Tembok Biru
yang Diam
Eddy OS Hiariej ; Guru
Besar Hukum Pidana
Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada
|
KOMPAS,
16 Oktober 2012
Tembok biru yang diam adalah terjemahan
dari the blue of silence. Inilah
salah satu kultur polisi yang berlaku universal untuk tidak melaporkan
tindakan buruk teman sejawat petugas polisi.
Dalam beberapa literatur, kultur itu sering
pula ditulis sebagai the blue wall
(tembok biru), the blue curtain
(gorden biru), atau the code of silence
(kode diam) yang disingkat ”kode”.
Larry E Sullivan dan Marie Simonetti Rosen
dalam Encyclopedia of Law Enforcement
menulis bahwa the blue of silence
menggambarkan adanya larangan tidak resmi dalam kultur polisi untuk tidak
melaporkan tindakan buruk sesama polisi.
Tindakan buruk tersebut bisa beraneka.
Mulai dari tindakan asusila sampai pada tindakan pelanggaran hukum, termasuk
kejahatan. Pada awalnya, the blue of silence hanya berlaku bagi tindakan
buruk yang relatif ringan, tetapi dalam perkembangannya the blue of silence
juga berlaku bahkan bagi tindak kejahatan serius. Hal ini kebanyakan untuk
melindungi tindakan buruk atasan atau seniornya, meski pada hakikatnya konsep
the blue of silence adalah untuk melindungi nama baik korps kepolisian.
Terjadi di Indonesia
Diakui atau tidak, kultur the blue of
silence juga diikuti Kepolisian Negara RI. Hanya saja, tindakan buruk anggota
Polri yang ditutupi tidak semata-mata untuk melindungi nama baik korps
kepolisian, bahkan lebih dari itu: tindakan buruk dijadikan kartu truf mana
kala anggota Polri yang dilindungi tindakan buruknya membangkang terhadap
institusi Polri.
Masih segar dalam ingatan kita kasus yang
menimpa Komisaris Jenderal Susno Duadji yang saat itu menjabat sebagai Kepala
Badan Reserse Kriminal Polri. Susno didudukkan di kursi pesakitan sebagai
terdakwa dan akhirnya divonis bersalah oleh pengadilan karena terbukti
melakukan korupsi saat menjabat sebagai Kepala Polda Jawa Barat.
Kasus Susno dibongkar ketika yang
bersangkutan menabrak the blue of silence dengan membuka bobrok teman-teman
sejawatnya yang terlibat dalam kasus mafia pajak Gayus Tambunan.
Kejadian yang menimpa Susno membuktikan
sistem penilaian terhadap kinerja dan konduite di tubuh Polri tidak berjalan
baik. Susno yang terlibat kasus korupsi masa lalu justru dipromosikan
menduduki jabatan prestisius sebagai Kabareskrim Polri, kecuali jika kasus
korupsi itu sekadar rekayasa.
Kalau Susno yang jenderal bintang tiga saja
dapat dipenjarakan dengan kasus masa lampau gara-gara menabrak the blue of
silence, bagaimana nasib Novel Baswedan yang hanya berpangkat Komisaris?
Mengundang Pertanyaan
Secara hukum, sah-sah saja jika dugaan
tindak pidana yang dilakukan Komisaris Novel delapan tahun lalu baru dibuka
saat ini, selama belum melewati daluwarsa penuntutan. Daluwarsa pasal yang
disangkakan adalah dua belas tahun. Namun, masyarakat akan bertanya jika ada
indikasi tindak pidana, mengapa tidak diselesaikan saat itu?
Hal itu membenarkan rumor yang beredar di
masyarakat bahwa kasus Novel dibuka karena yang bersangkutan melawan kultur
the blue of silence. Pertama, Novel termasuk tim investigasi kasus korupsi
pengadaan simulator yang menodai institusi Polri sehingga Novel dianggap
tidak melindungi korpsnya.
Kedua, kasus korupsi pengadaan simulator
yang ditangani melibatkan seniornya: para petinggi Polri. Kembali pada the
blue of silence, menurut Sullivan dan Rosen, hal ini hanya bisa
diminimalisasi dengan lima langkah.
Pertama, harus ada kebijakan yang secara
afirmasi mewajibkan semua polisi mengarahkan pelaporan tindakan buruk teman
sejawat petugas polisi kapan pun dan di mana pun.
Kedua, memberikan hadiah petugas yang
melaporkan tindakan buruk teman sejawatnya.
Ketiga, kesatuan harus merahasiakan
identitas pelapor teman sejawat.
Keempat, kesatuan harus membuat investigasi
terhadap si pelanggar dan jika ada kesalahan, pelanggar harus dipecat.
Kelima, kesatuan harus melemahkan the blue
of silence dengan mengurangi solidaritas pertemanan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar