Kebangkitan Pendidikan Tinggi Kita
Tirta N Mursitama ;
Guru Besar Bisnis Internasional, Departemen Hubungan Internasional
Universitas Bina Nusantara
|
KORAN SINDO, 10 Juni
2016
Akhir-akhir ini banyak
dibicarakan riuh rendahnya pendidikan tinggi kita. Dari soal mahasiswa yang
kecewa terhadap dosen pembimbing skripsi sehingga tega menghabisi nyawa
dosen, mahasiswa yang ditolak proposal skripsinya lalu mengakhiri hidupnya,
perilaku dosen di kampus, hingga keinginan Menristekdikti mendatangkan orang
asing sebagai rektor di perguruan tinggi negeri (PTN).
Ada apa dengan
pendidikan tinggi kita?
Integrasi Global
Tak terelakkan
pendidikan tinggi kita hidup dalam dunia yang makin terintegrasi baik secara
regional maupun global. Contohnya, merambahnya perguruan tinggi asing yang
bekerja sama menyediakan kelas persiapan (preparation/foundation),
semakin banyak skema kerja sama penelitian, program fast track, dual degree, joint degree, hingga PhD by research. Belum lagi, bila
pemerintah jadi membuka kran pendirian perguruan tinggi asing di Indonesia.
Fenomena ini tidak
bisa kita sikapi dengan tinggal diam. Tidak bisa lagi institusi pendidikan
tinggi hidup dalam nina bobok 255 juta orang Indonesia sebagai pasar yang
luas dan menjadikannya sebagai sesuatu yang diterima begitu saja (taken for granted). Pilihannya hanya
dua. Apakah institusi pendidikan tinggi akan mengintegrasikan ke ranah
regional atau global? Ataukah mengungkung diri (isolasi) dari dunia luar
dengan alasan nasionalistik sempit.
Pilihan kedua
sepertinya sangat sulit bila melihat gempuran kapital dan teknologi informasi
yang selalu menemukan jalannya sendiri hadir di keseharian kita. Satu-satunya
pilihan adalah yang pertama yaitu mengintegrasikan diri dengan dunia regional
dan global. Namun, pilihan ini bukan serta-merta hanyut dalam arus
globalisasi tanpa syarat, melainkan kita harus mampu juga mengambil manfaat
darinya. Pada saat yang sama berusaha menguatkan resiliensi diri dan
membangun daya saing institusi pendidikan tinggi. Bagaimana caranya?
Inovasi
Tiada cara lain
melainkan berinovasi. Institusi pendidikan tinggi baik pemerintah pengambil
kebijakan maupun kampus negeri (PTN) dan swasta (PTS) harus berubah. Bila
kita saksikan saat ini banyak PTS yang mulai mengejar, bahkan melampaui PTN
dari sisi kualitas. Banyak PTN yang masih mengandalkan nama besar dan
dukungan dari pemerintah sehingga mereka tetap hidup.
Sebagian dari mereka
memang hebatdanberprestasikelasdunia dari sisi penelitian, publikasi, hingga
prestasi yang diraih para mahasiswanya. Namun, ironisnya beberapa dari mereka
kurang memiliki perencanaan strategis yang jelas sehingga bisa dibayangkan
implementasinya akan semakin jauh dari harapan pencapaian. Sebagai contoh,
proses rekrutmen tenaga pengajar dan tenaga kependidikan yang kurang
transparan dan kurang mampu menjaring talentatalenta terbaik bangsa.
Selain itu, persoalan
pengembangan karier staf pengajar yang seringkali dukungan institusional
sangat terbatas bahkan dipenuhi isu politik kantor yang kental. Akibat itu,
karier akademiknya tidak meningkat atau bahkan mentok. Sebagian lagi kelompok
PTN dengan penuh semangat daya juang tinggi berusaha menghidup- hidupi
kampusnya dengan sumber daya manusia dan fasilitas yang jauh dari memadai.
Biasanya mereka berada
di daerah walaupun tidak semuanya demikian. Padahal, sebagian besar calon
mahasiswa mengincar kursi di PTN. Jadi di antara PTN pun kapabilitasnya
sangat bervariasi. Sementara di antara PTS pun berlomba-lomba meningkatkan
kualitas dalam pengajaran, penelitian, publikasi, dan kontribusi pengembangan
masyarakat. Mereka berusaha mengejar reputasi pendidikan tinggi kelas dunia
dengan berusaha meningkatkan reputasi akademik, jumlah sitasi publikasi akademik
internasional, jumlah mahasiswa asing, pengajar asing, dan sebagainya.
Yang patut diacungi
jempol bagi PTS yang serius melakukan ini adalah semangat mereka untuk
berubah melakukan inovasi bila tidak mau mati ditinggalkan pelanggan
(mahasiswa). Di antara berbagai inovasi yang mereka lakukan adalah keteguhan
mereka menerapkan standar manajemen pendidikan modern ala korporasi.
Beberapa contoh yang
mereka lakukan adalahpenerapansecara sungguh-sungguh prinsip-prinsip
manajemenmodern dari perencanaan strategis hingga evaluasi, penggunaan
indikator kinerja kunci (key
performance indicator), sistem reward
and punishment, serta merit-based
system. Ihwal seperti ini relatif mudah dijumpai di beberapa PTS yang
masuk jajaran utama.
Mereka patut
diapresiasi karena terus melakukan hal baru dan mengembangkan praktikpraktik
terbaik manajemen pendidikan berdasar aturanaturan bisnis yang membuat mereka
bertahan bahkan semakin maju. Faktor kepemimpinan juga menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan di tengah tarikan liberalisasi jasa pendidikan
global dan upaya perbaikan sistem pendidikan tinggi oleh pemerintah yang
menjadikan mereka masuk dalam situasi turbulensi menuju kondisi yang lebih
baik.
Tanpa kejelasan visi,
kemampuan memimpin eksekusi dan mengawal di lapangan, serta mengedepankan
kebijaksanaan menyikapi setiap perkembangan, perubahan sebatas rencana di
atas kertas dan jadi jargon semata.
Peran LPDP
Inovasi di tataran
pengambil kebijakan adalah pendirian Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
Kementerian Keuangan RI. Saat ini LPDP telah berevolusi menjadi satu
institusi terintegrasi yang melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, serta Kementerian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi.
LPDP memiliki peran
sangat strategis. Mereka memberikan bantuan beasiswa bagi talenta terbaik
bangsa di berbagai bidang untuk menimba ilmu di kampus-kampus terbaik dunia.
Selain itu, mereka juga memberikan dana penelitian baik yang mengarah ke
komersialisasi maupun pengembangan kebijakan. Langkah-langkah LPDP ini
menunjukkan upaya mengaitkan dunia akademik dengan dunia industri dan
pengambil kebijakan.
Hal lain yang perlu
diapresiasi adalah pemberian insentif bagi para dosen/peneliti yang
menghasilkan publikasi ilmiah di jurnal internasional bereputasi dan memiliki
sitasi. Semua ini bentuk kehadiran pemerintah dan langkah serius mendorong
(memberikan carrot, tidak hanya menggunakan stick) untuk kemajuan dunia
pendidikan tinggi di Indonesia. Pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan
daya saing bangsa di berbagai bidang.
Namun, satu hal
penting yang LPDP (pemerintah) perlu pikirkan adalah membangun sistem
utilisasi para penerima beasiswa sekembalinya ke Tanah Air. Suatu rencana
yang komprehensif bagaimana mendayagunakan lulusan-lulusan terbaik tersebut
di berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta secara sistematis perlu
dikembangkan. Dengan demikian, kontribusi mereka bisa diukur, dipantau,
hingga dipikirkan mobilitas vertikal maupun horizontal.
Khususnya bagi yang
berkecimpung di dunia pendidikan tinggi, ada baiknya LPDP mengajak PTN/PTS
untuk menyusun rencana bersama menampung para lulusan terbaik tersebut. Dengan
demikian, fenomena brain drain yang pernah terjadi beberapa puluh tahun lalu
tidak akan terjadi lagi. Kinilah saatnya kebangkitan pendidikan tinggi
Indonesia! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar