Jumat, 03 November 2017

Densus Tipikor untuk Akselerasi Pembangunan

Densus Tipikor untuk Akselerasi Pembangunan
Bambang Soesatyo  ;   Ketua Komisi III DPR RI
                                           SUARA MERDEKA, 02 November 2017



                                                           
DINAMIKA pembangunan yang merata hingga ke pelosok desa harus dikawal dengan kebijakan pengawasan dan kebijakan pengamanan yang maksimal. Sangat jelas bahwa negara dewasa ini butuh peningkatan efektivitas pengawasan sebagai jaminan bahwa ratusan triliun rupiah anggaran pembangunan itu bisa tepat guna dan tepat sasaran. Maka, pemerintah tidak boleh ragu untuk terus merekayasa sistem dan institusi sebagai bagian dari upaya mendapatkan mekanisme pengawasan yang semakin efektif.

Setelah menunda kehadiran dan fungsi Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mabes Polri, kebijakan atau strategi baru apakah yang akan diterapkan negara untuk mengamankan anggaran pembangunan? Pendekatan pengawasan dan pengamanan kebijakan pembangunan nasional tidak mungkin lagi menerapkan pola lama. Harus ada pendekatan baru, karena kebijakan pembangunan nasional telah berubah. Perubahan kebijakan itu pun sangat jelas bagi semua orang karena memang cukup signifikan.

Untuk mewujudkan perimbangan antara pusat dan daerah atau perimbangan antardaerah, pemerintah telah memilih instrumen Transfer Dana ke Daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dengan transfer dana ke daerah, negara berupaya mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah; mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antardaerah, mengurangi kesenjangan layanan publik antardaerah, serta mendanai pelaksanaan otonomi khusus dan keistimewaan daerah.

Sejak 2015, anggaran pembangunan yang dialirkan ke daerah bertambah lagi, dalam upaya meningkatkan pemerataan pembangunan. Presiden Joko Widodo memasukkan instrumen Dana Desa dalam APBN. Pertama kali direalisasikan, jumlah dana desa baru Rp 20,76 triliun. Hingga 2018 mendatang, realisasi jumlah dana desa sudah tiga kali lipat. Transfer daerah dan dana desa harus dipahami sebagai upaya negara mengakselerasi pembangunan di semua wilayah agar ketimpangan pusat dan daerah, kota dan desa, terus diperkecil.

Kesimpulan yang ingin dikedepankan adalah fakta bahwa anggaran pembangunan yang pengelolaannya dipercayakan kepada pemerintah daerah sangatlah besar. Tahun 2018, transfer dana daerah plus dana desa mencapai Rp 766,16 triliun, dengan rinciannya transfer ke daerah Rp 706,1 triliun dan dana desa Rp 60 triliun. Mengacu pada data Kementerian Dalam Negeri per 2017, sebaran transfer dana ke daerah mencakup 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Untuk sebaran dana desa per 2017, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat jumlah desa penerima dana desa sebanyak 74.954 desa. Karena Dana Desa Tahun 2018 tidak naik, jumlah desa penerima dana desa diperkirakan tidak berbeda jauh dari tahun 2017. Kebijakan pembangunan dengan pendekatan populis seperti itu tidak hanya memerlukan peningkatan efektivitas pengawasan, tetapi juga pengamanan.

Jangan Dipolitisasi

Presiden telah memutuskan untuk menunda kehadiran dan fungsi Densus Tipikor yang dirancang oleh Mabes Polri. Konsekuensinya, pendekatan pengawasan dan pengamanan atas anggaran pembangunan masih dengan pola sekarang. Padahal, berdasarkan kalkulasi beban pengawasan dan beban pengamanan, jelas diperlukan pendekatan baru, mencakup kebijakan atau strategi.

Tidak masuk akal jika masih mengandalkan pengawasan dan pengamanan itu pada inspektorat jenderal (Irjen). Mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun lebih tidak masuk akal lagi. Jelajah kerja KPK sangat terbatas, karena tidak punya satuan kerja resmi di semua daerah. Apalagi, selama 15 tahun berkiprah, KPK hanya fokus pada penindakan. Negara nyaris tidak punya sistem pencegahan korupsi. Karena tidak adanya sistem pencegahan, banyak oknum kepala daerah leluasa menyalahgunakan wewenang dan menyalahgunakan anggaran pembangunan.

Kalau semua institusi itu belum efektif mengawasi dan mengamankan anggaran pembangunan, negara tentu tidak boleh diam. Negara harus inovatif merekayasa sistem dan fungsi institusi agar kebijakan pembangunan nasional bisa mencapai tujuan utamanya. Dalam konteks itu, sebagai alat negara, Polri telah berbuat. Polri telah merekayasa institusinya dengan menyiapkan Densus Tipikor. Tidak tanggungtanggung, Densus Tipikor disiapkan untuk mengambil peran besar atas beban pengawasan dan beban pengamanan kebijakan pemerataan pembangunan nasional, yang ditandai oleh besaran dan luasnya sebaran transfer dana daerah dan dana desa.

Pemberantasan dan pencegahan korupsi harus selalu dimaknai semata-mata sebagai kerja penegakan hukum. Demi tertib pembangunan dan tertib hukum itu sendiri, inisiatif pemberantasan dan pencegahan korupsi jangan sekali-kali dipolitisasi. Korupsi yang nyaris membudaya saat ini sudah merusak berbagai tatanan, termasuk sistem nilai. Para koruptor tidak malu-malu lagi memamerkan hasil jarahannya, sementara masyarakat tidak berdaya untuk menyikapinya sekali pun.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar