Minggu, 02 Februari 2014

Orang Muda

Orang Muda

R Valentina Sagala  ;   Aktivis Perempuan, Hukum, dan HAM;
Anggota Dewan Redaksi Sinar Harapan
SINAR HARAPAN,  01 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
Apa yang kita bayangkan tentang orang muda atau anak muda? Boleh jadi kita membayangkan pemimpin muda atau generasi mendatang yang penuh harapan.

Bulan lalu atas dukungan Ford Foundation, saya mengikuti the 7th Asia Pacific Conference on Reproductive and Sexual Health and Rights di Filipina. Banyak hal menarik dalam konferensi ini.

Dua puluh tahun setelah International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo, jutaan perempuan dan orang muda, khususnya yang miskin dan termarginalkan, di Asia dan Pasifik ternyata terus menghadapi ketidakadilan dalam menikmati hak asasi terkait reproduksi dan kesehatan seksual.

Selain itu, tuntutan pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) pada 2015 terutama mengenai kesehatan, masih jauh dari harapan. Contohnya, kebanyakan negara masih sangat jauh dari pencapaian target menurunkan kematian akibat melahirkan dan infeksi HIV.

Laporan 2013 Global MDG yang disusun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat cuma Kamboja dan Fiji dengan epidemik relatif rendah dan dapat memenuhi akses universal perawatan bagi HIV/AIDS. Hanya lima negara (Bhutan, Iran, Maldives, Nepal, dan Vietnam) telah mencapai target menurunkan angka kematian ibu.

Topik-topik penting di Asia dan Pasifik terpapar dalam ruang-ruang diskusi, poster, komik, film, dan sebagainya, termasuk mengenai kekerasan terhadap perempuan, orientasi dan identitas seksual, sunat perempuan, serta penghentian kehamilan.

Pendekatan yang beragam mewarnai suasana, karena konferensi diikuti sekitar 3.000 orang yang terdiri tidak hanya akademikus, peneliti, namun juga praktisi seperti dokter, bidan, aktivis, anggota parlemen, hingga orang-orang muda.

Salah satu pelajaran penting bagi saya adalah suara orang-orang muda yang terdengar sepanjang konferensi. Selain mendedikasikan hari pertama khusus bagi orang-orang muda mendiskusikan masalah mereka terkait hak reproduksi dan kesehatan seksual, di seluruh proses konferensi, mereka mendapat kesempatan presentasi dan mengemukakan pandangan.

Dengan adanya berbagai pendekatan mengategorikan orang muda, PBB mencoba mengategorikan seseorang berusia 15-24 tahun sebagai orang muda. Sekitar 60 persen atau 750 juta orang muda di dunia terkonsentrasi di Asia dan Pasifik.

Ini merupakan momen dengan angka terbesar dari orang muda yang mayoritas hidup di negara-negara berkembang. Di Indonesia, saat ini kurang lebih ada 65 juta orang muda, mewakili sekitar 28 persen populasi.

Orang-orang muda menghadapi beragam tantangan  menyangkut hak reproduksi dan kesehatan seksualnya.  Lima puluh persen infeksi HIV saat ini terjadi di usia orang muda.

Anak-anak perempuan yang dikawinkan di usia sangat muda, mengalami kekerasan seksual, hingga kehamilan dan pengalaman melahirkan yang harus dipikul, adalah potret memprihatinkan. Selain kawin cerai, melakukan hubungan seks tidak aman atau berisiko, anak-anak perempuan khususnya di pedesaan rentan menjadi korban perdagangan manusia dan eksploitasi seksual.

Informasi yang benar tentang hak reproduksi dan kesehatan seksual semestinya disampaikan orang yang terdekat dengan orang muda (sesuai dengan perkembangan usianya), yaitu orang tua. Sayang, banyak orang tua tak peduli dan enggan memenuhi tanggung jawab mereka dalam soal ini.

Padahal, pendidikan formal belum memasukkan hak reproduksi dan kesehatan seksual dalam kurikulum. Padahal, dalam pergaulannya, orang-orang muda bertemu dengan sumber-sumber informasi yang menyesatkan.

Masyarakat patriarki yang bias gender dan bermoral “sempit” juga ambigu; “menghukum” anak perempuan yang hamil karena berhubungan seksual, “memaklumi” anak laki-laki yang berhubungan seksual.

Kesalahan ditimpakan pada anak perempuan sehingga “hukuman” dan stigma sebagai perempuan “tidak baik-baik” melekat seumur hidup. Tak terkecuali dalam kasus mereka yang mengalami perkosaan. Baik secara kultural, substansial, maupun struktural, hukum pun kerap menyangkal hak orang-orang muda ini.

Konferensi menghasilkan Deklarasi “The Manila Challenge: A Call to Achieve Sexual and Reproductive Health and Rights for All”, sebuah panggilan bagi semua pihak untuk serius meraih hak reproduksi dan kesehatan seksual bagi semua orang, termasuk orang muda.

Ada baiknya kita merenung lalu bertanya lagi, apa yang kita bayangkan tentang orang muda atau anak muda? Kemudian bertanya, apa yang bisa kita lakukan sekarang agar bayangan indah tentang generasi mendatang yang penuh harapan bisa terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar