|
MEDIA
INDONESIA, 22 Juli 2013
MINGGU lalu dalam rapat terbatas
kabinet di Bandara Halim Perdana kusuma, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) tidak hanya mengeluh, tetapi juga menegur keras beberapa menteri secara
terbuka. Pasalnya, harga kebutuhan pangan meroket sehingga terus menjadi berita
utama media massa dan diskusi di media sosial. Tentu banyak komentar atas
teguran terbuka tersebut, baik yang mengkritisi karena dinilai hanya untuk
pencitraan dan ingin lepas tangan maupun yang mendukung karena dinilai para
menteri memang sangat lemah dalam perencanaan dan lamban dalam melakukan
respons kebijakan harga pangan.
Namun, yang pasti teguran tersebut dilakukan karena SBY
sudah sangat panik dengan kenaikan harga pangan yang semakin tidak terkendali.
Presiden juga makin gusar karena banyak kalangan menilai pemerintah makin sibuk
sendiri, bukan untuk urusan pelayanan publik, melainkan dengan urusan partai
dan agenda politik. Padahal bagi SBY dan Partai Demokrat, kinerja pemerintah
tahun ini, terutama kinerja di bidang ekonomi, akan menjadi penentu penilaian
publik atas kinerja Partai Demokrat sebagai partai pemerintah periode
2009-2014. Tahun ini akan menjadi tahun terakhir yang sangat menentukan.
Upaya untuk menjaga citra pemerintah SBY-Boediono telah
dilakukan, misal dengan mengurangi potensi kegagalan dalam mencapai
target-target APBN 2013. Angka-angka sudah dikoreksi lewat pintu penaikan harga
BBM dalam APBN-P 2013. Sebagaimana diketahui, semula target pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,8%, ekspor 11,7%, dan investasi 11,9%. Akan tetapi, dalam APBN-P 2013
dipangkas habis menjadi hanya 6,3% untuk pertumbuhan ekonomi, sedangkan
pertumbuhan ekspor dan investasi dipotong menjadi hampir separuhnya.
Target penerimaan pajak juga te lah diturunkan sebesar Rp53
triliun, sementara target penerbitan surat utang pemerintah ditambah lagi
sebesar hampir Rp90 triliun untuk menutup defisit.
Wajar bila kemudian SBY berusaha keras agar target untuk
menjaga kesejahteraan masyarakat tidak gatot alias gagal total akibat harga
bahan makanan pokok yang melonjak luar biasa. Dipastikan isu kenaikan harga
akan menjadi isu paling seksi bagi partaipartai peserta Pemilu 2014 untuk
mengkritisi kinerja partai pemerintah.
Tidak sekadar
teguran
Namun, teguran keras SBY tidak akan efektif untuk
menstabilkan harga pangan bila tanpa adanya political will untuk mengubah arah
strategi dan kebijakan. Kurang pas bila SBY membandingkan masalah tingginya
harga pangan dengan masalah asap di Riau. SBY mengklaim hanya membutuhkan waktu
seminggu untuk menyelesaikan. Ini tentu karena ada langkah jangka pendek yang
bisa dilakukan untuk menghentikan asap. Apalagi ada indikasi kuat kebakaran
tersebut dibuat bahkan disengaja.
Stabilitas harga pangan memerlukan strategi dan kebijakan
yang komprehensif dan bukan hanya solusi yang bersifat ad hoc. Langkah parsial dan tambal sulam bisa dilakukan, tetapi
tidak akan efektif menyelesaikan masalah. Statement SBY bahwa jangan pebisnis
besar main mata dengan unsur pemerintah atau unsur mana pun yang bikin susah,
misalnya. Bila yang dimaksud ialah adanya kartel atau aksi spekulasi, masalah
tersebut tidak bisa diselesaikan bila tidak mengubah sistem tata niaga dan
pengelolaan bahan makanan. Kartel dan spekulan hanya sedikit akibat dari
kelemahan sistem yang dipilih pemerintah saat ini.
Langkah serius pengendalian harga pangan hanya terjadi bila
SBY mengajak rezim ini meninggalkan sistem pengelolaan pangan yang menyerahkan
pada mekanisme pasar dan menggantinya dengan sistem yang memberikan peran
pemerintah lebih besar. Selain itu segera menyusun strategi yang komprehensif
dalam pengendalian pangan. Bila pe merintah tidak mengubah paradigma dalam
pengelolaan pangan, meskipun ditegur lebih keras lagi, pilihan kebijakan para
menteri tidak akan banyak.
Saat ini instrumen yang dimiliki hanya lewat operasi pasar,
membuka keran impor, serta memberikan pembebasan pajak untuk komoditas pangan impor.
Berbagai instrumen tersebut sudah sangat sering saya kritisi tidak akan efektif
karena sangat minimalis. Operasi pasar, misalnya, hanya berfungsi sebagai
balsem (obat gosok) yang dapat dilakukan, tetapi sangat terbatas dari sisi
waktu dan wilayah.
Pembebasan pajak impor juga tidak menjamin subsidi pangan
ini akan dinikmati oleh konsumen akhir dengan rendahnya harga. Sedangkan
membanjiri pasar dengan membuka keran impor terbukti tidak mampu menurunkan
harga pada level konsumen akhir. Apalagi bila pemerintah tidak menjaga ketat
kuota impor yang diberikan. Bukan hanya permainan kartel, permainan jual beli
kuota, kongkalikong dengan birokrat, melainkan juga sangat mungkin terjadi
penumpukan barang untuk kepentingan industri yang memanfaatkan kemudahan impor.
Melupakan
produksi
Berbeda dengan banyak negara, Indonesia hingga saat ini
belum memiliki aturan perundangan yang menetapkan komoditas pangan strategis. Dalam
Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, DPR dan pemerintah tidak
menetapkan pasal yang mewajibkan pemerintah untuk menetapkan pangan strategis.
Padahal penetapan jenis komoditas pangan strategis sangat penting karena
pengendalian harga untuk pangan strategis perlu kebijakan di sisi produsen dan
konsumen yang komprehensif dan jelas. Sementara selama ini strategi
pengendalian harga pangan Indonesia sangat bias konsumen. Tidak mengherankan
bila pilihan kebijakan pemerintah akhirnya hanya seputar membuka keran impor,
melakukan operasi pasar dengan komoditas impor, dan subsidi pajak juga untuk komoditas
impor.
Berbeda dengan negara-negara maju yang pengendalian harga
pangan mereka selalu dikaitkan dengan kebijakan produksi pangan nasional.
Dengan demikian kebijakan anggaran menjadi salah satu perhatian utama
pemerintah. Tidak mengherankan bila Uni Eropa, untuk men jaga stabilitas harga
pangan di tengah krisis ekonomi, pada 2010 telah mengalokasikan 40% dari total
anggaran untuk subsidi sektor pertanian dan perikanan yang ni lainya mencapai
57 juta euro.
Sementara itu, Amerika Serikat melalui US Farm Bills, pada
2009 juga menghabiskan sekitar US$21 miliar untuk me nyubsidi para petani yang
menghadapi krisis. Anggaran tersebut di antaranya dialokasikan untuk dana countercyclical guna melindungi petani
terhadap perubahan harga, subsidi pinjaman, bantuan pinjaman ketika harga komoditas
rendah, asuransi tanaman dan bencana, serta konservasi lahan perta nian.
Menariknya sekitar 70% dari total subsidi langsung di AS
ditujukan bagi petani komoditas tertentu, antara lain jagung (29%), kapas
(25%), tembakau (15%), gandum (14%), kedelai (7%), dan padi (5%), yang selama
ini menguasai pasar global agar daya saing komoditas pangan unggulan AS
tersebut terjaga di pasar global. Bukan hanya negara-negara maju, Brasil juga
menjadi contoh negara berkembang yang dapat dikatakan berhasil dalam membangun
sektor pertaniannya. Keberhasilan tersebut merupakan buah dari kombinasi
kebijakan pemerintah yang berkelanjutan dan juga didukung oleh peran swasta.
Pada 1960, rezim militer di Brasil mulai mengembangkan
cerrados (hutan savana) untuk memperluas area pertanian. Dua dekade berikutnya,
pemerintah melakukan investasi di sektor pertanian yang termasuk di antaranya
menyiapkan SDM dan lembaga promosi hasil penelitian para ahli. India dan
Vietnam juga memilih untuk mengendalikan harga pangan dan menjaga kesejahteraan
petani. Strategi yang dilakukan antara lain dengan mendorong produksi serta
menetapkan strategi domestic market
obligation (DMO) untuk kepentingan dalam negeri serta memberikan jaminan keuntungan
bagi petani. Vietnam, misalnya, menjamin keuntungan misalnya, menjamin
keuntungan bagi petani minimal 30%.
Jadi, bila SBY dan juga presiden yang akan datang serius
ingin melakukan pengendalian harga pangan strategis, ada sederet syarat
kebijakan yang tidak hanya difokuskan untuk melindungi konsumen, tetapi juga
melindungi kepentingan produsen. Pengendalian harga pangan tidak boleh lagi
dilakukan dengan komoditas pangan impor seperti saat ini, tetapi dengan menjaga
stok pangan dengan produksi petani serta menstabilkan harga jual para petani
dengan kebijakan yang komprehensif baik di bidang perdagangan, fiskal, maupun
dukungan infrastruktur untuk mendorong produksi dan mencapai swasembada pangan. ●
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut