Retaknya
Dinasti Ibnu Saud
Musthafa Abd Rahman ; Wartawan KOMPAS di Mesir Kairo
|
KOMPAS,
11 November
2017
Manuver yang dilakukan Putra
Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, sulit dipisahkan antara murni langkah
pemberantasan korupsi atau bagian dari pertarungan kekuasaan di Arab Saudi.
Seperti pisau bermata dua, langkahnya bisa jadi melawan korupsi sekaligus
memuluskan jalan ke singgasana.
Logika tersebut sepertinya
sangat masuk akal. Komisi pemberantasan korupsi (KPK) terkesan didirikan
secara dadakan melalui Dekrit Raja Salman, Sabtu (4/11), dan Pangeran
Mohammaed langsung ditunjuk memimpin lembaga anti korupsi itu. Hanya beberapa
saat berselang, Pangeran Mohammed langsung memerintahkan penangkapan 11
pangeran, empat menteri, dan puluhan mantan menteri. Diberitakan, tersangka
korupsi yang ditahan mencapai 201 orang.
Keutuhan dan kekompakan anak
keturunan Ibnu Saud yang dikenal solid selama 85 tahun— sejak negara modern
Arab Saudi didirikan Raja Abdulaziz al-Saud tahun 1932—kini mulai retak.
Keretakan ini juga tidak terlepas dari perubahan zaman yang dihadapi negara
itu.
Jika Arab Saudi tidak segera
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, cepat atau lambat, negara itu bisa
punah atau minimal semakin ketinggalan zaman. Kebetulan Arab Saudi kini juga
sedang menghadapi peralihan generasi penguasa, dari generasi kedua ke
generasi ketiga dari anak keturunan Ibnu Saud.
Raja Salman bin Abdulaziz (82)
akan menjadi generasi kedua terakhir yang memimpin. Jika tidak ada aral
melintang, Pangeran Mohammed (32), putra Raja Salman, akan menjadi raja
pertama dari generasi ketiga.
Sudah lumrah dalam peralihan
generasi penguasa, terjadi gejolak akibat pertarungan memperebutkan kekuasaan
atau pengaruh di lingkaran generasi penerus calon penerima warisan kekuasaan.
Realitas politik inilah yang terjadi di Arab Saudi saat ini.
Akhir Juni lalu, Raja Salman
mencopot Pangeran Mohammed bin Nayef sebagai putra mahkota dan menggantinya
dengan anaknya, Pangeran Mohammed. Tentu, langkah itu memunculkan intrik,
gesekan, dan bahkan resistensi dari sebagian kalangan keluarga Ibnu Saud.
Pecah kongsi
Situasi tersebut dibaca
Pangeran Mohammed. Langkah yang dia lakukan terhadap saudara- saudaranya
melalui KPK saat ini merupakan serangan balik terhadap resistensi tersebut.
Dapat dikata, saat ini sedang terjadi pecah kongsi di dalam keluarga besar
Ibnu Saud. Dengan kongsi yang selama ini tercipta, para anggota keluarga
besar Ibnu Saud menikmati hak-hak istimewa berupa harta melimpah dengan
imbalan mereka tidak mengusik proses suksesi di negara itu.
Terjadinya pecah kongsi itu
menunjukkan, Pangeran Mohammed sudah tidak lagi mengindahkan pakem tradisi
politik di lingkungan keluarga. Ia menggunakan kendaraan KPK yang baru saja
dibentuk untuk menyeret saudara-saudaranya sendiri ke dalam tahanan dengan
tuduhan terlibat korupsi.
Saingan politik terkuat
Pangeran Mohammed saat ini adalah Pangeran Mohammed bin Nayef yang telah
dicopot dari jabatan putra mahkota, Juni lalu. Kedua pangeran itu sama-sama
berasal dari poros “Al-Sudairi Tujuh”.
Poros ini merujuk pada
keturunan Raja Abdulaziz dari salah satu istrinya, Hussa al-Sudairi, yang
melahirkan tujuh putra, di antaranya, Raja Salman (2015-sekarang), Raja Fahd
bin Abdulaziz (1982-2005), dan Putra Mahkota Sultan bin Abdulaziz
(2005-2011), dan Putra Mahkota Pangeran Nayef bin Abdulaziz (2011-2012).
Poros “al-Sudairi Tujuh” dikenal paling berpengaruh di lingkungan keluarga
besar keturunan Raja Abdulaziz.
Pangeran Mohammed bin Salman,
Rabu (8/11), sudah membekukan rekening Pangeran Mohammed bin Nayef, yang
bahkan konon dikenakan tahanan rumah sejak dicopot dari jabatan putra
mahkota. Harian Al Quds al Arabi mengungkapkan, anggota keluarga dekat mantan
Menteri Pertahanan Pangeran Sultan bin Abdulaziz—juga dari poros “Al-Sudairi
Tujuh”—juga ditangkap.
Jika Pangeran Mohammed berani
bertindak terhadap pangeran dari poros “Al-Sudairi Tujuh” yang dikenal kuat,
apalagi terhadap para pangeran yang bukan dari poros “Al-Sudairi Tujuh”. Ia tanpa
ragu-ragu menangkap Pangeran Miteb bin Abdullah dan Pangeran Alwaleed bin
Talal.
Pangeran Miteb adalah putra
almarhum Raja Abdullah, saudara tiri Raja Salman. Begitu juga dengan Pangeran
Alwaleed dari poros Al-Talal, yang dikenal sebagai pembangkang semasa
hidupnya. Pangeran Talal sempat mengasingkan diri ke Beirut dan Kairo. Ia
juga menyerukan agar diterapkan sistem monarki konstitusional di Arab Saudi.
Posisi Pangeran Alwaleed kuat
dan terkenal karena suksesnya dalam bisnis hingga menjadi salah satu orang
terkaya di dunia. Namun, di keluarga besar Ibnu Saud, ia bukan dari poros
kuat.
Peran AS
Beredar pula berita bahwa
tewasnya Pangeran Mansour bin Muqrin pekan lalu akibat jatuhnya helikopter
yang ditumpanginya di wilayah Asir, dekat perbatasan dengan Yaman, karena
sengaja ditembak oleh jet tempur Arab Saudi. Pangeran Mansour disinyalir juga
termasuk pangeran yang mengkritisi kewenangan besar Pangeran Mohammed.
Seperti Pangeran Miteb dan Pangeran Alwalees, ia bukan dari poros kuat “Al
Sudairi Tujuh”.
Dinamika di Arab Saudi saat ini
menunjukkan, sayap Al-Salman untuk sementara memenangi pertarungan. Tetapi,
dinamika di negara itu tampaknya belum berakhir dan masih berlanjut. Peran
Amerika Serikat (AS) disebut cukup kuat terhadap kebijakan Pangeran Mohammed.
Sang Putra Mahkota ini dikelilingi beberapa konsultan politik dan ekonomi
dari AS, seperti Boston Consulting Group, McKinsey Group, dan Oliver Wyman
Consulting. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar