Kesempatan
Kerja di Perdesaan
Razali Ritonga ; Kepala Pusdiklat BPS; Alumnus Georgetown University, AS
|
KOMPAS,
08 November
2017
Komitmen pemerintah memperluas
kesempatan kerja di perdesaan ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam rapat
terbatas, Jumat (3/11), dengan menginisiasi model padat karya tunai (cash for
work).
Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, program padat karya tunai
akan dimulai Januari 2018 di 100 kabupaten, (Kompas, Sabtu, 4/11). Program
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan telah lama dinanti masyarakat
perdesaan. Hal ini mengingat kesejahteraan penduduk perdesaan masih rendah
dan tertinggal dibandingkan perkotaan, tecermin dari tingginya angka
kemiskinan perdesaan. Hasil Susenas Maret 2017 menunjukkan, jumlah penduduk
miskin perdesaan 17,10 juta orang (13,93 persen) dan perkotaan 10,67 juta
(7,72 persen).
Selain angka kemiskinan yang
lebih tinggi, kondisi kemiskinan di perdesaan juga jauh lebih buruk, tecermin
dari indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di perdesaan yang dua
kali lipat dibandingkan di perkotaan. Pada Maret 2017, indeks kedalaman
kemiskinan di perdesaan sebesar 2,49 dan indeks keparahan kemiskinan 0,67.
Sedangkan di perkotaan indeks kedalaman kemiskinannya 1,24, dan indeks
keparahan kemiskinannya 0,31 (BPS, 2017).
Urbanisasi
Tingginya angka kemiskinan
serta kedalaman dan keparahan kemiskinan menjadi faktor pendorong migrasi
penduduk ke perkotaan. Derasnya arus migrasi ke kota, tecermin dari kian
besarnya persentase penduduk perkotaan dari waktu ke waktu. Pada 1971
penduduk perkotaan baru mencapai 17,2 persen dari total penduduk. Dalam empat
dekade kemudian, yakni 2010, angkanya meningkat menjadi 49,8 persen.
Diperkirakan pada 2035, angkanya mencapai 66,6 persen (Proyeksi Penduduk
2010-2035).
Laju pertumbuhan urbanisasi di
Tanah Air tergolong cepat dibandingkan sejumlah negara lain, rata-rata 4,2
persen per tahun selama 1970-2010. Sebagai perbandingan, laju urbanisasi di
Tiongkok pada periode sama rata-rata 3,8 persen per tahun, India 3,1 persen,
Filipina 3,4 persen, Thailand 2,8 persen, dan Vietnam 3,1 persen (UN World
Urbanization: the 2009 Revision).
Laju urbanisasi yang demikian
cepat menyebabkan pemerintah kota kewalahan dalam menangani kebutuhan
pendatang, terutama dalam penyediaan lapangan kerja. Hal ini terekam pada
angka pengangguran di perkotaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan angka
pengangguran perdesaan. Hasil Sakernas Februari 2017 menunjukkan angka
pengangguran di perkotaan 6,50 persen, sementara di perdesaan sebesar 4,00
persen (BPS, 2017).
Padahal, jika urbanisasi berada
pada tingkat terkontrol, bisa memberikan kontribusi optimal bagi peningkatan
pendapatan per kapita. Di Thailand, misalnya, laju urbanisasi yang cukup
rendah (2,8 persen), memberikan kontribusi ekonomi berupa meningkatnya
pendapatan per kapita rata-rata 10 persen selama 1970-2006 untuk setiap 1
persen pertambahan penduduk kotanya. Di Indonesia, laju urbanisasi yang lebih
tinggi (4,2 persen per tahun selama 1970-2010) memberikan kontribusi
peningkatan pendapatan per kapita rata-rata kurang dari 2 persen untuk setiap
1 persen pertambahan penduduk kota (Indonesia: The Rise of Metropolitan
Region, Bank Dunia).
Mengintensifkan pembangunan di
perdesaan, seperti program padat karya tunai, diperkirakan dapat
menguntungkan baik perdesaan maupun perkotaan. Keuntungan perdesaan adalah
meningkatnya pendapatan dan berpotensi mengurangi laju urbanisasi.
Berkurangnya laju urbanisasi akan memperbesar ruang gerak pemerintah kota
dalam memenuhi kebutuhan pendatang dan warga lokal, terutama dalam penyediaan
lapangan kerja.
Bahkan, berhasilnya program
padat karya tunai bukan tak mungkin menjadi daya tarik para migran di perkotaan
kembali ke perdesaan (migration turn around). Fenomena migrasi kembali ke
daerah pinggiran dan perdesaan itu kini juga terjadi di sejumlah negara maju,
terutama penduduk lansia, untuk mencari ketenangan hidup (for peace).
Presiden Jokowi meminta agar dana
yang dikucurkan ke daerah dan perdesaan melalui program pemanfaatan dana desa
dan program kementerian digunakan untuk membuka lapangan kerja. Pembangunan
infrastruktur yang kini gencar dilakukan diharapkan juga dapat dikerjakan
masyarakat secara swakelola, termasuk program layanan dasar, seperti
kesehatan, pendidikan, dan ketahanan pangan, (Kompas, Sabtu, 4/11).
Namun, ke depan, program padat
karya tunai secara perlahan perlu dikembangkan menjadi program peningkatan
pendapatan (work for generating income) perdesaan. Salah satu faktor yang
perlu dipacu ialah meningkatkan kapabilitas perdesaan dengan mempercepat
peningkatan pendidikan penduduk hingga setara penduduk perkotaan. Rata-rata
lama sekolah penduduk perdesaan saat ini hanya 7,18 tahun, sementara di
perkotaan 9,56 tahun (BPS, 2017). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar