Urbanisasi, dari Masalah Jadi Peluang
Basuki Hadimuljono ; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
|
KOMPAS,
05 November 2015
Urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota merupakan
fenomena tersendiri dalam beberapa dekade belakangan. Kecenderungan ini juga
terjadi di berbagai belahan dunia. Diperkirakan saat ini 50 persen warga
Indonesia tinggal di perkotaan. Ke depan, arus urbanisasi yang cepat
diprediksi akan menyebabkan warga dunia yang tinggal di perkotaan akan
mencapai 70 persen di tahun 2050.
Arus urbanisasi yang begitu cepat dalam jumlah begitu besar,
jika tidak diantisipasi secara arif dari awal, akan menyebabkan sejumlah
persoalan. Terutama pada degradasi kualitas hidup masyarakat perkotaan,
khususnya dari aspek permukiman, ketersediaan air bersih, pasokan energi, dan
lingkungan. Demikian fakta yang terungkap dalam Asia Pacific Regional Meeting (APRM) for Habitat III di Jakarta,
21-22 Oktober 2015.
Kenyataan seperti itulah yang menjadi tantangan para peserta
APRM yang hadir dari 27 negara di kawasan Asia Pasifik sehingga kita bersama
harus berpikir ulang tentang arus urbanisasi. Apakah arus urbanisasi harus
dicegah? Ataukah dibiarkan saja, seraya mencari celah agar dampak negatifnya
bisa dicegah? Atau bagaimana menangani urbanisasi secara berkualitas sehingga
memberikan dampak positif bagi perekonomian dunia?
Daftar pertanyaan itu pula yang jadi bahan perbincangan hangat
dalam pertemuan yang diprakarsai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lewat UN
Habitat selama dua hari di Jakarta, yang melahirkan The Jakarta Declaration for Habitat III. Deklarasi Jakarta itu
diberi judul ”Sustainable Urbanization
to Accelerate Development” (Urbanisasi
Berkelanjutan untuk Mempercepat Pembangunan).
Dalam naskah Deklarasi Jakarta dicantumkan 25 rekomendasi yang
harus ditindaklanjuti oleh semua pemangku kepentingan perkotaan untuk menuju
ide ”New Urban Agenda”. Sebagian besar deklarasi ini berfokus pada pentingnya
kemitraan dan kerja sama, tidak hanya antarkota, tetapi juga antara pemerintah
daerah dan pemerintah pusat, sektor swasta, organisasi-organisasi dan
komunitas yang menjadi bagian di dalam perkotaan.
Urbanisasi
berkualitas
Dari pertemuan APRM for Habitat III, menarik disimak adalah
semangat peserta untuk memaknai urbanisasi secara positif, bahwa urbanisasi
bukanlah semata-mata persoalan perpindahan penduduk pedesaan ke perkotaan.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Tjiptoherijanto (Urbanisasi, Mobilitas dan Perkembangan
Perkotaan di Indonesia, 2008). Menurut dia, dalam ilmu kependudukan,
urbanisasi tidak boleh dimaknai sebagai perpindahan penduduk dari desa ke
kota semata. Perpindahan penduduk desa ke kota hanyalah satu penyebab
terjadinya urbanisasi. Masih ada sejumlah penyebab lain, seperti pertumbuhan
alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, perubahan status wilayah dari
daerah pedesaan jadi daerah perkotaan, dan gaya hidup serta ketersediaan
lapangan kerja.
Proses urbanisasi juga terjadi akibat kebijakan dan peraturan di
daerah perkotaan, terutama bidang ekonomi yang dikembangkan pemerintah kota.
Fasilitas di desa yang kurang memadai, upah rendah, serta tanah di desa yang
semakin tidak subur menyebabkan warga desa mencari penghidupan baru.
Sasarannya tentu saja daerah perkotaan. Akibatnya, konsentrasi penduduk
perkotaan pun makin besar.
Di Indonesia, urbanisasi juga disebabkan faktor momentum,
seperti hari raya, bencana alam, atau momentum lain yang menyebabkan
masyarakat berpikir bahwa membutuhkan kehidupan baru di perkotaan (Saefulloh, Asep Achmad: Urbanisasi,
Kesempatan Kerja dan Kebijakan Ekonomi Terpadu, 2013).
Faktanya, sebagaimana dicatat Badan Pusat Statistik, konsentrasi
penduduk kota dari waktu ke waktu terus meningkat. Tahun 1971, misalnya, dari
119 juta jiwa penduduk, 17,6 juta (14,8 persen)adalah penduduk urban. Sepuluh
tahun kemudian, 1980, penduduk urban menjadi 17,4 persen (25,7 juta jiwa)
dari total 147,5 juta jiwa. Tahun ini, penduduk urban (pemukim perkotaan)
mencapai 136,2 juta jiwa (53,3 persen) dari total 255,5 juta jiwa.
Dari angka-angka di atas, terlihat jelas bahwa arus urbanisasi
tidaklah terbendung. Dampaknya, muncul isu bahwa urbanisasi merupakan salah
satu masalah sosial yang semakin hari semakin serius. Di Indonesia,
urbanisasi telah menimbulkan ketimpangan persebaran penduduk di Pulau Jawa dengan
luar Jawa, yang ujungnya menimbulkan kesenjangan sosial dan lingkungan yang
perlu mendapat perhatian kita semua. Laju urbanisasi yang tidak terbendung
juga bisa sangat mengkhawatirkan manakala kualitas tingkat pendidikan,
keahlian, maupun kesadaran akan lingkungan mereka yang melakukan urbanisasi
masih rendah.
Tantangan ini dipecahkan dengan mengembangkan pulau-pulau di
luar Jawa, melalui pusat- pusat pengembangan wilayah terpilih serta
mengembangkan seluruh wilayah Indonesia dimulai dari pinggiran menuju pusat.
Implementasi dari kebijakan ini adalah melakukan pembangunan di desa.
Tujuannya agar masyarakat desa tidak pindah ke kota, tapi tetap betah tinggal
di desa.
Kabinet Kerja di bawah kendali Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla pun secara nyata mengimplementasikannya lewat Program
Dana Desa. Tujuannya: menggairahkan desa untuk membangun dirinya sendiri agar
bisa mengimbangi pertumbuhan daerah perkotaan.
Tantangan jadi
peluang
Pandangan bahwa urbanisasi telah menimbulkan masalah sosial dan
ekonomi tentu tidak sepenuhnya keliru. Namun, meski segala langkah telah
dilakukan untuk mencegahnya (di Jakarta, misalnya, dengan program razia KTP),
faktanya arus urbanisasi tetap terjadi. Bahkan, sekalipun perpindahan
penduduk desa ke kota bisa dibatasi, pergerakan arus urbanisasi tetap tidak
terbendung. Dalam beberapa dekade terakhir terjadi urbanisasi dalam
pengertian sebagai pergerakan kehidupan desa yang mengarah ke kehidupan
perkotaan secara besar-besaran.
Pada posisi seperti itu, apa yang terungkap dalam APRM Habitat
III merupakan kenyataan yang tidak terhindarkan. Karena itu, urbanisasi tidak
harus dipandang secara negatif saja. Cara pandang kita terhadap urbanisasi
harus berubah. Kalau dulu urbanisasi dinilai sebagai hal yang perlu dicegah
karena dianggap menimbulkan masalah, sekarang kita harus lebih terbuka.
Bahkan, saatnya kita menjadikan urbanisasi sebagai peluang/kendaraan baru
mobilisasi yang memberikan dampak positif bagi kemajuan bangsa.
Dengan cara pandang baru, urbanisasi adalah kendaraan bagi
mobilisasi sosial dan ekonomi. Karena itu, semua pemangku kepentingan harus
mencari jalan keluar dan mengambil peran positif agar urbanisasi bermakna dan
menjadi berkualitas.
Ada tiga hal yang bisa dilakukan: menegakkan regulasi tentang
rencana tata ruang; memiliki rencana pembiayaan supaya kota bisa membiayai
dirinya sendiri; dan proses perencanaan urbanisasi yang lebih baik. Pada
gilirannya nanti, arus urbanisasi yang berkualitas akan jadi kendaraan bagi
mobilisasi sosial yang memberikan dampak positif.
Mengarahkan urbanisasi berkualitas itu, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai salah satu pemangku kepentingan pun
tidak tinggal diam. PUPR mengambil langkah konkret dari banyak sisi regulasi,
tata ruang/permukiman, prasarana permukiman, dan lain-lain. Sebagai contoh
adalah di bidang layanan air bersih. Dalam kurun 2015-2019, Kementerian PUPR
mencanangkan target universal acces atau dikenal sebagai sasaran 100-0-100.
Artinya, tahun 2019, 100 persen penduduk di negeri ini sudah terlayani akses
air minum aman, mengurangi kawasan kumuh hingga 0 persen, dan 100 persen
penduduk sudah mendapat layanan akses sanitasi yang layak.
Program yang tak mudah terwujud, tapi langkah tersebut harus
dimulai. Saat ini, untuk cakupan akses sanitasi di Indonesia baru mencapai 62
persen. Ada kekurangan 38 persen yang harus dipenuhi. Padahal, kemampuan
rata-rata peningkatan cakupan sanitasi baru 8 persen per tahun. Tentu, perlu
langkah terobosan, selain dari sisi pendanaan, juga penyadaran masyarakat
akan arti penting universal acces
tersebut.
Langkah lain yang juga terus dipertahankan adalah perbaikan dan
intensifikasi pemberdayaan masyarakat pedesaan dengan prioritas utama
kewirausahaan dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Sejalan dengan itu,
pembangunan desa yang mengarah ke perkotaan telah disiapkan dengan standar
maksimum. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar