Resolusi
Pendidikan 2017
Ari Kristianawati ; Guru
SMAN 1 Sragen
|
KOMPAS, 31 Desember
2016
Keputusan
pemerintah yang akan mempertahankan ujian nasional sebagai instrumen evaluasi
pendidikan jenjang pendidikan dasar-menengah memantik kekecewaan di kalangan
penggiat dan pemerhati pendidikan.
Ujian
nasional (UN) dianggap tidak relevan dan tidak memiliki signifikansi
kebermanfaatan bagi peningkatan mutu pendidikan nasional. UN hanya akan
menegaskan kesenjangan mutu pembelajaran dan ketimpangan sarana-prasarana
pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan (pinggiran). UN sejak
tahun 2005 selalu melahirkan praktik kecurangan yang dilakukan oknum guru,
siswa, pengawas, dan pihak ketiga.
Bukan
hanya keputusan UN yang membawa semilir angin kekecewaan, kebijakan full days
school atau sehari penuh di sekolah yang akan dijalankan mulai 2017 akan
menambah berat orientasi pendidikan yang seharusnya berpihak kepada
kepentingan siswa, bukan pemikiran subyektif birokrat pendidikan. Kebijakan
sekolah sehari penuh akan ”merampas” hak siswa untukmengembangkan bakat,
minat, dan potensi di luar jam pembelajaran di sekolah.
Banyak
kebijakan pendidikan di tahun 2016yang tidak sesuai dengan visi transformasi
pendidikan. Kebijakan pendidikan di era Mendikbud Anies Baswedanhanya
terkesan simbolik-kultural tidak menyentuh akar persoalan pendidikan nasional
yang standar mutunya tetap papan bawah di level internasional. Demikian juga
di era Muhadjir Effendy, yang lebih terkesan memolemikkan isu kebijakan
sebelum keputusan final dari pemerintah.
Namun,
nasib Kurikulum 2013 belum jelas apakah akan direvisi total atau dilanjutkan
implementasinya dalam ritual pembelajaran di sekolah. Akhir tahun 2016 jadi
titik balik pengelolaan pendidikan jenjang SMA/SMK. Sebab, mulai Januari 2017
pengelolaan SMA/SMK di tangan pemerintah provinsi sesuai amanat UU No
23/2014.
Alih
kelola SMA/SMK bukan hanya sebatas pendanaan yang bersumber dari dana alokasi
umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) pendidikan dari pemerintah pusat
yang menjadi otoritas pemerintah provinsi. Juga terkait program pengembangan
mutu pendidikan sesuai target kepemimpinan daerah.
Pendidikan
nasional selama 2016 tidak mengalami loncatan kualitas, kecuali hanya
beberapa siswa yang meraih medali emas dalam ”momen” olimpiade pendidikan
tingkat internasional. Indeks kualitas pendidikan nasional masih cukup rendah
dibandingkan negara tetangga. Pendidikan nasional belum mampu mengantarkan
alumnusnya men- jadi komunitas cendekia atau tenaga kerja terampil yang siap
bersaing di pasar kerja mewakili jalur pendidikan vokasional.
Evaluasi menyeluruh
Lantas,
ke manakah arah, orientasi pendidikan tahun 2017?
Pendidikan
tahun 2017 idealnya memiliki resolusi yang terpetakan dan mampu mendorong
peningkatan mutu kualitatif pendidikan nasional. Pertama, penegasan
pemberlakuan Kurikulum 2013 secara menyeluruh di seluruh sekolah
dasar-menengah atau jika ingin pergantian kurikulum harus sesuai kepentingan
semua komponen pemangku kepentingan pendidikan. Kurikulum pendidikan idealnya
mendorong transformasi sosiokultural yang mencerdaskan masyarakat dan
generasi pembelajar.
Kedua,
UN harus dikoreksi dan direvisi metodologi, teknis, dan formatnya sehingga
tak merugikan kepentingan siswa atau guru. UN 2017 jangan menjadi beban bagi
siswa dan menguntungkan jasa bimbingan belajar berorientasi UN. UN melibatkan
guru yang punya otonomi dalam pengajaran untuk membantu merumuskan soal
evaluasi.
Ketiga,
penyelenggaraan sekolah sehari penuh harus diterapkan dengan berlandaskan
aspek kearifan lokal. Ia jangan jadi beban bagi siswa, orangtua siswa, dan
guru. Negara harus bertanggung jawab atas pembiayaan penyelenggaraan program
sekolah sehari penuh. Program itu di daerah pinggiran dan perdesaan perlu
ditangguhkan, menunggu kesiapan infrastruktur pendidikan dari mulai
ketersediaan guru hingga peningkatan kualitas pendidikan di level sekolah.
Tak
kalah penting adalah pemerataan guru di seluruh pelosok Tanah Air. Untuk itu
diperlukan diskresi kebijakan dengan membuka penerimaan CPNS/PNS untuk tenaga
pendidikan yang dikhususkan pada program penyebarluasan tenaga guru.
Penting
juga pemerintah pusat melakukan efisiensi anggaran pendidikan agar tepat
sasaran dan tepat program. Pola pemborosan anggaran pendidikan harus diakhiri
dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program yang dijalankan oleh
birokrat pendidikan. Pendidikan tahun 2017 minimal harus mulai merealisasikan
tanggung jawab negara terhadap jaminan hak sosial-budaya masyarakat dalam
akses pendidikan berkualitas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar