Merumuskan
Kepentingan Indonesia di Laut
Rosihan
Arsyad ; Pemimpin
Umum Sinar Harapan;
Purnawirawan Laksamana Muda TNI AL
SUMBER
: SINAR
HARAPAN, 24 Mei 2012
Sebagai negara kelautan terbesar di dunia,
Indonesia ditebari 13.500 pulau, besar dan kecil, panjang pantainya 3.000 mil
laut dari Merauke sampai Sabang, kedua terpanjang di dunia. Selain itu, posisi
Indonesia sangat strategis, pada persilangan dua benua dan dua samudra.
Dengan yurisdiksi kita di laut seluas 5.8
juta km2, seharusnya bangsa Indonesia menjadikan urat nadi kehidupan, dan
mengaitkan kehidupannya secara erat dengan kenyataan geografi dan bentuk fisik
wilayahnya.
Para pemimpin Sriwijaya dan Majapahit paham
visi maritim itu, sehingga mereka memanfaatkannya untuk mengembangkan pengaruh
politik kerajaan mereka hingga wilayah Asia Tenggara. Para pemimpinnya sadar
laut selain pengikat kesatuan wilayah dan sumber kehidupan, juga sebagai media
perhubungan, sebagai wilayah pertahanan, dan faktor utama dalam menentukan
postur dan strategi pertahanan. Sayangnya, wawasan kemaritiman tersebut kini
sirna.
Rencana Kontingensi
Dengan posisi geografi yang sangat strategis,
kepentingan Indonesia di laut seharusnya diutamakan dalam menetapkan kebijakan
nasional. Prinsip dasar dalam menetapkan kebijakan dan kepentingan nasional
adalah integritas wilayah, kebebasan politik luar negeri, dan kesejahteraan
rakyat. Dengan begitu, negara wajib melindungi penduduk, wilayah, dan institusi
kenegaraan dari berbagai ancaman.
Dari identifikasi pentingan nasional itu,
seyogianya kebijakan keamanan nasional mencakup tiga komponen utama, yaitu:
strategi ekonomi, hubungan luar negeri atau strategi diplomasi, dan strategi militer.
Khusus untuk strategi keamanan, sampai hari ini tidaklah jelas, yang berujung
pula pada ketidakjelasan strategi militer Indonesia.
Padahal, prioritas tertinggi bagi bangsa dan
negara Indonesia adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan negara, dan terjaminnya
kelangsungan pembangunan ekonomi bagi kemakmuran rakyat. Hal itu diamanatkan
dalam pembukaan UUD 1945.
Indonesia pada dasarnya cinta damai dan tanpa
ambisi teritorial. Kita mau wilayah Asia aman, di mana aturan-aturan
internasional ditegakkan, sehingga tercapai kesejahteraan bersama. Tak salah
kalau Indonesia aktif memelihara kerja sama strategis dan keamanan regional
melalui kerja sama bilateral, multilateral, dan internasional.
Namun, masalahnya, banyak pulau terdepan
kita, misalnya di laut Natuna dan Sulawesi, perbatasannya belum ditetapkan,
sehingga terbuka potensi sengketa dengan para tetangga. Oleh karena itu,
rencana kontingensi harus ada demi menjaga integritas territorial laut dan
pantainya.
Amanat Konstitusi
Sebagai negara yang ekonominya terus
berkembang, kelangsungan pembangunan kita akan semakin bergantung pada
perhubungan dan ketersediaan energi, serta pada sumber daya di laut dan di
bawah laut. Dengan memperhatikan semua aspirasi tersebut, kepentingan utama
kita di laut adalah menjamin keamanan nasional dan integritas wilayah, dan
memberikan perlindungan terhadap gangguan dari luar, agar semua kegiatan
pembangunan nasional dapat terlaksana dalam suasana yang aman dan damai.
Bab I Pasal 1 Ayat 5 UU No 34 Tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia menyatakan bahwa pertahanan negara adalah
segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun
dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Untuk itu, menjadi kewajiban bagi untuk
menjaga kepentingan maritimnya dalam segala situasi. Karenanya, kebijakan
kelautan nasional berkaitan dengan keamanan haruslah meliputi empat wilayah
utama, yaitu operasi militer dalam perang, diplomasi, keamanan dan keselamatan
laut, serta operasi militer bukan perang.
Amankan Perdagangan
Indonesia saat ini membutuhkan penyediaan
energi secara intensif untuk pembangunan. Padahal, kita sekarang net oil
importer, dan diperkirakan pada 2050 kita harus mengimpor seluruh kebutuhan
minyak mentah, walaupun masih menjadi pengekspor gas, terutama ke Asia Timur.
Dengan demikian, menjadi sangat penting
pengamanan proses ekspor dan impor energi itu. Sudah sepatutnya kita
mengarahkan investasi yang besar bagi pembangunan kekuatan maritim. Demikian
pun di sektor perdagangan, potensinya besar sekali.
Pada 2007, ekspor kita mencapai US$ 114,1
miliar, yang merupakan nilai dari 342, 8 juta ton barang. Sementara itu, sampai
April 2008, Indonesia mengimpor US$ 41,4 miliar, atau setara 35,1 juta ton
komoditas. Angka-angka itu kini telah berlipat dua, dan jelaslah betapa
pentingnya angkutan dan pengamanan laut.
Sisi lain dari laut yang akan menjadi sumber
pertikaian pada masa depan adalah sumber daya bawah laut. Hal itu tak lain
karena Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia terbentang seluas 2,4 juta km2, dan di
situ tersimpan potensi ekonomi untuk mengangkat Indonesia ke luar dari keterpurukan.
Ke Mana Asas “Cabotage”?
Secara relatif, armada kapal nasional
Indonesia dilihat dari volume hanyalah kurang dari 1 persen dari tonase
perkapalan dunia, dan hanya mengangkat sekitar 10 persen perdagangan luar
negeri dan 60 persen perdagangan dalam negeri. Akan tetapi, secara absolut,
perkembangan armada niaga Indonesia yang terdiri dari lebih 300 kapal besar dan
kecil cukup signifikan.
Dengan begitu, pengaturan keselamatan dan
keamanan pelabuhan, dan alur pelayaran yang dilalui, merupakan hal penting.
Misalnya, pada 2005, ada lebih dari 335.000 kunjungan kapal pada 25 pelabuhan
strategis Indonesia, membawa muatan 552.800.000 ton komoditas, dan terjadi
lebih dari 775.781 kunjungan kapal di seluruh pelabuhan di Indonesia,
mengangkat 909. 546. 000 ton komoditas.
Dominasi kapal asing, baik untuk angkutan
laut internasional maupun dalam negeri, mengakibatkan industri angkutan laut
Indonesia terhambat. Jadi, kita patut bertanya: seberapa jauh penerapan asas
cabotage? Seberapa jauh pemberlakuan ketentuan Free-on-Board (FOB) untuk
perdagangan ekspor atau Cost-and-Freight (CnF) untuk impor? Mengapa hampir
seluruh pelabuhan Indonesia begitu terbuka sehingga kapal-kapal asing mudah
singgah?
Selain itu, praktik monopoli di pelabuhan
Indonesia telah menjadi hambatan bagi pengembangan pelabuhan dan infrastruktur
pelabuhan.
Sejauh ini, Indonesia telah menerbitkan
Undang-Undang No 17 tentang Pelayaran pada 7 Mei, 2008. Di situ ditegaskan
pelaksanaan prinsip cabotage dan kepemilikan kapal, sebuah proses yang perlu
dikawal masyarakat maritim Indonesia. Diharapkan aturan mengenai pelayanan
pelayaran akan memberi dasar bagi perlakuan yang seimbang dan wajar bagi
pemilik kapal di Indonesia dalam melaksanakan usahanya.
Menurut UU Pelayaran 2008, setelah tiga tahun
diterbitkannya undang-undang, angkutan laut dalam negeri seharusnya akan
sepenuhnya menggunakan kapal berbendera Indonesia. Undang-undang yang baru ini
juga mencakup agunan kapal. Diharapkan institusi keuangan juga memberi
kepastian bagi dunia pelayaran dengan menyiapkan dukungan keuangan untuk
penambahan armada kapal.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan untuk
menjaga kepentingan nasional di laut harus diambil sejumlah langkah berikut:
Pertama, siapkan kemampuan untuk menggunakan
kekuatan militer sebagai penangkal setiap ancaman terhadap wilayah kita,
termasuk wilayah laut.
Kedua, siapkan kemampuan memproyeksikan
pengaruhnya pada wilayah laut vital strategis, demi mendukung tujuan nasional,
politik, ekonomi, dan keamanan.
Ketiga, siapkan kemampuan
penegakan kedaulatan dan hukum di laut dan menjamin keteraturan dan stabilitas
dalam yurisdiksi kita.
Keempat, siapkan kemampuan bantuan maritim,
termasuk penanggulangan bencana dan operasi SAR, di wilayah maritim yang
menjadi tanggung jawabnya.
Kelima, ambil langkah untuk menggunakan laut
baik sebagai ruang dalam mendukung transportasi maupun memanfaatkan isinya
sebagai sumber daya kelautan hayati, nabati maupun mineral, dan energi demi
kemakmuran masyarakat.
Keenam, memanfaatkan posisi strategis
Indonesia dalam perdagangan dunia untuk mengambil manfaat bagi penyiapan
pelabuhan berkelas dunia serta fasilitas pelayanan jasa yang berhubungan dengan
hal tersebut. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar