Kamis, 22 November 2012

Setelah Kongres Partai Komunis


Setelah Kongres Partai Komunis
Rizal Sukma ;  Direktur Eksekutif CSIS, Jakarta
KOMPAS, 21 November 2012

Tak lama setelah rakyat Amerika Serikat memilih pemimpin tertingginya pada 6 November lalu, China melaksanakan transisi kepemimpinan dengan gaya sendiri lewat Kongres Ke- 18 Partai Komunis China.

Kongres yang dimulai pada 8 November itu kini berakhir. Namun, proses alih kepemimpinan masih akan terus berjalan sampai musim semi 2013.

Memang, dalam Kongres Ke-18 PKC ini telah ditetapkan para pemimpin baru China yang menjadi anggota Komite Tetap Politbiro (KT Politbiro) PKC. Seperti diduga, Presiden Hu Jintao meninggalkan posisi kekuasaan tertinggi dalam struktur kekuasaan di China sebagai sekretaris jenderal PKC yang diserahkan kepada Xi Jinping.

Terpilihnya Xi Jinping sebagai pemimpin tertinggi PKC ini kian menegaskan kepastian bahwa ia juga akan menggantikan Hu Jintao sebagai presiden pada musim semi 2013. Wakil PM Li Keqiang yang terpilih sebagai anggota KT Politbiro PKC dengan urutan senioritas kedua hampir dipastikan akan mengganti posisi PM Wen Jiabao.

Oleh karena itu, bisa dipasti- kan, dalam satu dekade mendatang China akan dinakhodai oleh duet Xi Jinping dan Li Keqiang. Kedua tokoh ini kerap disebut sebagai ”pemimpin China generasi kelima” setelah generasi Mao Zedong, Deng Xiaoping, Jiang Zemin, dan Hu Jintao. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi Xi Jinping sekarang adalah bagaimana mengonsolidasikan kekuasaannya dalam sistem kepemimpinan PKC yang bersifat kolektif.

Cukup Kuat

Pada saat ini memang tampak bahwa posisi Xi Jinping cukup kuat. Di samping menempati posisi puncak PKC, ia juga menduduki posisi strategis sebagai Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). Dengan menggabungkan kedua posisi itu, Xi Jinping berada pada posisi yang lebih leluasa dalam menjalankan kekuasaan. Ini berbeda dengan Hu Jintao ketika ditetapkan sebagai sekjen PKC pada 2002 ketika posisi ketua KMP masih tetap dipegang Jiang Zemin sampai 2004. Dengan kata lain, mantan Sekjen Hu Jintao setelah menyerahkan posisi kepresidenan kepada Xi Jinping pada Maret 2013 diperkirakan akan pensiun sepenuhnya dari politik.

Namun, besar kemungkinan kepemimpinan Xi Jinping akan berada dalam bayang-bayang mantan Presiden Jiang Zemin. Berbagai laporan menyebutkan bahwa Jiang Zemin berperan aktif dan sangat berpengaruh dalam menentukan komposisi KT Politbiro sekarang ini, yang hampir semuanya diisi orang-orang dekat Jiang Zemin.
Xi Jinping sendiri kerap dianggap sebagai anak didik Jiang Zemin, sementara Presiden Hu Jintao hanya memiliki satu ”wakil”: Li Keqiang. Tiga tokoh lainnya yang dianggap dekat dengan Hu Jintao—Wang Yang, Li Yuangchao, dan Liu Yuandong—justru tidak terpilih.

Itu sebabnya, para pengamat berpandangan bahwa KT Politbiro PKC ini cenderung konservatif. Artinya, kontinuitas akan mewarnai kebijakan dalam dan luar negeri China dalam 10 tahun mendatang. Namun, karena lima anggota KT Politbiro yang baru sudah relatif mendekati usia pensiun menurut ketentuan aturan internal PKC, besar kemungkinan mereka akan diganti pada Kongres Ke-19 PKC pada 2017. Artinya, Xi Jinping masih memerlukan setidaknya lima tahun lagi sebelum ia bisa mengonsolidasikan kekuasaan dan pengaruhnya secara penuh.

Tantangan Tidak Ringan

Selain harus menghadapi tantangan konsolidasi kekuasaan, Xi Jinping juga dihadapkan pada sejumlah tantangan yang tidak ringan dalam memerintah China ke depan. Di dalam negeri Xi Jinping memang mewarisi sebuah China yang telah berkembang demikian pesat, bahkan telah menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. Kalau Xi Jinping masih berada dalam posisinya sekarang ini sampai 2022, bukan tidak mungkin ia akan menjadi pemimpin China yang menyaksikan negerinya mengungguli Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Namun, pada saat yang sama, Xi Jinping juga menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan kemajuan ekonomi itu, khususnya akibat dari situasi ekonomi global yang tak menentu dan bertumpuknya sejumlah persoalan di dalam negeri, seperti korupsi, kesenjangan kaya-miskin, dan meningkatnya ketidakpuasan sosial beberapa tahun terakhir ini. Di bidang politik, akibat besarnya pengaruh media sosial, Xi Jinping akan dihadapkan pada persoalan bagaimana mengelola opini publik yang semakin terbuka dan kritis.

Tantangan di bidang politik luar negeri juga tak kalah rumit. Menyongsong negara yang akan menjadi adidaya, Xi Jinping diharapkan mampu mengelola hubungan China dengan AS dan Jepang. Dunia juga berharap bahwa China akan lebih berperan mencari solusi bagi berbagai persoalan global: perubahan iklim, ketahanan pangan, dan energi.

Di kawasan Asia Tenggara kita berharap bahwa para pemimpin China yang baru ini tidak terjebak dalam retorika nasionalisme dan logika negara adikuasa. Kita berharap China akan terus menjadi faktor positif bagi perdamaian dan kemakmuran di kawasan. Untuk itu, kita berharap China dan ASEAN dapat segera meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi pengelolaan sengketa teritorial di kawasan, khususnya dengan menyepakati code of conduct (tata berperilaku) di Laut China Selatan.

Kita juga berharap China akan lebih transparan dalam melaksanakan pembangunan kekuatan militernya. Melalui langkah-langkah ini, duet Xi Jinping dan Li Keqiang akan menjadi harapan baru bagi semakin eratnya hubungan kerja sama antara China dan negara-negara ASEAN. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar