Kesiapan
Parpol
Sebastian Salang ; Peneliti
Formappi
|
KOMPAS,
23 Oktober 2012
Salah satu tahap pemilihan umum yang
krusial adalah seleksi peserta pemilu sebab tahap ini menentukan kualitas
partai politik peserta pemilu, kualitas pemilu, dan hasilnya. Tahap ini
menjadi momok bagi partai politik karena menyangkut nasib dan pengikutnya.
Itulah yang dialami parpol saat ini selama Komisi Pemiliham Umum melakukan
verifikasi.
Siapkah semua partai politik memenuhi
ketentuan verifikasi? Harus dibuktikan sebab ketentuan persyaratan parpol
peserta Pemilu 2014 jauh lebih berat daripada ketika 2009.
Parpol lolos menjadi peserta Pemilu 2014
jika memiliki 100 persen kepengurusan di provinsi, 75 persen kepengurusan di
kabu- paten/kota di provinsi yang bersangkutan, kepengurusan di 50 persen
jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan, dan memiliki anggota
sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada
kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda
anggota, dan mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkat pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahap terakhir Pemilu (Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012).
Memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan itu bukanlah perkara mudah bagi semua partai politik. Jika partai
politik gagal membuktikan salah satu dari ketentuan di atas, parpol bersangkutan
gagal menjadi peserta Pemilu 2014. Hal itu ditegaskan dalam pernyataan
anggota KPU (Kompas, 9/10).
Sebagai gambaran, dari 46 partai politik
yang mendaftar sebagai peserta pemilu, 12 parpol telah dinyatakan gugur oleh
KPU karena tak mampu melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan pada tahap
pendaftaran. Sementara 34 parpol lainnya berlanjut pada proses verifikasi
tahap berikut (Kompas, 11/9).
Berdasarkan hasil pemantauan sementara dan
informasi KPU, semua parpol, termasuk partai politik parlemen, kesulitan
melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan.
Padahal, tenggat tahap verifikasi
administratif kian dekat. Dengan fakta demikian, bukan mustahil bahwa peserta
Pemilu 2014 hanya beberapa partai politik saja.
Artinya, persyaratan UU Pemilu dan putusan
Mahkamah Konstitusi untuk memverifikasi semua partai politik telah memberi
kemajuan dalam konteks politik pemilu di Indonesia. Dengan putusan itu, semua
partai politik diuji kesiapan, kemampuan organisasi, kesungguhan membangun
basis serta kinerjanya. Partai politik dituntut bahkan dipaksa menjadi pilar
yang kukuh, bukan pilar rapuh yang justru merongrong demokrasi.
Pelajaran
Penting
Karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi
memberi pelajaran berharga bagi proses politik dan demokrasi kita. Pertama,
bagi pembuat UU. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi, DPR diajari melahirkan
UU yang memiliki visi dan orientasi jelas tanpa diskriminatif.
Putusan Mahkamah Konstitusi adalah bukti
bahwa DPR telah membuat UU yang diskriminatif. Motif politiknya dangkal:
mempersulit dan menghambat partai nonparlemen. Akibatnya, senjata makan tuan.
Undang-undang yang dihasilkan DPR juga
sarat kepentingan jangka pendek dan transaksi pragmatis. Bahkan, hal seperti
ini telah terjadi sejak Pemilu 2004. Partai yang tidak mencapai ambang
elektoral 3 persen pada Pemilu 2004 seharusnya tidak dapat mengikuti Pemilu
2009. Transaksi pun terjadi: partai-partai tak lolos ambang elektoral dapat
mengikuti pemilu dengan mengubah aturan peralihan pada UU No 10/2008, asalkan
partai itu merestui kepentingan partai besar meloloskan ambang parlemen 2,5
persen.
Jadi, perubahan UU Pemilu selama ini selalu
dilandasi kepentingan pragmatis dan transaksi jangka pendek. Komitmen untuk
perbaikan sistem pemilu dan sistem kepartaian tak pernah serius dilakukan.
Jika demikian, perubahan demi perubahan tidak akan menghasilkan apa pun
selain transaksi kepentingan. Pengalaman tiga pemilu sebelumnya menunjukkan
hal itu.
Kedua, pelajaran bagi parpol. Salah satu
aspek penting putusan Mahkamah Konstitusi adalah mendorong pengembangan
partai politik yang solid, representatif, dan secara manajerial tertata baik.
Hanya partai politik seperti itulah yang boleh berkompetisi untuk pengelolaan
kekuasaan dalam demokrasi Indonesia.
Padahal, partai politik kita memiliki
masalah serius dengan kelembagaan partainya. Secara teoretis, makin tua usia
suatu partai, ide dan nilai yang dianut partai itu semakin terlembagakan
menjadi tradisi organisasi. Pada kenyataannya, meski usianya sudah tua, tidak
terbangun tradisi secara melembaga. Artinya, derajat pelembagaan organisasi
itu seba- gai institusi masih rapuh.
Golkar, Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang berusia
relatif lebih tua dari partai lainnya, belum terbukti derajat pelembagaan
organisasinya sebagai institusi yang kuat. Ini dapat kita lihat dari
kemampuannya memenuhi persyaratan verifikasi KPU, kemampuan mengelola dan
menyelesaikan konflik internal yang berujung pada perpecahan.
Selain itu, kemampuan mengorganisasi diri
sebagai instrumen memobilisasi dukungan konstituen. Dalam sistem banyak
partai politik seperti saat ini, ragam aspirasi dan kepentingan politik yang
saling berkompetisi dalam masyarakat membutuhkan penyaluran yang tepat.
Idealnya, semakin besar dukungan yang dapat
dimobilisasi dan disalurkan aspirasinya, semakin besar pula potensi partai
politik terlembaga secara tepat.
Sulitnya semua parpol saat ini membangun
kepengurusan sampai level terendah dan pengumpulan kartu anggota di setiap
daerah merupakan gambaran rapuhnya partai politik kita. Padahal, sebenarnya,
itu hanya merupakan bagian kecil dari tuntutan bagi partai politik dari
fungsi dan tugas partai politik sesungguhnya.
Meski demikian, dalam melakukan verifikasi,
KPU harus menjamin independensi, obyektivitas, serta transparansi. KPU harus
memberi kepastian untuk hal itu karena jika tidak, independen dan tertutup
dalam proses verifikasi akan menimbulkan kecurigaan di kalangan partai
politik dan masyarakat umum.
Bahkan, KPU bisa dituduh melakukan
kecurangan dalam proses verifikasi sehingga meloloskan partai politik
tertentu dan menggagalkan partai politik lain. Sayangnya, Badan Pengawas
Pemilu yang diharapkan mengawasi tahap ini belum melakukan apa pun karena
sibuk memoles dirinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar