Membangun
Konektivitas Laut
Sigit Aris Prasetyo ;
Diplomat
Kemlu; Anggota Tim Penelitian ASEAN Connectivity, Terjun Langsung Meneliti
Konektivitas Strong Republic Nautical Highway (SRNH) di Filipina
|
KOMPAS,
12 September 2014
MENARIK mengamati
komitmen presiden terpilih 2014-2019 Joko Widodo untuk mengembangkan program
pembangunan berdasarkan maritim (Kompas/14/8/2014).
Logikanya memang jelas dan tak terbantah, Indonesia sebagai negara maritim,
sebagian besar wilayahnya adalah lautan, sehingga harus bisa memanfaatkannya
secara maksimal. Apalagi, sekitar 17.000 kepulauan membentang dari Sabang
sampai Merauke, yang tentu saja perlu dihubungkan, atau istilah lainnya
membangun konektivitas laut dan daratnya.
Salah satu strategi
yang harus dilakukan presiden terpilih Jokowi adalah melaksanakan program
pembangunan berbasis maritim, antara lain, menghubungkan antar-kepulauan
Nusantara. Begitu pula menghubungkan moda darat dan laut guna menciptakan
efisiensi logistik yang jelas berdampak positif bagi perekonomian nasional.
Sejalan dengan gagasan
tersebut, tidak ada salahnya jika Indonesia menengok keberhasilan Filipina
membangun konektivitas antar-kepulauannya. Indonesia memiliki kemiripan dengan
Filipina, yaitu dihadapkan masalah bagaimana menghubungkan rangkaian
kepulauan yang dipisahkan oleh lautan, meningkatkan mobilitas penduduknya,
sekaligus memberdayakan perekonomian mereka.
Koridor tradisional
Pemerintah Filipina
mengembangkan konektivitas kelautan yang disebut dengan Strong Republic Nautical Highway (SRNH). Sebuah sistem
transportasi intra-modal yang terbagi menjadi tiga koridor utama (barat,
tengah, dan timur), juga sebagai gabungan infrastruktur darat dan laut yang
sangat terpadu.
Konsep SRNH sebenarnya
pengembangan dari koridor tradisional antarpulau di Filipina tahun 1970-an.
Lalu direvitalisasi pada tahun 2003 baik infrastruktur maupun pendukungnya,
seperti jalan raya, pelabuhan, dan terminal bus antarkota.
Selain membangun infrastruktur,
Pemerintah Filipina menyediakan sarana transportasi laut, yakni kapal roll-on roll-off (roro). Kapal roro
dinilai paling pas, efisien, dan murah sebagai sarana transportasi laut,
menghubungkan kepulauan ketimbang kapal kontainer atau jenis lainnya.
Penulis dalam hal ini
melakukan penelitian langsung konektivitas laut Filipina pada tahun 2011,
tepatnya bulan Februari, sebagai bagian dari kajian ASEAN Connectivity yang dilakukan Kementerian Luar Negeri.
Tidak saja mengamati
infrastruktur darat dan laut SRNH, penulis dengan tim juga melakukan interview dengan sejumlah
pihak/otoritas terkait, seperti otoritas pelabuhan, departemen transportasi,
pekerjaan umum, akademisi, bahkan masyarakat pengguna moda transportasi SRNH.
Dari hasil pengamatan
langsung dari Filipina bagian utara (Pulau Luzon) hingga selatan (Pulau
Mindanao), SRNH berhasil memberikan dampak positif bagi mobilitas penduduk,
transportasi yang lebih efektif, mendukung sektor perdagangan, investasi,
pariwisata, pertanian, serta mengerakkan pembangunan di sejumlah sektor yang
dilewati proyek SRNH.
Demikian pula
efisiensi transportasi juga berdampak mengurangi biaya transportasi. Harga
produk semen, kebutuhan sehari-hari, seperti gula, beras, dan minyak, nyaris
sama di semua kepulauan Filipina.
Semua terlibat
Keberhasilan SRNH
memang bukan murni dari pemerintah, karena juga melibatkan pihak swasta
melalui mekanisme public private
partnership serta pihak perbankan nasional dan internasional yang turut
membiayai melalui pinjaman lunak.
Akan tetapi, ada hal
lain yang tak kalah penting, yaitu keterlibatkan seluruh lapisan masyarakat
terutama untuk menjaga dan menggunakan infrastruktur yang telah terbangun.
Betul pandangan
presiden terpilih Jokowi bahwa pembangunan tol laut dapat meningkatkan perekonomian
rakyat. Yang pasti, dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, menurunkan
harga meskipun di daerah terpencil. Bahkan, menumbuhkan potensi ekonomi yang
ada di setiap daerah yang dilalui proyek konektivitas laut dan darat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar