Setelah
Kongres Partai Komunis
Rizal
Sukma ; Direktur
Eksekutif CSIS, Jakarta
|
KOMPAS,
21 November 2012
Tak lama setelah rakyat Amerika Serikat
memilih pemimpin tertingginya pada 6 November lalu, China melaksanakan
transisi kepemimpinan dengan gaya sendiri lewat Kongres Ke- 18 Partai Komunis
China.
Kongres yang dimulai pada 8 November itu
kini berakhir. Namun, proses alih kepemimpinan masih akan terus berjalan
sampai musim semi 2013.
Memang, dalam Kongres Ke-18 PKC ini telah
ditetapkan para pemimpin baru China yang menjadi anggota Komite Tetap
Politbiro (KT Politbiro) PKC. Seperti diduga, Presiden Hu Jintao meninggalkan
posisi kekuasaan tertinggi dalam struktur kekuasaan di China sebagai
sekretaris jenderal PKC yang diserahkan kepada Xi Jinping.
Terpilihnya Xi Jinping sebagai pemimpin
tertinggi PKC ini kian menegaskan kepastian bahwa ia juga akan menggantikan
Hu Jintao sebagai presiden pada musim semi 2013. Wakil PM Li Keqiang yang terpilih
sebagai anggota KT Politbiro PKC dengan urutan senioritas kedua hampir
dipastikan akan mengganti posisi PM Wen Jiabao.
Oleh karena itu, bisa dipasti- kan, dalam
satu dekade mendatang China akan dinakhodai oleh duet Xi Jinping dan Li
Keqiang. Kedua tokoh ini kerap disebut sebagai ”pemimpin China generasi
kelima” setelah generasi Mao Zedong, Deng Xiaoping, Jiang Zemin, dan Hu
Jintao. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi Xi Jinping sekarang adalah
bagaimana mengonsolidasikan kekuasaannya dalam sistem kepemimpinan PKC yang
bersifat kolektif.
Cukup Kuat
Pada saat ini memang tampak bahwa posisi Xi
Jinping cukup kuat. Di samping menempati posisi puncak PKC, ia juga menduduki
posisi strategis sebagai Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). Dengan
menggabungkan kedua posisi itu, Xi Jinping berada pada posisi yang lebih
leluasa dalam menjalankan kekuasaan. Ini berbeda dengan Hu Jintao ketika
ditetapkan sebagai sekjen PKC pada 2002 ketika posisi ketua KMP masih tetap
dipegang Jiang Zemin sampai 2004. Dengan kata lain, mantan Sekjen Hu Jintao
setelah menyerahkan posisi kepresidenan kepada Xi Jinping pada Maret 2013
diperkirakan akan pensiun sepenuhnya dari politik.
Namun, besar kemungkinan kepemimpinan Xi
Jinping akan berada dalam bayang-bayang mantan Presiden Jiang Zemin. Berbagai
laporan menyebutkan bahwa Jiang Zemin berperan aktif dan sangat berpengaruh
dalam menentukan komposisi KT Politbiro sekarang ini, yang hampir semuanya
diisi orang-orang dekat Jiang Zemin.
Xi Jinping sendiri kerap dianggap sebagai
anak didik Jiang Zemin, sementara Presiden Hu Jintao hanya memiliki satu
”wakil”: Li Keqiang. Tiga tokoh lainnya yang dianggap dekat dengan Hu
Jintao—Wang Yang, Li Yuangchao, dan Liu Yuandong—justru tidak terpilih.
Itu sebabnya, para pengamat berpandangan
bahwa KT Politbiro PKC ini cenderung konservatif. Artinya, kontinuitas akan
mewarnai kebijakan dalam dan luar negeri China dalam 10 tahun mendatang.
Namun, karena lima anggota KT Politbiro yang baru sudah relatif mendekati
usia pensiun menurut ketentuan aturan internal PKC, besar kemungkinan mereka
akan diganti pada Kongres Ke-19 PKC pada 2017. Artinya, Xi Jinping masih
memerlukan setidaknya lima tahun lagi sebelum ia bisa mengonsolidasikan
kekuasaan dan pengaruhnya secara penuh.
Tantangan Tidak Ringan
Selain harus menghadapi tantangan
konsolidasi kekuasaan, Xi Jinping juga dihadapkan pada sejumlah tantangan
yang tidak ringan dalam memerintah China ke depan. Di dalam negeri Xi Jinping
memang mewarisi sebuah China yang telah berkembang demikian pesat, bahkan
telah menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. Kalau Xi Jinping
masih berada dalam posisinya sekarang ini sampai 2022, bukan tidak mungkin ia
akan menjadi pemimpin China yang menyaksikan negerinya mengungguli Amerika
Serikat sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Namun, pada saat yang sama, Xi Jinping juga
menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan kemajuan ekonomi itu,
khususnya akibat dari situasi ekonomi global yang tak menentu dan
bertumpuknya sejumlah persoalan di dalam negeri, seperti korupsi, kesenjangan
kaya-miskin, dan meningkatnya ketidakpuasan sosial beberapa tahun terakhir
ini. Di bidang politik, akibat besarnya pengaruh media sosial, Xi Jinping
akan dihadapkan pada persoalan bagaimana mengelola opini publik yang semakin
terbuka dan kritis.
Tantangan di bidang politik luar negeri
juga tak kalah rumit. Menyongsong negara yang akan menjadi adidaya, Xi
Jinping diharapkan mampu mengelola hubungan China dengan AS dan Jepang. Dunia
juga berharap bahwa China akan lebih berperan mencari solusi bagi berbagai
persoalan global: perubahan iklim, ketahanan pangan, dan energi.
Di kawasan Asia Tenggara kita berharap
bahwa para pemimpin China yang baru ini tidak terjebak dalam retorika
nasionalisme dan logika negara adikuasa. Kita berharap China akan terus menjadi
faktor positif bagi perdamaian dan kemakmuran di kawasan. Untuk itu, kita
berharap China dan ASEAN dapat segera meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi
pengelolaan sengketa teritorial di kawasan, khususnya dengan menyepakati code of conduct (tata berperilaku) di
Laut China Selatan.
Kita juga berharap China akan lebih
transparan dalam melaksanakan pembangunan kekuatan militernya. Melalui
langkah-langkah ini, duet Xi Jinping dan Li Keqiang akan menjadi harapan baru
bagi semakin eratnya hubungan kerja sama antara China dan negara-negara
ASEAN. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar