Keruhkan
Air, Lalu Mengail
Seno Gumira Ajidarma ;
Wartawan
|
KORAN
TEMPO, 16 Juli 2014
Semua
orang lagi asyik makan sahur di warung Mang Diman, ketika Sukab datang-datang
membanting pecinya ke atas meja.
"Coba
lihat di tivi itu? Apa mungkin?"
"Soal
apa, nih?"
"Pilpreslah!
Apalagi?!"
"Kenape
tuh pilpres?"
"Jelas
soal itungan cepet itulah! Gua dari tadi bolak-balikin aja tuh saluran tivi,
masak dua stasiun tivi bisa siarannya beda-beda gitu? Barang yang diitung
sama, kan? Mana mungkin hasilnya kayak bumi dan langit, stasiun yang kiri
pemenangnya pasangan Paijo-Parno, stasiun yang kanan pemenangnya pasangan
Paimo-Ngatiyo. Mana mungkin?"
"Kenape
enggak mungkin?"
"Ibarat
ngitung ayam, taruhlah jumlah ayamnya 1.000, boleh aja kagak sama. Yang satu
itungannye ayam item 600, ayam putih 400, lainnya ayam item 650, ayam putih
350, pasti salah satunya salah, tapi itu biasa! Kalau terbolak-balik abis,
itu kesalahan yang disengaja!"
Orang-orang
tertegun, tapi tetap melanjutkan makan sahurnya.
"Wah,
ati-ati lu Kab, salah-salah dituduh memfitnah, lo!"
Mata
Sukab masih menyelusuri wajah-wajah di warung Mang Diman. Mereka semua memang
sering makan di situ karena Mang Diman selalu berjiwa besar terhadap utang!
Tampaknya tidak ada wartawan, dan juga intel.
"Kenapa
disebut kesalahan yang disengaja? Karena ini memang siasat, dijalankan
kalau-kalau dalam pilpres tidak menang."
"Kenapa
begitu Kab?" ujar Hasan sambil mencomot tempe, "Bukannya yang
menentukan kalah dan menang itu rakyat?"
Sukab
menarik napas panjang.
"Orang
itu lain-lain San, ada yang meskipun berjuangnya pol tetap patuh kepada
aturan main. Ada yang mengusahakan segala cara untuk menang karena aturan
main yang ada cuma bagian saja dari permainan doi."
"Permainan?"
"Yo-i,
politik itu permainan! Dalam permainan ini yang dicarinya adalah kemenangan
demi kemenangan itu sendiri. Jadi, aturan permainan yang berlaku hanyalah
tahap pertama dalam permainannya, menang syukur, kalah tetap berjuang untuk
menang. Langkah-langkahnya: (1) mengaburkan dulu hasil kemenangan dengan
hitung cepat tandingan, yang diharapkan didukung seluruh pemilih setia
ataupun yang berkepentingan; (2) hasil langkah pertama: kekeruhan, sebisa
mungkin dikeruhkan lagi dengan daya dorong media massa. Meski KPI sudah
melarang siaran, tetap bisa jadi modal menyambut hasil resmi dengan (3) ilmu
ngeyel, yakni menolak hasil resmi, yang dengan dukungan para pemilihnya
berpotensi dikembangkan ke segala arah, syukur-syukur menciptakan keadaan
darurat yang membuat hasil pilpres tidak berlaku."
Semua
orang ternganga.
"Omong-omong,
ini nyang mane Kab?"
"Apenye?"
"Nyang
mau menang sendiri itu?"
Sukab
tersenyum sok tau.
"Ada,
deh!" * ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar