Menunggu
Pemerintah Berdaulat
Tjahjo Kumolo,
SEKJEN DPP PDIP,
KETUA FRAKSI PDIP DPR
Sumber
: SUARA MERDEKA, 13 Januari 2012
PEMBATALAN Pasal 214 UU Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, dari keseluruhan sistem
pemilihan anggota legislatif dengan banyak elemen itu, mengiaskan mobil
berkomponen satu merek dengan 18 instrumen terpadu tetapi satu komponennya
diganti merek lain sehingga pasti tersendat-sendat lajunya. Inilah sistem
pemilu yang diselenggarakan tahun 2009.
Namun PDIP harus menjalankan mobil dengan
satu komponen mesin yang diganti itu, dan konsisten melaksanakan paradigma yang
diatur konstitusi kedaulatan pemilih sebagaimana keputusan MK dan kedaulatan
partai sebagaimana UU Pemilu. Sistem distrik ini tidak proporsional dan juga
riskan, mengingat perubahan itu sangat dekat dengan pelaksanaan pemilu.
Implikasinya, biaya politik bagi caleg menjadi sangat tinggi.
Karena itu, pembahasan RUU Pemilu harus
mencermati hal itu. Penulis berpendapat sistem tertutup bisa menjadi pilihan
dengan mendasarkan bukti bahwa proses pemilihan terbuka pada Pemilu 2009
menghasilkan komposisi kelembagaan DPR yang kini dihujat oleh banyak pihak. Publik
pun cenderung menyalahkan parpol terkait dengan proses perekrutan kader.
Mencermati dinamika dari berbagai evaluasi
pemerintahan hasil pilpres secara langsung 2004 dan 2009, masalah estafet
kepemimpinan pada 2014 menjadi poin penting dan agenda strategis semua partai.
Namun bagi PDIP, yang pada 10 Januari 2012 memperingati HUT ke-39, yang
terpenting saat ini adalah bagaimana kembali menyepakati hal-hal yang berkaitan
dengan haluan pemerintahan 2014 melalui proses politik di DPR dan MPR.
Jadi, pileg dan pilpres mendatang seyogianya
lebih menekankan pada kualifikasi pemimpin nasional untuk menakhodai kapal
Indonesia yang begitu besar dan sarat permasalahan. Kata kuncinya adalah
pemimpin itu punya ketegasan mengambil sikap politik dan pemahaman kuat terhadap
ideologi sehingga bisa memberikan arah, memiliki kemampuan teknokrasi sekaligus
komitmen kerakyatan yang kuat.
Biarlah rakyat sendiri yang menentukan
pemimpin tahun 2014 mengingat rakyat adalah hakim tertinggi, dan tiap partai
punya mekanisme untuk merespons harapan rakyat. Berdasarkan berbagai survei,
Megawati masih populer dan mendapat dukungan dari struktur partai. Namun
pencalonannya menunggu momentum yang tepat. Keputusannya pun ada di tangan
Megawati, dan sebagai kader partai ia harus siap.
Gelagat
dan Dinamika
Peringatan Presiden SBY bahwa jangan ada
kegaduhan politik pada 2012, sebenarnya sudah diawali oleh kegaduhan sejak
2009. Puncaknya adalah reshuffle kabinet yang melahirkan kegaduhan
politik birokrasi. Belum lagi beberapa masalah sektoral yang tidak pernah
diselesaikan secara tuntas.
Walaupun SBY sudah memberi warning, kegaduhan
politik dan birokrasi bakal terjadi. Apa pun data telaah strategis intelijen
yang diterima Presiden, indikasi kegaduhan politik dan birokrasi yang berlebih
itu akan mewarnai tahun ini. Bahkan mengecambah hingga Pemilu 2014 jika
pemerintah belum menuntaskan reformasi birokrasi dan menyelesaikan permasalahan
rakyat, yang merupakan salah satu kuncinya.
Tidak tuntasnya reformasi birokrasi dan tidak
terselesaikannya problem kerakyatan merupakan pangkal masalah munculnya
kegaduhan itu. Dalam urusan birokrasi, kita sering melihat ketidakakuratan
penanganan konflik antardepartemen.
Ke depan, untuk menghadapi kegaduhan itu,
pemerintah harus cepat hadir dalam tiap masalah dengan beragam motif itu,
termasuk persoalan kekerasan. Keputusan cepat dan penanganan yang komprehensif
integral harus menjadi kebijakan utama untuk melindungi masyarakat.
Kalau pemerintah tak berani mengambil
keputusan untuk segera bertindak dan cepat melindungi masyarakat, berarti
pemerintah kalah, sementara skenario besar sedang bermain. Pemerintah yang
berdaulat seharusnya tidak boleh kalah dari segala bentuk teror dan kekerasan,
serta berani menindak pembantu dan aparatnya atas kebijakan yang merugikan
masyarakat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar