Reformasi
Kacau Balau
Masduri
; Aktivis
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
IAIN Sunan Ampel Surabaya
SUMBER
: SINAR
HARAPAN, 24 Mei 2012
Sudah 14 tahun bangsa Indonesia melakukan
reformasi, tepatnya sejak 21 Mei 1998. Lengsernya Soeharto menandai era baru
ini, sebuah era yang membuka sekat-sekat kebebasan, sehingga masyarakat dapat
menyuarakan pendapat dan berekspresi secara bebas tanpa intervensi dari siapa
pun.
Era itu biasa kita sebut Era Reformasi, era
yang menjadikan aspiriasi masyarakat sebagai tumpuan setiap pembangunan bangsa
dan negara. Era Reformasi diperakarsai oleh mahasiswa, sebagai penggerak
perubahan dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur
sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Keberhasilan mahasiswa melengserkan Soeharto
dari jabatannya sebagai presiden tentu sangat kita apresiasi sekali sebab
sebelumnya sangat sulit sekali pemberontakan terhadap rezim yang berkuasa
dilakukan. Paling-paling jika terjadi pemberontakan orangnya langsung hilang atau
bahkan tidak segan-segan dilenyapkan nyawanya.
Rezim Soeharto sangat represif dan otoriter,
kekuatan militer menjadi senjata ampuh dalam mempertahankan kekuasaan yang
dipimpinnya. Maka ketika mahasiswa mampu menggalang kekuatan yang besar dan
menumbangkan rezim Soeharto, tepuk tangan bersorak-sorai di mana-mana. Tanda
kemajuan bagi bangsa Indonesia sudah terbuka. Tinggal bagaimana kita mengolah
kebebasan ini melanjutkan perjuangan yang dilakukan para mahasiswa 1998.
Nyatanya, sampai saat ini reformasi yang kita
lakukan tidak membuahkan hasil maksimal. Bahkan yang lebih sering terjadi
kekacauan yang semakin parah. Korupsi semakin marak, kekerasan dari beragam
mudusnya mudah terjadi, kemiskinan semakin parah, hukum diperjualbelikan, dan
kebebasan pers semakin memperkeruh persoalan.
Harapan-harapan yang semula begitu besar
semakin redup melihat kenyataannya kehadiran Era Reformasi membuat negara kacau
balau. Kebebasan yang terjadi melampaui etika kepatutan yang tertuang dalam
Pancasila dan UUD1945. Bahkan tidak jarang kebebasan yang ada banyak dikebiri
oleh kepentingan elite politik, sehingga kehadiran Era Reformasi hanya
memunculkan politikus-politikus busuk yang tak bertanggung jawab.
Mestinya kebebasan yang kita miliki semakin
menanusiakan manusia, dengan terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Karena tidak
lain, perjuangan yang dilakukan mahasiswa tahun 1998 hanya untuk terciptanya
kesejahteraan bangsa Indonesia. Bukan untuk membebaskan para elite korup
mengeruk kekayaan negara sebesar-besarnya, sehingga nasib rakyat kecil semakin
terpuruk. Sangat disayangkan, jika perjuangan mahasiswa yang melelahkan, bahkan
mengorbankan nyawa hanya menghasilkan kesia-siaan, bahkan lebih banyak
dinikmati para koruptor. Perjuangan mahasiswa tahun 1998 merupakan pengorbanan
besar yang tak ternilai. Hanya saja pengorbanan tersebut sering disalahgunakan
oleh anak-anak bangsa, termasuk mahasiswa sendiri saat ini.
Mahasiswa sebagai penerus reformasi 1998
mestinya tidak apatis dengan realitas kebangsaan yang kita hadapi saat ini.
Sekarang mahasiswa banyak terjebak pada gaya hedonisme dan materialisme,
paling-paling jika melakukan gerakan banyak yang dibayang-bayangi elite
politik. Sangat sulit menemukan gerakan-gerakan mahasiswa yang murni untuk
kepetingan bangsa Indonesia.
Yang sangat kita risaukan, gerakan-gerakan
mahasiswa banyak yang anarkistis, tidak jarang pula dengan sesama mahasiswa
yang berbeda organisasi ekstra sering terlibat bentrok, lantaran egoisme yang
besar tanpa didasari semangat nasionalisme dan persatuan seperti ditegaskan
dalam Sumpah Pemuda.
Lebih tepatnya lagi, semangat pergerakan
reformasi mahasiswa terputus di tahun 1998. Perjuangan mahasiswa setelahnya
tidak jelas arah perjuangannya, pergerakan yang dilakukan sering memunculkan
persoalan baru, seperti anarkisme, kemacetan, kerusakan fasilitas negara dan
beragam bentuk dampak buruk lainnya yang mestinya tidak dilakukan oleh seorang
mahasiswa yang menyandang gelar agent of
change, agent of control, iron stock dan avant garde.
Kebanggaan julukan ini mestinya semakin
memantapkan mahasiswa dalam menjalankan arah pergerakannya sehingga perjuangan
yang dilakukan membuahkan hasil yang maksimal. Tidak seperti yang terjadi
akhir-kahir ini, pergerakan yang dilakukan mahasiswa sulit berhasil atau tidak
didengar oleh elite pemerintah.
Ini karena gerakan mahasiswa kurang
terkoordinasi dengan baik, semangat kebersamaan juga tidak ada, atau lebih
parahnya perjuangan yang dilakukan mahasiswa banyak digerakkan oleh elite
politik.
Tanggung jawab reformasi secara berkesinambungan
berada di tangan mahasiswa sebagai kontrol sosial terhadap perjalanan reformasi
yang kita buka 21 Mei 1998 lalu. Tanggung jawab ini sejalan dengan peran
mahasiswa sebgai agent of control dalam masyarakat.
Artinya, jika perjalanan reformasi yang kita
hadapi saat ini sudah menyimpang dari misi utama penyejahteraan masyarakat,
mahasiswa harus berada di garda depan menyuarakan kembali secara lantang
perjuangan yang dilakukan mahasiswa tahun 1998. Perjuangan reformasi 1998
sampai hari ini harus selalu disuarakan, agar para elite pemerintah dan
masyarakat secara umum sadar peran serta fungsi masing-masing, sehingga dapat
bergerak secara simultan untuk merealisasikan tujuan reformasi, yakni
terwujudanya Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur.
Sekarang kita tinggal menjalankan amanat
reformasi 1998, sebuah pekerjaan besar yang harus senantiasa kita perjuangkan
bersama. Dengan demikian, reformasi tidak berdampak buruk seperti yang terjadi
saat ini, di mana reformasi dengan kebebasan liberal meunculkan kekacauan bagi
kehidupan berbangsa benegara.
Kebebasan harus tetap kita tempatkan dalam
proporsi yang benar, demi kepentingan bersama bangsa Indonesia. Nilai-nilai
ideal kehidupan berbangsa bernegara yang tertera dalam Pancasila dan UUD 1945
harus senantiasa menjadi spirit kita dalam menjalakan reformasi, agar kebebasan
yang kita jalankan bermakna bagi kebaikan bersama bangsa Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar