|
SUARA
KARYA, 21 Juni 2013
Berita buruk tentang pengeloaan ibadah
haji kembali mencuat ke permukaan. Dari penjelasan tertulis Menteri Agama
(Menag) Suryadharma Ali, berdasarkan surat Kementerian Haji Kerajaan Arab
Saudi, 6 Juni 2013, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengurangi kuota haji tahun
2013 di seluruh dunia sebesar 20% dari kuota dasar sesuai kesepakatan negara
Organisasi Konferensi Islam (OKI) bagi seluruh negara pengirim jamaah haji
tanpa kecuali. Pengurangan kuota jamaah haji ini diakibatkan keterlambatan
penyelesaian rehabilitasi Masjidil Haram dan demi menjamin keselamatan jamaah
haji.
Keterlambatan rehabilitasi
Masjidil Haram berakibat pada berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf
yang semula dapat menampung jamaah sebanyak 48.000 dalam satu jam, sehingga
hanya dapat menampung sebanyak 22.000 jamaah dalam satu jam. Pemerintah Arab
Saudi melakukan pengurangan kuota jamaah haji Indonesia 2013 sebesar 20% atau
sejumlah 42.200 orang. Dengan demikian kuota Jamaah Haji Indonesia pada tahun
2013 akan menjadi 168.800 jamaah dari semula 211.000 jamaah. Untuk
menyelesaikan problem tersebut, Kemenag RI akan berupaya melakukan diplomasi
dengan Pemerintah Arab Saudi, mengenai kebijakan pengurangan kuota serta
memohon dispensasi implementasi kebijakan tersebut bagi Indonesia.
Para calon jamaah haji pun tentu
tersentak, terutama mereka yang memang dijadwalkan akan diberangkatkan tahun
2013. Beragam protes dari masyarakat pun sempat bermunculan. Untuk
mengantisipasi hal ini, Menag mengimbau kepada calon jamaah haji yang telah
melunasi dan mendapatkan porsi haji tahun 2013 yang berjumlah 180.000 jamaah,
untuk bersabar menunggu kebijakan Kemenag setelah pembahasan dengan pihak
Pemerintah Arab Saudi. Kepada calon jamaah haji yang kemungkinan akan terkena
dampak dari kebijakan Pemerintah Arab Saudi terkait pengurangan kuota ini,
Kemenag menjamin akan kepastian mendapatkan alokasi kuota keberangkatannya
tahun 2014, dan kepada mereka tidak akan dikenakan biaya tambahan BPIH apabila
terjadi selisih lebih pada tahun 2014.
Imbauan yang dilakukan Menag itu,
sulit mendapatkan respon positif dari masyarakat, sebab mereka selama ini sudah
melunasi dan mengikuti semua prosedur yang mesti mereka lakukan agar bisa
diberangkatkan tahun ini. Haji bagi sebagian masyarakat Islam bukan semata
persoalan keyakinan teologis. Bagi kelompok masyarakat tertentu, haji menjadi
status sosial yang akan meningkatkan derajatnya di mata masyarakat. Oleh karena
itu, bukan tidak mungkin pengurangan kouta ini akan memunculkan gejolak protes
keras dari masyarakat.
Terlepas problem pengurangan ini
muncul dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, Kemenag sebagai penanggung jawab
haji di Indonesia seharusnya melakukan tindakan preventif agar problem
pengurangan ini tidak terjadi. Itu dapat dilakukan dengan cara melakukan
koordinasi yang baik dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, terutama
Kementerian Haji di sana, sehingga tidak terjadi hal-hal negatif seperti
sekarang ini.
Masyarakat tentu tidak buta, jika
selama ini haji sudah seperti bisnis. Ibadah yang dalam agama Islam sangat
disakralkan, kini seolah menjadi ritus sosial yang kian tahun terus kehilangan
makna spiritualnya. Bayangkan, setiap tahun calon jamaah haji terus bertambah,
sementara kuota yang diterima oleh Kemenag RI relatif sama setiap tahunnya.
Akibatnya, mereka ada yang sampai antri lebih dari 11 tahun.
Problem ini kemudian sampai
memunculkan usulan moratorium haji, tetapi itu juga menuai banyak protes karena
dinilai tidak efektif. Tentu, sekarang ini sudah banyak sekali uang calon
jamaah haji yang menumpuk di rekening Kemenag. Uang yang banyak itu terus akan
berkembang biak sedemikian rupa, sedangkan dari Kemenag tidak ada transparansi
yang jelas terhadap jamaah haji atas hasil bunga bank tersebut. Ini bisa
memunculkan banyak kecurigaan dari calon jamaah haji dan masyarakat secara
umum.
Apalagi, selama ini sudah ada
kasus korupsi penggelapan dana haji. Bagaimanapun kasus ini semakin mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang mengurusi persoalan keagamaan di
Indonesia. Selain itu, kita tentu masih ingat pada hasil penelitian KPK tahun 2011
lalu bahwa dari 22 instansi pusat yang disurvei oleh KPK, Kemenag menempati
peringkat pertama sebagai instansi paling korup. Fakta tersebut tentu membuat
kita semua sangat miris. Karena, Kemenag yang seharusnya menjadi panutan dan
contoh bagi instansi lain dalam melakukan perbuatan baik, justru terindikasi
lebih korup dibandingkan lainnya.
Sebab itu, Kemenag mestinya
menjadikan pengelolaan ibadah haji sebagai bagian dari laku spiritual yang
harus mengedepankan nilai-nilai ilihayah dalam pengelolaannya. Tidak seperti
tahun-tahun sebelumnya, yang terkesan ada banyak manipulasi dan seperti bisnis
yang diperjualbelikan. Apalagi, benar-benar ada fakta penggelapan dana ibadah
haji. Haji adalah rukun Islam yang disakralkan, jangan kemudian karena diurusi
negara, haji menjadi bias makna, sehingga haji yang awalnya adalah laku
spiritual, kini menjadi laku sosial yang dibisniskan.
Yang mendesak dilakukan, diplomasi
yang direncanakan oleh Kemenag harus menghasilkan keputusan yang menguntungkan
terhadap calon jamaah haji yang memang direncanakan diberangkatkan tahun ini.
Artinya, apa yang disampakan oleh Menag Suryadharma Ali itu bukan sekedar
pencitraan belaka untuk menenangkan hati para jamaah haji yang rencanakannya
diberangkatkan tahun ini, tetapi harus menghasilkan keputusan yang membolehkan
mereka benar-benar berangkat tahun ini. Dengan demikian, impian mereka untuk
melaksanakan ibadah haji sebagai rukun Islam yang terakhir bisa terealisasi
dengan baik, dan mereka bisa meningkatkan laku spiritualnya, serta memiliki
dampak sosial yang tinggi sebagai bukti mabrunya haji yang mereka lakukan.
Semoga! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar