diarahkan untuk meningkatkan
kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi, yang ditandai oleh tiga hal pokok
yang saling berkaitan: literasi, tingkat pendidikan, dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia-manusia unggul dengan kemampuan
literasi yang tinggi, pendidikan yang berkualitas, dan penguasaan iptek yang
mumpuni akan menentukan keberhasilan dalam pengelolaan sumber daya alam
secara efisien.
Di era modern, kisah
sukses negara yang terbatas SDA-nya, tetapi mampu meraih pencapaian gemilang
dalam pembangunan ekonomi adalah Jepang, disusul Korea Selatan. Para ahli
ekonomi menulis, kedua negara Asia Timur ini berhasil dalam pembangunan
ekonomi bertumpu pada kekuatan modal manusia unggul, bukan sumber daya
natural atau sumber daya finansial.
Penduduk dengan pendidikan
memadai-sekolah menengah sampai perguruan tinggi, yang membentuk critical mass-menjadi
pilar penting untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi. Penduduk yang
berkualitas adalah modal dasar pembangunan yang tak ternilai untuk memacu
pertumbuhan ekonomi. Kemajuan ekonomi yang dicapai Jepang dan Korea Selatan
serta tingkat kesejahteraan rakyatnya jelas tecermin pada pendapatan per
kapita nasional, masing-masing 22.450 dollar AS dan 14.750 dollar AS per
tahun.
Ada pula negara yang kaya
SDA, tetapi gagal mengonversinya menjadi modal pembangunan untuk memacu
pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Afghanistan dan
Pakistan, dua bangsa Asia Selatan, adalah contoh negara yang tak mampu
mengelola manusia-manusia unggul yang dimiliki untuk kepentingan membangun
negara dan memajukan bangsa.
Afghanistan dan Pakistan
sejatinya punya banyak orang bertalenta yang mampu mengembangkan dan
menguasai iptek, yang dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi kekayaan SDA.
Namun, pertikaian sosial dan konflik politik (sektarian, global) di kedua
negara menjadi penghalang dalam upaya mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan.
Kelangkaan modal manusia
yang menguasai iptek dengan kemahiran dan keterampilan tinggi merupakan
kendala utama bagi Afghanistan dan Pakistan untuk dapat berkembang menjadi
negara maju, makmur, dan sejahtera. Dari berbagai laporan studi dan survei
(HDR, Bank Dunia), kedua negara tergolong negara berpendapatan rendah dengan
tingkat kesejahteraan rendah, tecermin pada pendapatan per kapita nasional,
masing-masing 1.470 dollar AS dan 1.900 dollar AS per tahun.
Makna
literasi
Salah satu ukuran
keberhasilan membangun pendidikan yang melahirkan SDM berkualitas adalah
kemampuan literasi penduduk. Literasi harus dimaknai melampaui pengertian
konvensionalnya, lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis semata.
Literasi adalah bentuk kecerdasan kognitif, buah dari proses pendidikan yang
panjang, termanifestasi pada kemampuan memahami, mencerna, dan menganalisis
suatu teks dan konsep, kemudian diterjemahkan ke tindakan praktis.
Dengan kemampuan literasi
yang tinggi, seseorang akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial.
Literasi sangat menentukan tingkat adaptabilitas seseorang ketika masuk ke
pasar kerja sehingga ia dapat bekerja dengan baik, yang tecermin dari
produktivitas yang tinggi. Literasi dan tingkat pendidikan merupakan hal
pokok dalam pembangunan manusia, yang menjadi modal utama pembangunan
ekonomi.
Tesis pokok yang selalu
dirujuk para penganut teori pembangunan manusia (human development theories) adalah
pembangunan modal manusia, pengetahuan, dan keterampilan berperan penting
dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Kemampuan literasi,
sebagai bagian dari modal manusia, adalah salah satu kontributor utama
pertumbuhan. Penduduk yang memiliki kemampuan literasi yang baik berpeluang
besar sukses di pasar kerja.
Ahli ekonomi
ketenagakerjaan, David Green & Craig Riddell (2011), mengidentifikasi
pengaruh positif literasi terhadap pembangunan ekonomi: (i) membantu
meningkatkan keterampilan teknikal tenaga kerja (memahami pekerjaan, membaca
manual); (ii) mengasah kepekaan dan tanggung jawab; (iii) mengembangkan
metode produksi dan distribusi yang lebih efisien dan efektif; (iv)
meningkatkan kemampuan mengalokasikan sumber daya secara baik dan bijak; (v)
berkontribusi pada penurunan pengangguran sehingga inflasi dapat terkontrol;
(vi) mengembangkan aneka kecakapan sosial: komunikasi, negosiasi, kerja
kelompok, relasi sosial.
Literasi dan pendidikan dapat
mengembangkan keterampilan komunikasi dan kelenturan pergaulan sosial dalam
pekerjaan. Relasi sosial yang baik sangat penting di dunia kerja untuk
menciptakan “hubungan industrial” yang harmonis antara pekerja dan pemilik
modal. Apabila ekosistem dunia kerja terbangun baik dan kondusif, potensi
konflik yang menghambat produktivitas dapat dicegah sejak dini.
Literasi
dan pendapatan
Para ahli melukiskan
kaitan literasi dan pembangunan ekonomi menggunakan frasa endless companionship,
seperti hubungan permanen antarfaktor produksi yang menentukan kinerja
perekonomian. Berbagai kajian ilmiah menunjukkan, literasi memiliki sumbangan
positif terhadap pembangunan ekonomi dan pertumbuhan dalam konteks
produktivitas tenaga kerja, yang tecermin pada dua kecakapan: literal skills dannumerical skills.
Literasi juga mampu
meningkatkan daya saing ekonomi, terutama memperkuat kapabilitas angkatan
kerja dan mengembangkan kompetensi profesional. Literasi juga dapat
menciptakan iklim persaingan yang sehat di antara pelaku industri dan
sektor-sektor produksi sehingga pelaku ekonomi lebih kreatif dalam
menciptakan produk-produk inovatif dengan merespons selera dan kebutuhan
pasar.
Selain itu, literasi dapat
mengasah dan meningkatkan aneka keterampilan dan kemahiran sehingga membuat
tenaga kerja dapat bekerja lebih efisien. Secara ringkas, pengaruh literasi
pada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan dapat dilihat melalui beberapa
ukuran, antara lain, PDB, standar kualitas hidup, dan pendapatan per kapita.
Sebagian besar hasil
kajian merujuk pada pengalaman negara-negara maju yang tergabung dalam OECD.
Sebagai referensi, kajian kuantitatif yang dibuat Canadian Statistics
Catalogue (Nomor 89-552-MIE2001008), Literacy,
Numeracy and Labour Market Outcomes in Canada, menunjukkan bahwa
skor literasi berbanding lurus dengan rata-rata pendapatan per tahun.
Penduduk dengan skor
literasi 1 memiliki rata-rata pendapatan per tahun hanya sebesar 19.000
dollar AS. Sementara penduduk dengan skor literasi 4 atau 5 memiliki
rata-rata pendapatan per tahun jauh lebih besar, yaitu 35.000 dollar AS.
Namun, kajian ilmiah
mengenai hubungan literasi dan pembangunan ekonomi di Indonesia masih langka.
Kita perlu mengetahui bagaimana masyarakat dengan kecakapan literasi tinggi (literate society)
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Kita perlu kajian tingkat mikro yang
melihat literal
skills dan numerical
skills pada penduduk bekerja, dikaitkan dengan tingkat
produktivitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kajian ilmiah ini sangat
penting dilakukan sebagai basis untuk berinvestasi di bidang pembangunan
manusia. Keberhasilan membangun negara-bangsa sangat tergantung pada modal
manusia yang menjadi kekuatan penggerak dalam mengeksplorasi kekayaan alam
yang melimpah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar