Jumat, 17 April 2015

Museum Kota Surabaya

Museum Kota Surabaya

Nanang Purwono  ;  Wakil Pemimpin Redaksi JTV
JAWA POS, 16 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

MUSEUM Kota Surabaya segera melengkapi destinasi wisata baru yang sangat edukatif di Kota Surabaya. Tempatnya di gedung Siola, yang ada di pojok Jalan Tunjungan dan Genteng Kali. Gedung Siola sendiri layak dihidupkan sebagai mercusuar geliat Jalan Tunjungan yang juga sangat legendaris. Gedung Siola sangat bersejarah, baik sebagai pertokoan di kawasan elite Kota Surabaya pada era kolonialisme Belanda hingga terjadinya perang Surabaya pada 1945. Dalam perjalanannya, Siola jatuh bangun sebagai ikon kota di Jalan Tunjungan hingga akhirnya pemkot harus mengurusi asetnya agar lebih bermanfaat dan bermartabat bagi kepentingan umum.

Selain akan digunakan sebagai kantor pelayanan publik seperti kantor pengelolaan tanah dan bangunan serta pusat seni Surabaya, gedung Siola sudah dirancang sebagai sebuah museum kota. Surabaya sebagai kota besar yang bertaraf internasional memang sudah selayaknya memiliki sebuah museum kota. Menurut Profesor Johan Silas, seorang ahli tata kota, sebuah kota dapat diakui secara internasional jika memiliki perpustakaan kota, teater kota, dan museum kota yang mencerminkan dinamika kota. Kota Surabaya segera memiliki museum kota itu.

Selama ini, museum-museum yang ada di Kota Surabaya bersifat parsial. Yakni, hanya terkait dengan riwayat tempat yang digunakan. Misalnya Museum Tugu Pahlawan yang terkait dengan sejarah 10 November dan Museum House of Sampoerna yang terkait dengan riwayat industri rokoknya. Kalau toh pernah ada, Museum Mpu Tantular, yang kala itu bertempat di Surabaya hingga akhirnya pindah ke Sidoarjo, adalah milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang koleksinya bersifat regional (Jawa Timur).

Nah, Museum Kota Surabaya diharapkan dapat menjadi wahana sejarah perjalanan Kota Pahlawan dengan berbagai dinamika yang ada di dalamnya. Karena itu, Museum Kota Surabaya harus dikonsep dengan matang dan profesional untuk tujuan yang panjang di masa yang akan datang. Museum Kota Surabaya ibarat penyambung "balung pisah" atau "missing link" agar warga kotanya, termasuk masyarakat umum, mengerti akan perjalanan Kota Surabaya dan pada gilirannya dapat mengapresiasi masa lalunya untuk membangun masa depan yang berjati diri.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berkeinginan besar mewujudkan semua itu. Itu suatu hal yang patut diapresiasi dan didukung agar dapat terealisasi. Keinginan besar tersebut terlihat di acara silaturahmi dengan kalangan seniman, budayawan, akademisi, serta pemerhati di Balai Kota Surabaya pada 6 April 2015. Risma membeberkan rencananya untuk memanfaatkan lagi gedung Siola sebagai pusat kesenian Surabaya, kantor pelayanan publik, termasuk museum.

Menyimak prakata Risma ketika membeberkan rencana pendirian museum, benda-benda kuno bersejarah yang ada di balai kota sudah menumpuk dan perlu dicarikan tempat serta dirawat agar lebih bermanfaat sebagai media edukasi, penelitian, dan pariwisata.

Pengelola Harus Profesional

Setelah acara silaturahmi, penulis bersama beberapa rekan seniman (Taufik Monyong dan Rangga) langsung menuju gedung Siola, khususnya untuk melihat benda-benda bersejarah yang pernah menghuni gedung balai kota, yang pada zamannya juga dipakai sebagai Kantor DPRD Kotamadya Surabaya.

Saat ini gedung berlantai tiga itu sudah kosong, sudah tidak disewakan lagi. Beberapa tukang sibuk membenahi bagian-bagian interior gedung yang rusak. Bahkan, penataan taman pada jalur pedestrian di Jalan Genteng Kali juga sudah terlihat. Kabarnya, saat HUT Kota Surabaya pada Mei 2015, fasilitas kota yang baru itu akan dibuka.

Sementara itu, di lantai satu gedung Siola terkumpul benda-benda kuno bersejarah yang bakal mengisi Museum Kota Surabaya. Ada brankas buatan Austria, mesin penghitung uang, jam almari, mesin ketik, peta Kota Surabaya, termasuk mebeler meja-kursi yang didesain khusus sesuai dengan gaya arsitektur gedung balai kota. Gedung balai kota, yang diarsiteki oleh C. Citroen itu, dibangun pada 1923 dan mulai ditempati pada 1927.

Perlu diketahui, gedung balai kota beserta isinya adalah sebagian kecil dari perjalanan panjang sejarah Kota Surabaya. Siapa pun pengelolanya kelak, Museum Kota Surabaya tidak boleh terjebak dengan koleksi benda-benda dari gedung balai kota semata. Pengelola harus bekerja keras mencari, bahkan mengakuisisi, benda-benda lain yang punya kaitan erat dengan sejarah Kota Surabaya. Benda-benda itu bisa berupa literatur, numismatik, artefak-artefak, maupun prasasti-prasasti yang bisa jadi tidak berada di Kota Surabaya.

Misalnya Prasasti Klagen di Tropodo, Krian, Kabupaten Sidoarjo. Prasasti yang dibuat atas perintah Raja Airlangga pada 1037 itu perlu diduplikat dengan ukuran satu berbanding satu (1:1) dan duplikatnya dipajang di museum kota. Prasasti Klagen pada salah satu inskripsinya bercerita tentang keberadaan Ujung Galuh sebagai desa penyeberangan yang ramai. Ujung Galuh adalah nama kuno Kota Surabaya sebelum Raden Wijaya mengubahnya menjadi Churabhaya pada 1293. Ada lagi Prasasti Trowulan I (1358) yang dengan jelas menyebut nama Churabhaya (Surabaya) sebagai desa penting di pinggir Kali Brantas karena fungsinya sebagai pelabuhan penyeberangan. Prasasti-prasasti itu dapat digunakan sebagai sarana informasi awal awal dimulainya Kota Surabaya.

Sumber yang paling dekat untuk membantu memperkaya museum adalah Bank Escompto yang kini sudah menjelma sebagai Bank Mandiri. Bank Mandiri Cabang Kembang Jepun, Surabaya, juga memiliki museum kecil-kecilan yang men-display benda-benda yang terkait dengan sejarah perbankan.

Isinya luar biasa! Dari katalog itu, kita bisa melihat seperti apa potret sosial ekonomi para nasabah Bank Escompto di Surabaya yang beralamat di Jalan Kembang Jepun itu. Pada setiap lembar katalog, kita bisa menyimak berapa banyak uang yang disimpan, apa pekerjaan si nasabah, di mana dia tinggal, dan deskripsi tambahan tentang si nasabah. Dengan katalog itu, kita bisa mengetahui bahwa para nasabahnya beragam. Ada notaris, ada dokter, ada pedagang kelontong, ada juragan arloji, ada pemilik toko, ada juragan perkebunan, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar