Jumat, 10 November 2017

Kesempatan Kerja di Perdesaan

Kesempatan Kerja di Perdesaan
Razali Ritonga ;  Kepala Pusdiklat BPS;  Alumnus Georgetown University, AS
                                                    KOMPAS, 08 November 2017



                                                           
Komitmen pemerintah memperluas kesempatan kerja di perdesaan ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas, Jumat (3/11), dengan menginisiasi model padat karya tunai (cash for work).

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, program padat karya tunai akan dimulai Januari 2018 di 100 kabupaten, (Kompas, Sabtu, 4/11). Program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan telah lama dinanti masyarakat perdesaan. Hal ini mengingat kesejahteraan penduduk perdesaan masih rendah dan tertinggal dibandingkan perkotaan, tecermin dari tingginya angka kemiskinan perdesaan. Hasil Susenas Maret 2017 menunjukkan, jumlah penduduk miskin perdesaan 17,10 juta orang (13,93 persen) dan perkotaan 10,67 juta (7,72 persen).

Selain angka kemiskinan yang lebih tinggi, kondisi kemiskinan di perdesaan juga jauh lebih buruk, tecermin dari indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di perdesaan yang dua kali lipat dibandingkan di perkotaan. Pada Maret 2017, indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan sebesar 2,49 dan indeks keparahan kemiskinan 0,67. Sedangkan di perkotaan indeks kedalaman kemiskinannya 1,24, dan indeks keparahan kemiskinannya 0,31 (BPS, 2017).

Urbanisasi

Tingginya angka kemiskinan serta kedalaman dan keparahan kemiskinan menjadi faktor pendorong migrasi penduduk ke perkotaan. Derasnya arus migrasi ke kota, tecermin dari kian besarnya persentase penduduk perkotaan dari waktu ke waktu. Pada 1971 penduduk perkotaan baru mencapai 17,2 persen dari total penduduk. Dalam empat dekade kemudian, yakni 2010, angkanya meningkat menjadi 49,8 persen. Diperkirakan pada 2035, angkanya mencapai 66,6 persen (Proyeksi Penduduk 2010-2035).

Laju pertumbuhan urbanisasi di Tanah Air tergolong cepat dibandingkan sejumlah negara lain, rata-rata 4,2 persen per tahun selama 1970-2010. Sebagai perbandingan, laju urbanisasi di Tiongkok pada periode sama rata-rata 3,8 persen per tahun, India 3,1 persen, Filipina 3,4 persen, Thailand 2,8 persen, dan Vietnam 3,1 persen (UN World Urbanization: the 2009 Revision).

Laju urbanisasi yang demikian cepat menyebabkan pemerintah kota kewalahan dalam menangani kebutuhan pendatang, terutama dalam penyediaan lapangan kerja. Hal ini terekam pada angka pengangguran di perkotaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan angka pengangguran perdesaan. Hasil Sakernas Februari 2017 menunjukkan angka pengangguran di perkotaan 6,50 persen, sementara di perdesaan sebesar 4,00 persen (BPS, 2017).

Padahal, jika urbanisasi berada pada tingkat terkontrol, bisa memberikan kontribusi optimal bagi peningkatan pendapatan per kapita. Di Thailand, misalnya, laju urbanisasi yang cukup rendah (2,8 persen), memberikan kontribusi ekonomi berupa meningkatnya pendapatan per kapita rata-rata 10 persen selama 1970-2006 untuk setiap 1 persen pertambahan penduduk kotanya. Di Indonesia, laju urbanisasi yang lebih tinggi (4,2 persen per tahun selama 1970-2010) memberikan kontribusi peningkatan pendapatan per kapita rata-rata kurang dari 2 persen untuk setiap 1 persen pertambahan penduduk kota (Indonesia: The Rise of Metropolitan Region, Bank Dunia).

Mengintensifkan pembangunan di perdesaan, seperti program padat karya tunai, diperkirakan dapat menguntungkan baik perdesaan maupun perkotaan. Keuntungan perdesaan adalah meningkatnya pendapatan dan berpotensi mengurangi laju urbanisasi. Berkurangnya laju urbanisasi akan memperbesar ruang gerak pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan pendatang dan warga lokal, terutama dalam penyediaan lapangan kerja.

Bahkan, berhasilnya program padat karya tunai bukan tak mungkin menjadi daya tarik para migran di perkotaan kembali ke perdesaan (migration turn around). Fenomena migrasi kembali ke daerah pinggiran dan perdesaan itu kini juga terjadi di sejumlah negara maju, terutama penduduk lansia, untuk mencari ketenangan hidup (for peace).

Presiden Jokowi meminta agar dana yang dikucurkan ke daerah dan perdesaan melalui program pemanfaatan dana desa dan program kementerian digunakan untuk membuka lapangan kerja. Pembangunan infrastruktur yang kini gencar dilakukan diharapkan juga dapat dikerjakan masyarakat secara swakelola, termasuk program layanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan ketahanan pangan, (Kompas, Sabtu, 4/11).

Namun, ke depan, program padat karya tunai secara perlahan perlu dikembangkan menjadi program peningkatan pendapatan (work for generating income) perdesaan. Salah satu faktor yang perlu dipacu ialah meningkatkan kapabilitas perdesaan dengan mempercepat peningkatan pendidikan penduduk hingga setara penduduk perkotaan. Rata-rata lama sekolah penduduk perdesaan saat ini hanya 7,18 tahun, sementara di perkotaan 9,56 tahun (BPS, 2017).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar