Menghayati
kembali Empat Konsensus Dasar
Muhammad Farid ; Fellow
pada Lembaga Ketahanan Nasional RI
|
MEDIA INDONESIA,
10 November 2016
HARI
ini, 10 November, bertepatan dengan Hari Pahlawan, yang memperingati
perlawanan rakyat Surabaya terhadap tentara Sekutu dibonceng Belanda yang
ingin merestorasi kekuasaan mereka. Perlawanan massal itu meletus pada 10
November 1945 di Surabaya dan peristiwa heroik tersebut tetap dikenang hingga
saat ini. Peristiwa 10 November 1945 pada hakikatnya suatu usaha untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, peristiwa itu dalam
konteks lain dapat dianggap sebagai perjuangan untuk mempertahankan seluruh
nilai yang menjadi jiwa dari Republik Indonesia.
Kini,
71 tahun telah berlalu, heroisme rakyat Surabaya tentu tidak boleh padam.
Akan tetapi, saat ini heroisme tersebut sudah beralih dari perjuangan
bersenjata menjadi perjuangan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan yang
tentunya terdapat pada Empat Konsensus Dasar. Penghormatan terhadap nilai-nilai
keberagaman, demokrasi, keagamaan, serta persatuan dan kesatuan bangsa ialah
wujud dari perjuangan saat ini.
Demo
4 November
Beberapa
hari ini, perhatian dan energi publik seakan terkuras oleh dugaan penistaan
agama yang dituduhkan kepada Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama yang juga merupakan salah satu calon kepala daerah. Dugaan penistaan
agama tersebut bahkan telah memuncak pada demonstrasi massal di Jakarta pada
4 November lalu. Walau melibatkan massa dalam jumlah yang sangat besar,
bahkan ada yang menyebutnya sebagai demonstrasi terbesar sejak 1998,
masyarakat bisa bernapas lega karena demonstrasi berakhir dengan damai.
Memang,
sempat ada percikan keributan di suatu sudut wilayah Ibu Kota pada malam
harinya. Namun, hal itu dapat diminimalkan secara cepat oleh aparat keamanan.
Kemudian teridentifikasi pula bahwa massa yang melakukan keributan tersebut
bukan merupakan bagian dari pedemo. Pemerintah sendiri kemudian merespons
demonstrasi tersebut dengan menjanjikan proses hukum bagi kasus itu.
Peristiwa
itu seakan melecut bangsa Indonesia untuk kembali mengingat, merenungi,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keberagaman, keagamaan, demokrasi,
serta persatuan dan kesatuan bangsa. Secara sadar, para bapak bangsa atau
founding father memasukkan nilai-nilai tersebut ke Empat Konsensus Dasar,
yakni Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI) 1945, NKRI,
serta sesanti Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam
hal ini, NKRI yang kemerdekaannya diperjuangkan para pahlawan dan diproklamasikan
pada 17 Agustus 1945 akan terjamin keutuhannya apabila segenap komponen
bangsa menghormati nilai-nilai keberagaman, keagamaan, demokrasi, serta
persatuan dan kesatuan bangsa yang termaktub dalam Pancasila, UUD NRI 1945,
dan Bhinneka Tunggal Ika.
Tidak
bisa dimungkiri, sesungguhnya peristiwa 4 November lalu merupakan salah satu
dinamika yang terjadi menjelang pemilihan kepala daerah serentak Februari
2017--termasuk DKI Jakarta yang kini telah memasuki masa kampanye. Perlu
diingat bahwa daerah-daerah yang menyelenggarakan pilkada itu, baik pada
wilayah provinsi, kabupaten, maupun kota, merupakan bagian utuh dari NKRI.
Dengan demikian, sudah seharusnya dan sepantasnya apabila suatu implementasi
proses demokrasi harus memperkuat keutuhan NKRI dan tidak mencederai
nilai-nilai keberagaman, keagamaan, dan persatuan bangsa. Aturan main seperti
ini hendaknya diresapi tidak hanya oleh para calon, tetapi juga oleh para
pendukung setiap calon.
Koridor
hukum
Kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak boleh dilepaskan dari Empat Konsensus Dasar
Bangsa tersebut. Ini artinya, selain proses demokrasi tidak boleh mencederai
nilai-nilai yang menjadi bagian dari bangsa Indonesia, warga negara
seyogianya menyadari bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara harus terus
diperjuangkan dan berjalan sesuai dengan koridor Empat Konsensus Dasar
Bangsa.
Dengan
kata lain, warga negara harus sadar bahwa nilai-nilai demokrasi, keberagaman,
keagamaan, serta persatuan dan kesatuan bangsa dikawal aturan-aturan hukum
yang memiliki sumber dari hukum, yaitu UUD NRI 1945. Inilah konstitusi yang
jika diabaikan, keutuhan NKRI akan terganggu dan terancam. Sebagai
konsekuesinya, segenap warga negara harus patuh pada aturan hukum guna
menjamin keberlangsungan NKRI. Dengan tidak ditegakkannya hukum, wibawa
pemerintah akan jatuh dan negara akan terjerembap dalam situasi chaos.
Oleh
karena itu, ada dua hal yang patut diapresiasi dari kejadian pada 4 November
lalu. Pertama, aksi demonstrasi tersebut berlangsung tertib, bahkan sebagian
demonstran seacara sukarela membersihkan sampah-sampah di sekitar lokasi
demonstrasi. Kedua, pemerintah menjanjikan suatu proses hukum yang transparan
untuk menyelesaikan kasus tersebut. Hal itu setidaknya mencerminkan bahwa
secara vertikal, baik rakyat maupun pemerintah masih menghormati proses
hukum.
Tidak
dapat dimungkiri, kemajuan teknologi informasi dan teknologi komunikasi telah
membuat arus informasi masuk ke sela-sela kehidupan masyarakat tanpa dibatasi
ruang dan waktu apalagi sensor terutama melalui media sosial. Di titik
inilah, hukum harus ditegakkan, justru untuk menjamin suatu kebebasan
berbicara yang bertanggung jawab.
Kewaspadaan
nasional
Peristiwa
4 November ataupun peristiwa-peristiwa lain di sekitarnya sebenarnya telah
mengirimkan sebuah sinyal ‘waspada’ kepada bangsa Indonesia. Apa yang terjadi
pada tanggal itu semestinya menyadarkan kembali bangsa Indonesia bahwa jika
tidak ‘waspada’, suatu proses demokrasi ataupun nilai-nilai yang hidup di
tengah-tengah bangsa Indonesia dapat dibelokkan pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab demi kepentingan mereka.
Dengan
kata lain, bangsa Indonesia sudah saatnya memperkuat kewaspadaan nasional
yang tidak lain merupakan kualitas kesiapan dan kesiagaan yang harus dimiliki
bangsa Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini, serta
melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap
NKRI. Lebih dari itu, kewaspadaan nasional merupakan perwujudan kepedulian
dan rasa tanggung jawab bangsa Indonesia terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa
serta NKRI.
Dalam
hal ini, tingkat kewaspadaan nasional sangat bergantung pada kepatuhan
masyarakat dan negara pada aturan hukum, yang sumber tertingginya ada pada
konstitusi UUD NRI 1945. Dihormatinya suatu proses hukum oleh masyarakat
merupakan salah satu bagian dari pemahaman kewaspadaan nasional yang sangat
tepat. Sebaliknya, proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab
pada hakikatnya merupakan salah satu faktor kunci dalam memperkukuh
kewaspadaan nasional.
Tema Hari Pahlawan yang kita peringati hari
ini, Satukan langkah untuk negeri, dapat menjadi momentum terbaik bagi negara
dan masyarakat dengan mewujudkan perannya dalam konteks kekinian untuk terus
memperjuangkan dan mempertahankan keutuhan NKRI. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar