WALAU pemilu baru akan berlangsung 2014,
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyiapkan draf peraturan tentang
pengelolaan dana kampanye pemilu. Salah satu poin penting dalam draf
peraturan tersebut adalah kewajiban bagi penyumbang dana kampanye parpol di
atas Rp 30 juta untuk mencantumkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Menurut
KPU, pencantuman NPWP itu akan memperjelas transparansi perolehan dana
kampanye parpol. Sayang, kalangan DPR justru menolak aturan tersebut karena
berpotensi menghambat aliran sumbangan dana kampanye.
Terlepas dari polemik tersebut, setidaknya ada potensi penerimaan
pajak yang cukup besar dari rangkaian pemilu mendatang. Namun, penggalian
potensi pajak itu menjadi sulit apabila para penyumbang tidak mencantumkan
identitas jelas, terutama NPWP.
Akuntabilitas Parpol
Ditinjau dari aturan perpajakan, kewajiban mencantumkan NPWP bagi
penyumbang dana parpol di atas Rp 30 juta sudah tepat. Selain memenuhi
syarat subjektif, yaitu warga negara Indonesia atau perusahaan dalam
negeri, mereka dipastikan telah memenuhi syarat objektif atau memiliki
penghasilan. Penyumbang di atas Rp 30 juta tentu memiliki penghasilan di
atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), yaitu Rp 24,3 juta setahun.
Sehingga, ada atau tidaknya peraturan KPU tersebut, sebenarnya mereka telah
diwajibkan memiliki NPWP menurut UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Kewajiban mencantumkan NPWP bagi penyumbang dana untuk parpol peserta
Pemilu 2014 akan memberikan dua keuntungan bagi Ditjen Pajak. Keuntungan
pertama adalah tambahan wajib pajak baru potensial yang cukup signifikan.
Ini disebabkan penyumbang yang belum ber-NPWP akan segera menjadi wajib
pajak.
Keuntungan kedua adalah data penyumbang yang telah ber-NPWP dapat dijadikan
data pembanding atas kewajiban perpajakannya selama ini. Kalau melihat
nilai sumbangan yang berasal dari penyumbang dengan identitas tidak jelas
cukup besar selama ini, berarti kemungkinan menyimpan potensi pajak juga
cukup besar.
Prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana parpol memang
sulit diwujudkan. Hasil audit terhadap rekening resmi yang menampung dana
parpol masih menemukan data penyumbang dengan identitas tidak jelas.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyebutkan, ada identitas
"Hamba Allah". Di sinilah peran pencantuman NPWP dapat membantu.
Dengan mencantumkan NPWP secara benar -perlu verifikasi online ke sistem Ditjen Pajak agar
meyakini kebenaran NPWP yang dicantumkan- secara otomatis identitas lain
dari penyumbang tersebut dapat diketahui (nama, alamat, pekerjaan, dan
pembayaran pajaknya).
Parpol Berstatus Pengusaha
Akibat penurunan perekonomian global, penerimaan pajak 2012 meleset dari
target yang ditetapkan dalam APBNP 2012. Pada 2013, penerimaan pajak
meningkat 24,79 persen dari realisasi penerimaan pajak 2012. Sementara itu,
perekonomian global justru masih lesu. Tidak ada cara lain, Ditjen Pajak
harus melihat peluang potensi penerimaan pajak sebanyak-banyaknya.
Pesta demokrasi selalu berbiaya besar. Pada Pilpres 2004, dana kampanye
keseluruhan calon presiden berkisar Rp 291 miliar. Pada 2009, total dana
kampanye peserta pilpres mencapai Rp 500 miliar. Tentunya, pada 2014
mendatang, dana kampanye akan lebih besar lagi. Sebagai pembanding, Barack
Obama dalam kampanye presiden 2012 setidaknya mengeluarkan dana hingga Rp
890 miliar. Secara keseluruhan, pada pesta demokrasi 2009, diperkirakan
dana yang beredar mencapai Rp 30 triliun (detikcom, 11/3/2009).
Dari sisi pengeluaran parpol, sebagian besar dana akan terserap untuk
belanja iklan, pembuatan kaus dan bendera, serta keperluan konsumtif
lainnya. Kalau diperkirakan dana yang mengalir sepanjang Pemilu 2014 dua
kali lipat daripada dana Pemilu 2009, ada sekitar Rp 60 triliun uang yang
akan dibelanjakan. Diperkirakan 60 persen dana itu dikeluarkan untuk belanja
iklan di televisi sehingga penerimaan PPN (pajak pertambahan nilai) dalam
negeri saja sudah mencapai Rp 3,6 triliun.
Sisa dana tersebut akan habis untuk pembelian kaus, spanduk, bendera, dan
barang konsumtif lainnya yang diperkirakan potensi penerimaan PPN-nya Rp
2,4 triliun. Total jenderal potensi pajak mencapai Rp 6 triliun. Belum lagi
potensi pajak yang berasal dari PPh (pajak penghasilan) atas jasa konsultan
politik, konsultan desain, atau konsultan manajemen lainnya.
Agar potensi pajak tersebut menjadi nyata, Ditjen Pajak harus memastikan
setiap parpol peserta Pemilu 2014 memiliki NPWP dan berstatus pengusaha
kena pajak (PKP). Selain itu, perlu juga segera menyusun mekanisme
penyampaian data atau informasi berkaitan dengan keuangan parpol peserta
Pemilu 2014 oleh KPU atau Bawaslu kepada Ditjen Pajak. Bila perlu, Ditjen
Pajak dan KPU atau Bawaslu segera menandatangani memorandum of understanding (MoU) untuk memperlancar tata cara
pencantuman NPWP penyumbang dana pemilu, verifikasi, dan pemanfaatan
datanya.
Seruan taat pajak kepada rakyat tentu wajib diikuti parpol. ●
|
"Kewajiban mencantumkan NPWP bagi penyumbang dana untuk parpol peserta Pemilu 2014 akan memberikan dua keuntungan bagi Ditjen Pajak." Kok nggak malu, bilang KEUNTUNGAN. Negara RENTE!!!
BalasHapus(twitter @epistemik)