Permohonan
kepada Presiden Terpilih
Jaya Suprana ; Rakyat Indonesia; Pencinta
Kebudayaan Indonesia
|
KOMPAS,
30 Agustus 2014
MUMPUNG presiden
terpilih masa bakti 2014-2019 belum menetapkan susunan kabinet yang akan
berperan serta menentukan kinerja sang presiden, maka dengan penuh kerendahan
hati saya sebagai rakyat Indonesia memberanikan diri mengajukan beberapa
permohonan.
Kabinet memegang peran
utama sebagai pembantu presiden dalam menunaikan tugas memimpin negara dan
bangsa. Karena itu, saya memohon agar dalam membentuk kabinet
kepresidenannya, presiden terpilih Joko Widodo berkenan fokus menjunjung
tinggi kepentingan rakyat, bukan kepentingan partai politik, golongan, keluarga,
apalagi dirinya sendiri.
Insya Allah, presiden
yang baru berkenan meningkatkan kekebalan lahir-batin dirinya terhadap
ancaman virus amnesia yang merajalela di singgasana kepresidenan Republik
Indonesia sehingga tidak melupakan janji-janji manis kepada rakyat pada masa
kampanye. Jangan pernah lupa bahwa yang memilih presiden melalui pemilihan
umum adalah rakyat, bukan parpol!
Semoga presiden
terpilih Jokowi saat memilih para menterinya bukan sekadar bagi-bagi jabatan
berdasarkan konspirasi politik demi mempertahankan kekuasaan, melainkan
berdasarkan realitas kebutuhan dan profesionalisme.
Presiden yang baru
perlu menyadarkan segenap menteri kabinetnya, bahkan segenap aparatur negara,
bahwa makna istilah pemerintah bukan berarti berhak memerintah, tetapi benar-benar
tulus mengabdikan diri bagi kepentingan rakyat!
Semoga presiden yang
baru menghapus perangkapan-tugas kementerian agar para menteri dapat
memusatkan konsentrasi pada tugas tunggalnya.
Alasan penghematan
tidak relevan sebab kinerja menteri yang tidak fokus malah menimbulkan
benturan, bahkan konflik kepentingan antara tugas-tugas yang beda satu dengan
lainnya. Ujung-ujungnya malah jadi pemborosan energi-lahir-batin dan biaya!
Kementerian
Demi mencegah
ketidakfokusan bahkan kebingungan akibat terlalu banyak permohonan, saya
fokus memusatkan permohonan saya hanya pada kehadiran kementerian kebudayaan
secara mandiri pada kabinet presiden ke-7 RI ini.
Banyak alasan untuk
menentang kehadiran kementerian kebudayaan yang sampai dengan masa
kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono masih dianggap
penting-memang-penting-tetapi-sebenarnya-tidak-terlalu-penting sehingga cukup
ditempelkan pada kementerian lainnya.
Terkesan urusan
kebudayaan diposisikan lebih rendah ketimbang urusan pemberdayaan perempuan
yang diberi fasilitas kementerian khusus.
Kebudayaan diletakkan
di depan pariwisata di masa kementerian kebudayaan dirangkap pariwisata, lalu
digeser ke belakang ketika ditempelkan ke kementerian pendidikan.
Olahraga yang
sebenarnya merupakan subbagian dari kebudayaan, yang setara dengan kesenian,
malah diutamakan dengan menghadirkan Komite Olahraga Nasional Indonesia,
sementara belum pernah ada Komite Kesenian Nasional Indonesia. Padahal, dalam
kesenian Indonesia terbukti tidak kalah mengharumkan nama Indonesia ketimbang
olahraga, apalagi sepak bola!
Bisnis olahraga
dianggap lebih menguntungkan ketimbang bisnis kesenian, padahal sudah
dibuktikan sebaliknya oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan!
Alasan menolak
kementerian kebudayaan malah dipermantap secara konstitusional akibat DPR
sudah membuat undang-undang untuk membatasi jumlah kementerian.
Gara-gara hanya
setengah hati dianggap perlu, dengan sendirinya kehadiran kementerian
kebudayaan diletakkan di antrean paling belakang nun jauh di belakang
kehadiran kementerian-kementerian yang dianggap mutlak perlu!
Kebudayaan
Akibat berbentuk lebih
abstrak ketimbang ekonomi, politik, dan militer, maka sulit meyakini bahwa
kementerian kebudayaan sebenarnya benar-benar perlu, padahal sebenarnya sudah
terbukti berhasil ditatalaksanakan oleh kementerian-kementerian kebudayaan di
Brasil, Australia, Kamboja, Taiwan, Tiongkok, Kolombia, Kroasia, Ceko,
Denmark, Mesir, Estonia, Perancis, India, Lituania, Lebanon, Selandia Baru,
Korea Utara, Norwegia, Polandia, Portugal, Slowakia, Slovenia, Spanyol,
Turki, Thailand, Suriah, Afrika Selatan, Swedia, dan entah mana lagi.
Fakta bahwa kini
jumlah negara anggota UNESCO sudah lebih banyak melampaui jumlah negara
anggota PBB merupakan bukti nyata betapa dunia masa kini menjunjung tinggi
kebudayaan!
Fakta bahwa jalur
militer, politik, dan ekonomi tidak berhasil memadamkan kobaran api perang di
marcapada ini menggarisbawahi jalur kebudayaan lebih indah untuk ditempuh
demi menjalin pengertian, persahabatan, dan perdamaian antarbangsa.
Fakta membuktikan
bahwa Indonesia masih tertatih-tatih dalam menghadapi kemelut persaingan
politik, ekonomi, dan teknologi era globalisasi, padahal dalam hal
perbendaharaan keanekaragaman kebudayaan, Indonesia sulit tertandingi negara
mana pun juga di planet Bumi ini!
Bagi mereka yang masih
meragukan apa yang dapat dipersembahkan kementerian kebudayaan bagi negara,
bangsa, dan rakyat Indonesia, saya berani menjamin bahwa para tokoh budayawan
Nusantara, seperti Gus Mus, Romo Franz Magnis-Suseno, Jakob Oetama, Goenawan Mohamad,
Aristides Katoppo, Din Syamsuddin, Hasyim Muzadi, Emil Salim, Bantei
Pannyavaro, Anies Baswedan, Syafii Maarif, Siti Musdah Mulia, Ibunda Nuriyah
Wahid, para putri Gus Dur, M Sobary, Radhar Panca Dahana, Emha Ainun Najib,
Ninok Leksono, para laskar cendekia-budayawan Universitas Indonesia,
Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Diponegoro,
Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, dan lain-lain pasti siap siaga
membantu presiden menyusun garis besar haluan rencana kerja kementerian
kebudayaan, demi meraih cita-cita terluhur bangsa Indonesia: masyarakat adil
dan makmur! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar