Tidak
Sekadar Rekening Gendut
Susidarto, PRAKTISI PERBANKAN, PEGIAT INDEPENDEN ANTIKORUPSI
Sumber
: SUARA KARYA, 11 Januari 2012
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali
melansir temuan menggelegar. Melalui Wakil Ketuanya, Agus Santoso, PPATK,
baru-baru ini mengemukakan adanya beberapa orang pegawai negeri sipil (PNS)
muda golongan IIIB, ternyata sudah memiliki rekening berbilang miliaran rupiah.
Temuan ini setidaknya menambah daftar panjang dari berbagai rentetan temuan
rekening gendut (mencurigakan) milik perwira tinggi Polri, rekening gendut
anggota DPR serta rekening gendut para birokrat lainnya.
Sebelum rekening gendut PNS muda menjadi bahan pergunjingan,
Kementerian Keuangan sebelumnya sudah menemukan dan menutup sebanyak 6.900
rekening liar senilai kurang lebih Rp 7 triliun dari 34 ribu rekening liar yang
dicurigai. Rekening ini berkeliaran di seluruh perbankan di Tanah Air, dan
melalui PPATK, rekening ini berhasil ditelusuri dan dilaporkan kepada pihak
berwajib. Kini, kita menunggu action tindak lanjut dari petinggi negeri ini
untuk segera mengusut tuntas dan mencari metoda cerdas untuk memberangus praktik
pencucian uang semacam ini.
Jika kita mau berpikir lebih jauh lagi, maka yang gendut dari
seorang birokrat muda tidak hanya rekeningnya di bank yang berbilang miliaran
rupiah, namun juga gendut kendaraannya (mobil mewah), gendut property-nya
(rumah atau real estate mewahnya), gendut perhiasannya (emas batangan dan
berlian dalam jumlah melimpah), serta gendut investasinya (beragam dan bermacam
bentuk investasinya). Sayangnya, yang selama ini tertangkap adalah rekening
gendut atau tambun, karena yang paling rajin melaporkan ke PPATK adalah pihak
perbankan, sementara penyedia jasa keuangan (PJK) bank maupun nonbank, masih
sangat langka.
Padahal, jika semua PJK melaporkan clien atau pelanggan atau
nasabahnya, maka ruang gerak para pencuci uang ini akan semakin sempit. Sebab,
rekening di bank sebenarnya merupakan sisa dari proses pencucian uang tersebut.
Harta yang dicuci dalam bentuk lain, biasanya cenderung lebih besar. Misalnya,
yang dibelikan dalam bentuk rumah dan tanah, berbagai perhiasan berkelas atas,
mobil mewah, ataupun berbagai bentuk investasi keuangan maupun barang lainnya.
Para pencuci uang ini biasanya mencoba mengaburkan dana-dana ilegal hasil
korupsinya dalam bentuk barang yang sulit untuk dilacak dan diendus
keberadaannya.
Oleh sebab itu, untuk memberangus praktik pencucian uang semacam
itu, tidak bisa sekadar mengandalkan laporan dari PJK semacam perbankan, namun
semua pihak yang memberikan jasa dan menjual barang kepada para koruptor harus
segera melaporkan diri, seperti lawyer, notaris (pejabat pembuat akta
tanah/PPAT), serta penasihat keuangan, yang selama ini mungkin memiliki klien
yang memiliki dana tidak wajar karena keluar dari profil nasabahnya. Namun, di
sinilah muncul dilema, yakni ketakutan kehilangan nasabah potensialnya.
Padahal, menurut UU TPPU, setiap pelapor terlindungi secara hukum.
Oleh sebab itu, penelusuran KPK harus komprehensif, tidak berhenti
pada persoalan rekening gendut semata. Sebab, di balik rekening gendut pasti
ada simpanan harta ilegal lainnya yang jauh lebih besar. Rekening gendut
hanyalah puncak dari sebuah gunung es, di mana di dalamnya sangatlah besar
dibandingkan dengan permukaan yang terlihat kasat mata. Artinya, dibalik
rekening gendut birokrat muda, tersimpan maha misteri yang demikian besarnya,
baik menyangkut harta ilegalnya maupun kejadian yang di baliknya. Artinya, para
birokrat muda hanya pion yang dipakai oleh para seniornya yang memiliki harta
yang jauh lebih banyak.
Fakta semacam inilah yang perlu diungkapkan lebih jauh lagi,
sehingga pemahaman yang komprehensif terhadap persoalan ini akan semakin utuh.
Bahwa rekening gendut adalah indikasi awal, yang perlu diungkapkan lebih jauh
karena di dalamnya memang memiliki kompleksitas persoalan yang lebih besar.
Miskinkan Koruptor
Dalam konteks ini, masyarakat harus ikut memahami persoalan bahwa
di balik drama kolosal rekening gendut, sejatinya masih ada persoalan yang
lebih rumit, yang juga perlu penyelesaian tersendiri. Bahwa korupsi itu
berlangsung demikian akutnya, hingga menyentuh sumsum dan tulang.
Belum lagi, berbicara tentang harta benda yang dititipkan pada
anak istri, serta saudara lainnya. Ingat, dalam kasus korupsi lainnya, ada
seorang anak setingkat Sekolah Dasar (SD) yang memiliki rekening berbilang
ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Itu menandakan bahwa uang hasil penjarahan
itu sudah diacak sedemikian rupa, sehingga menyulitkan bagi aparat penegak
hukum untuk mendeteksinya. Langkah pengkaburan harta benda semacam ini memang
sengaja dilakukan untuk menyamarkan uang haram hasil tindak pidana tertentu.
Sudah saatnya semua pihak yang terlibat dalam gerakan antikorupsi
nasional mulai bersatu padu secara bersama, memerangi virus korupsi ini. Kalau
itu bisa terjadi, maka ruang gerak para mafia pencuci uang, termasuk para
koruptor akan kehilangan kesempatan, dan jika ditambah dengan hukuman yang
membuat jera, mereka akan kapok melakukannya.
Berbagai bentuk ide cerdas seperti hukuman seumur hidup,
memiskinkan koruptor, terus-menerus memakai borgol dari pakaian koruptor, kebun
(binatang) koruptor, perlu diapresiasi, dan yang aplikabel bisa mulai
diterapkan. Intinya adalah, bagaimana membuat para koruptor jera. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar