|
REPUBLIKA, 1 Juni 2013
Memperingati Hari Lahir Pancasila,
1 Juni, merupakan momentum untuk meneguhkan kembali ideologi negara di tengah
gempuran ideologi transnasional. Sejak dirumuskan Bung Karno pada 1 Juni 1945
dalam sidang Badan Persiapan Usaha Penyelidikan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
Pancasila mampu menjadi perekat yang menyatukan beragam suku, aliran, agama,
dan budaya di Indonesia. Sampai abad ke-21 ini, Pancasila masih disepakati
bersama sebagai pemersatu bangsa untuk memajukan masa depan Indonesia.
Tetapi, masih banyak kalangan umat
Islam yang justru menggemakan idelogi agama sebagai ideologi negara. Perjuangan
menegakkan kembali ideologi agama yang terekam dalam Piagam Jakarta ternyata
terus bergulir tanpa henti.
Fenomena menegakkan kembali Piagam Jakarta pada era transisi reformasi merupakan
bukti bahwa pemahaman terhadap ideologi agama belumlah tuntas dalam jejak
demokrasi di Indonesia.
Dalam proses demokratisasi, impian
menegakkan Piagam Jakarta itu merupakan fenomena politik yang wajar karena
impian masa silam yang dirasakan memberikan motivasi perjuangan mencoba
dihidupkan kembali untuk merengkuh identitas politik. Karena Piagam Jakarta
merupakan wujud kompromi yang baik kala itu, sebagaimana yang dikatakan Bung
Karno, maka pilihan politik menjadikan Piagam Jakarta menjadi dasar negara
merupakan konsekuensi politik yang tak terelakkan.
Di tengah pergumulan politik
inilah, perlu kembali meletakkan Piagam Jakarta sebagai sebuah fakta historis
dalam gerak politik dan gerak demokratisasi di Indonesia. Dalam arti, hadirnya
Piagam Jakarta bukanlah semata dimaknai dengan pendekatan politik saja,
melainkan sebuah proses demokratisasi yang terjadi di Indonesia.
Karena mengarah kepada proses demokratisasi,
Piagam Jakarta bukanlah penanda politik yang "selesai" kala disepakati
pada 22 Juni 1945, melainkan sebuah gerak dinamis pendulum demokrasi yang akan
terus bergerak di Indonesia. Gerak demokrasi bukanlah proses pemaknaan baku dan
selesai dalam sebuah fenomena politik, melainkan sebuah bentuk pencarian isi
yang akan terus menerus dilakukan generasi manusia sepanjang zaman.
Dalam konteks gerak dinamis itulah
proses demokratisasi akan terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
Karena, pencarian isi demokrasi yang meliputi keadilan, kemanusiaan, kesetaraan
dan sebagainya merupakan dimensi substansial yang akan terus digali dalam
pemikiran dan tindakan manusia. Akan lahir beragam tafsir yang terkait
Piagam Jakarta.
Mengakhiri `negara agama'
Lahirnya Pancasila merupakan indikasi
bahwa bangsa Indonesia sudah mengakhiri negara agama. Bangsa Indonesia lebih
memilih negara bangsa karena Indonesia bukanlah terdiri satu agama saja.
Indonesia memiliki banyak agama sehingga ideologi yang tepat adalah Pancasila.
Mengeja kisah Piagam Jakarta bukanlah mengeja kisah kegagalan politik agama.
Karena gagalnya Piagam Jakarta menjadi dasar negara merupakan berkah politik
yang luar biasa bagi tegaknya kedaulatan NKRI dan tegaknya demokratisasi di
Indonesia.
Kisah kegagalan Piagam Jakarta justru
menjadi pelajaran politik yang berharga bahwa mendirikan negara agama dalam
konteks Indonesia tidak sesuai dengan pluralitas dan multikulturalitas
Indonesia. Dari Piagam Jakarta inilah negara bangsa menjadi pilihan terbaik
untuk Indonesia.
Berbagai atraksi politik pascakisah
gagalnya Piagam Jakarta yang menjadi dasar negara bagi Indonesia mengindikasikan
bahwa perjuangan politik menegakkan negara agama tidak bisa diterapkan dalam
konteks Indonesia. Perjuangan menegakkan agama (Islam) sebagai dasar negara
dalam Majlis Konstituante selama tahun 1956-1959 menandai bahwa negara agama
tidak sesuai dengan Indonesia.
Tak salah kemudian kala Soeharto
menggelorakan asas tunggal Pancasila, umat Islam menerimanya dengan bulat
walaupun tidak serta merta langsung menerima. Tetapi, proses penerimaan umat
Islam selama 1970-an dan 1980-an menunjukkan Indonesia begitu teguh menjaga
warisan budaya nusantara sebagai penopang demokratisasinya. Kala reformasi
bergulir, perjuangan menegakkan negara agama kembali bergulir. Tetapi, fakta
politik tidak bisa dielakkan karena mayoritas umat Islam justru sudah begitu
bulat dengan Pancasila dan UUD 1945.
Menegakkan demokrasi Pancasila
mestinya digerakkan untuk menegakkan demokratisasi di Indonesia. Bergulirnya
reformasi sejak 1998 ternyata Indonesia masih terus berkutat dalam masa
transisi. Indonesia tidak berani mengarah kepada konsolidasi demokrasi sehingga
gerak kaum elite politik selalu terjebak dalam gerakan politik untung rugi.
Melakukan konsolidasi berdemokrasi
merupakan keniscayaan dalam mengisi negara bangsa. Nilai-nilai Pancasila mesti
diaktualisasikan sehingga bangsa ini mampu menggapai kembali harkat dan martabatnya.
Bung Karno terbukti mampu menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang
menyatukan seluruh wilayah nusantara. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar