Tragedi
Gaza yang Terulang Lagi
Zuhairi Misrawi ;
Analis Pemikiran dan Politik Timur Tengah
The Middle East Institute
|
KOMPAS,
17 Juli 2014
SERANGAN
Israel ke Jalur Gaza semakin meneguhkan bahwa Israel ingin mengubur
perdamaian hidup-hidup dengan Palestina. Soalnya, dalam perdamaian niscaya
Israel dan Palestina saling
menghargai. Situasi kian terpuruk karena serangan Israel ke Jalur Gaza kali
ini sangat brutal dan membabi buta. Seratus korban tewas dan ratusan lainnya
terluka. Israel menggunakan senjata mematikan untuk menyerang warga
sipil. Ironisnya, serangan Israel ke
Jalur Gaza mendapat ”stempel politik” dari Amerika Serikat.
Seperti
biasa, AS menggunakan alasan hak Israel mempertahankan diri dari serangan
Hamas. Sikap AS itu dikecam keras dunia internasional sebagai dukungan atas
langkah brutal Israel. Sekali lagi, sikap AS terhadap Israel tak pernah
berubah: memberi stempel atas segala kebijakan Israel terhadap Jalur Gaza
yang sudah terbukti menewaskan korban warga sipil dalam jumlah besar.
Bahkan,
harus diakui, sikap Israel yang terkesan bebal dan tak mau mendengarkan
aspirasi warga dunia disebabkan sikap AS yang cenderung berpihak kepada
kepentingan politik Israel. AS terbukti menutup mata terhadap pelanggaran hak
asasi manusia berat yang dilakukan Israel, termasuk besarnya jumlah korban
yang tewas dan luka-luka akibat serangan brutal Israel. Faktanya, Israel yang
kerap kali menyerang Jalur Gaza dan Tepi Barat tidak mendapat sanksi apa pun
dari Mahkamah Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut
Marwan Bishara (2014), serangan brutal yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza
punya empat agenda penting.
Pertama,
Israel bertujuan memecah belah persatuan dan rekonsiliasi antara Hamas dan
Fatah yang dalam beberapa minggu terakhir hampir mencapai kesepakatan. Bagi
Israel, persatuan antara Fatah dan Hamas merupakan tantangan serius. Sebab,
jika itu terjadi, Palestina akan so- lid mewujudkan agenda kemerdekaan dan pemulihan
hak-hak politik mereka. Menurut Bishara, langkah yang diambil Israel dengan
menyerang Jalur Gaza diduga kuat telah mendapat sokongan dari negara Barat.
Kedua,
serangan Israel ke Jalur Gaza punya tujuan konsolidasi dan soliditas
pemerintahan Netanyahu. Sayap garis keras di dalam koalisi pemerintahan Ne-
tanyahu sedang mencari legitimasi politik melakukan ekspansi dan pendudukan
ilegal di Jerusalem Timur. Puncaknya, mereka akan berjuang keras menggagalkan
pengakuan PBB terhadap Palestina.
Ketiga,
Israel sedang mencari legitimasi membangun kembali kepercayaan publik
internasional dengan dalih hak mempertahankan diri dari serangan pihak lawan.
Salah satu citra yang akan dibangun dalam setiap serangan ke Jalur Gaza ialah
mencari titik temu dengan pihak Hamas untuk melakukan genjatan senjata.
Keempat,
Israel menduga kuat bahwa serangan ke Jalur Gaza akan dapat dukungan Mesir
yang dipimpin Abdel Fattah El-Sisi karena Hamas merupakan saudara kembar
Ikhwanul Muslimin yang telah dibubarkan dan divonis selaku gerakan teroris.
Israel akan memakai ”perang melawan teroris” sebagai upaya membangun aliansi
dengan Mesir.
Keempat
alasan itu membuktikan bahwa Israel sedang berjudi karena menggunakan
serangan yang jelas-jelas melanggar HAM sebagai justifikasi politik dalam
negeri mereka. Langkah itu pasti akan gagal total karena yang terjadi justru
sebaliknya. Setiap terjadi serangan ke Jalur Gaza, Palestina, khususnya
Hamas, akan mendapat dukungan dunia internasional yang lebih besar. Hampir
tak ada yang mendukung invasi Israel, kecuali AS.
Faktanya,
Israel mengalami defisit kepercayaan dari dunia internasional. Sementara itu,
Palestina akan semakin dapat dukungan dari dunia internasional. Bahkan, isu
Palestina dapat mempersatukan negara-negara Arab dengan negara-negara Barat.
Dalam setiap serangan Israel ke Jalur Gaza justru yang terjadi sebaliknya,
Hamas semakin kuat sebagai kekuatan politik di dalam negeri dan di luar
negeri. Di sinilah Israel sebenarnya selalu melakukan blunder dan kesalahan
politik yang cukup fatal.
Sekarang
momentum ini mestinya dapat mempersatukan Hamas dan Fatah. Di tengah-tengah
serangan brutal Israel ke Jalur Gaza, mestinya Mahmoud Abbas segera
mendeklarasikan bahwa Hamas dan Fatah telah mencapai kesepakatan membangun
persatuan dan rekonsiliasi. Langkah ini penting diambil agar Israel dan AS
tak lagi memakai kartu konflik internal Palestina sebagai justifikasi
mengabsahkan serangan ke Jalur Gaza.
Peran Indonesia
Harus
diakui, aspirasi rakyat Indonesia dalam membela kedaulatan politik rakyat
Palestina sangat luar biasa. Solidaritas terhadap Palestina terus meningkat,
baik berupa bantuan kemanusiaan dengan membangun rumah sakit di Jalur Gaza
maupun dukungan politik terhadap Palestina, yang dilakukan semua kelompok
agama dan organisasi masyarakat sipil.
Namun,
catatan kritis perlu ditujukan kepada pemerintah dan parlemen RI yang hanya
hadir di Palestina di saat-saat kritis, seperti saat gempuran Israel ke Jalur
Gaza. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam 10 tahun terakhir tak punya
desain politik luar negeri yang bersifat komprehensif terhadap kemerdekaan
dan keselamatan rakyat Palestina. Tak ada peran yang bersifat komprehensif
terkait posisi Palestina.
Maka
dari itu, komitmen Jokowi terhadap kemerdekaan Palestina dapat menjadi angin
segar bagi politik luar negeri RI di Palestina dan Timur Tengah pada umumnya.
Negeri ini mestinya dapat berperan lebih aktif melakukan dua hal penting.
Pertama,
mendorong rekonsiliasi Hamas dan Fatah membangun pemerintahan yang efektif
dan efisien. Langkah yang diambil MPR berkunjung ke Ramallah dan DPR ke Jalur
Gaza beberapa waktu lalu dapat dijadikan modal memulai rekonsiliasi nasional
faksi-faksi politik di Palestina. Kedua, Indonesia dapat melakukan lobi
politik dengan AS dan negara Barat untuk mengakui keanggotaan Palestina di
PBB dalam rangka mempercepat kemerdekaan Palestina.
Sudah
saatnya Indonesia hadir membantu dan membela rakyat Palestina, tak hanya pada
saat mereka digempur Israel. Kita bisa berperan aktif mendukung sepenuhnya
kemerdekaan Palestina karena, sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD
1945, kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Dengan
demikian, untuk memastikan tragedi Gaza tak terulang lagi, diperlukan sebuah
terobosan politik yang besar dan luar biasa untuk memuluskan jalan menuju
kemerdekaan Palestina. Untuk itu, Indonesia mesti berada di garda terdepan
dalam menggarisbawahi peta jalan menuju kemerdekaan Palestina. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar