“Trillions
Rupiah Men”
Budiarto Shambazy, WARTAWAN
SENIOR KOMPAS
Sumber
: KOMPAS, 14 Januari 2012
Setelah dua babak Pilpres Republik, Kaukus
Iowa dan pemilihan awal New Hampshire, Mitt Romney diperkirakan akan memenangi
nominasi. Jumlah delegasi yang direbut lima calon presiden lain (Ron Paul, Rick
Santorum, Newt Gingrich, John Huntsman, dan Rick Perry) terpaut jauh.
Romney masih mungkin disusul karena jumlah
delegasi yang diperebutkan belum sampai 1 persen dari total 2.380 delegasi.
Apalagi, persaingan memang cenderung labil sejak medio 2011.
Sebut saja Michele Bachmann, satu-satunya
perempuan yang memenangi straw
poll Agustus 2011 di rumahnya sendiri di Iowa. Namun, saat kaukus, Bachmann
gagal total dan langsung mundur.
Atau, Herman Cain, satu-satunya calon kulit
hitam. Ia menjulang sebelum Kaukus Iowa, tetapi terpuruk karena rumor skandal
seksual yang membuatnya mengibarkan bendera putih tanda menyerah.
Itu yang membedakan Romney dengan
capres-capres lain karena lebih menang di dua babak awal. Menurut jajak
pendapat sementara, Romney juga akan memenangi babak ketiga pemilihan di Negara
Bagian South Carolina, 21 Januari.
Ibarat makanan, Romney adalah menu yang sudah
diketahui pengunjung restoran. Ia sudah ikut kontes pada 2008, tapi dikalahkan
John McCain.
Mungkinkah Romney mengalahkan satu-satunya
calon Demokrat, Presiden Barack Obama? Menurut jajak pendapat Quinnipiac
University yang dirilis dua hari lalu, Romney bisa merebut suara 46 persen
dibandingkan dengan Obama 43 persen.
Hasil Pilpres 2012 akan sangat ditentukan
oleh kondisi ekonomi yang masih krisis. Andaikan mampu memaksimalkan isu-isu
yang berkaitan dengan krisis ekonomi, Romney bisa menang tipis.
Posisi Romney menguntungkan karena dia
pengusaha besar sekaligus berpengalaman sebagai gubernur. Seperti halnya Obama,
ia juga lulusan Harvard University yang bergengsi itu.
Tak mudah mengalahkan Obama karena pemicu
krisis adalah Presiden George W Bush yang mengabaikan parahnya pasar kredit
yang diawali krisis KPR (subprime
mortgage). Justru Obama yang membenahi krisis sehingga ekonomi perlahan-lahan
membaik.
Setidaknya tingkat pengangguran turun jadi
8,5 persen, angka terendah sejak Januari 2008. Jumlah penganggur masih sekitar
13 juta jiwa, tetapi lowongan yang tercipta mencapai 2,54 juta dari total job
lost 8,7 juta sejak 2008.
Strategi kampanye Obama akan difokuskan pada
keengganan Kongres, yang dikuasai Republik, menyepakati berbagai prakarsa
prorakyat yang digulirkan Gedung Putih. Nyatanya tingkat popularitas Obama
masih berkisar di angka 40 persen, hampir dua kali lipat dari popularitas Kongres.
Terlebih lagi Obama sukses memaksa Kongres
menyetujui jaminan kesehatan yang populer disebut ObamaCare. Ini prestasi
fenomenal yang tak pernah dicapai presiden-presiden lain yang akan menyediakan
pelayanan kesehatan terjangkau bagi lebih dari 60 persen rakyat.
Republik menganggap ObamaCare menyimpang
karena bentuk dari redistribusi kekayaan yang bertentangan dengan kapitalisme.
Obama dianggap telah menyeret AS jadi negara sosialis seperti di Eropa karena
pajak dialihkan ke ObamaCare.
Padahal, anggaran tetap defisit dan utang
semakin membumbung. Ekspansi pemerintah (big
government) oleh Republik yang pro-small
government oleh Obama dinilai sudah keterlaluan.
Pendek kata, Obama dianggap ”kiri” (liberal)
yang didukung mainstream
media. Menjadi tugas mulia kaum ”kanan” (konservatif) segera menyingkirkan dia
dari Gedung Putih.
Salah satu tokoh yang dapat membantu Obama
kembali terpilih adalah Menlu Hillary Clinton, yang kini jadi politisi
terpopuler dengan approval
job mencapai 65 persen. Andai Hillary mau menjadi cawapres Obama, dengan
iming-iming dijadikan sebagai capres tahun 2016, Obama diramalkan akan menang.
Seperti tahun 2008, Obama kembali akan
memecahkan rekor dana kampanye. Kali ini dana kampanye diperkirakan akan
menembus 1 miliar dollar AS.
Selama kuartal pertama 2011, Obama
mengumpulkan 68 juta dollar AS. Jika digabungkan dengan dana partai, angka itu
jadi 254 juta dollar AS—bandingkan dengan Republik yang 194 juta dollar AS.
Politik di AS perlu dana besar sekali,
terutama untuk iklan di televisi yang tarifnya bisa mencapai 0,5 juta dollar AS
per tayangan. Karena itu, berlaku pemeo ”kalau mau jadi presiden, Anda harus
jadi orang kaya dulu”.
Berbeda kontras dengan di negeri ini, berlaku
pemeo ”kalau mau kaya, Anda harus jadi presiden dulu”. Untuk menjadi capres,
Anda perlu dana yang dikumpulkan oleh sekutu-sekutu Anda.
Sekutu-sekutu itulah yang jadi investor yang
akan menuntut imbalan jika Anda menang. Anda praktis sudah disandera
sekutu-sekutu itu ketika mencalonkan diri jadi capres.
Dari mana sekutu-sekutu itu mendapat dana?
Itu urusan yang Anda kurang perlu telusuri karena duit di negeri ini tidak akan
mau buka mulut walau KPK atau PPATK coba menelusurinya.
Lalu, dari mana Anda menyediakan imbalan dana
untuk sekutu-sekutu itu? Anda cukup memberikan mereka proyek atau anggaran
tanpa tender dan konsesi migas atau tambang.
Capres-capres seperti Obama, Romney, Paul,
Santorum, Gingrich, Perry, dan Huntsman bermodal dana dari hasil keringat
mereka. Romney dan Huntsman jelas miliarder.
Obama ”One Billion Dollar Man” capres yang
dapat sumbangan dari jutaan warga yang dengan sukarela mendukung dia. Rakyat
cuma minta imbalan dia kerja serius memperbaiki ekonomi.
Kalau di negeri ini banyak capres ”Trillions
Rupiah Men” yang menyiapkan dana triliunan rupiah. Jangan tanya asal dana dari
mana ya? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar