Menembus Batas
Komaruddin Hidayat ;
Guru Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN
SINDO, 13 November 2015
Di mana batas akhir
perjalanan manusia? Dari sisi kapasitas intelektualnya menurut neurosains,
capaian manusia saat ini belum seberapa. Potensi intelektual rata-rata
manusia belum sampai 5% yang digunakan.
Jadi, kita yang hidup
hari ini sulit membayangkan inovasi sains dan teknologi di masa depan yang
semua itu akan memengaruhi pola hidup manusia. Dengan ditemukannya teknologi
internet dan telepon seluler saja moda kerja, jejaring sosial, dan metode
belajar serta relasi sosial sudah berubah drastis, tak terbayangkan oleh
generasi orang tua yang lahir prakemerdekaan.
Pertanyaan tentang
batas akhir perjalanan manusia akan semakin sulit dipahami kalau dialamatkan
pada perjalanan rohani. Bagi orang yang beriman, kehidupan ini tak akan
berakhir dengan pisahnya roh dari badan wadak. Jika kita amati, terdapat dua
karakter yang melekat pada manusia, yaitu pertumbuhan dan pengembaraan. Yang
namanya hidup selalu bergerak, tidak statis.
Secara fisik manusia
terkena hukum pertumbuhan layaknya dunia flora. Namun secara intelektual dan
spiritual orang berharap agar semakin tambah usia seseorang tumbuh menjadi
semakin bijak dan bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi lingkungan. Orang yang
tidak produktif sungguh merugi dan menyia-nyiakan fasilitas umurnya.
Bagi seorang sopir
taksi, umur itu bagaikan argometer yang selalu bergerak. Jika argometer
berjalan, tetapi tidak mendapatkan penumpang, dia akan merugi karena tidak
mencapai target setoran. Dia telah mengeluarkan bahan bakar, waktu, dan
tenaga, tetapi tidak produktif. Demikianlah, sering kali tak disadari bahwa
kita telah terpenjara oleh kemalasan, kebodohan, dan kebutaan dalam membaca
dan memahami kehidupan.
Hidup menjadi rutin
dan tumpul. Dunia menjadi penjara yang menahan pertumbuhan dan perjalanan
lebih lanjut, menembus batasbatas yang kita ciptakan sendiri. Meminjam bahasa
Taufik Ismail, kita hidup dalam kotak, lalu sibuk membuat kotak-kotak yang
semakin kecil lagi sampai kita tidak bisa bergerak karena terjepit oleh kotak
terkecil yang kita ciptakan sendiri.
Alquran mengingatkan,
Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum kecuali mereka mengubah terlebih
dahulu mindset mereka. Mengubah jiwa dan mental mereka sendiri. Baik secara
individual maupun kelompok dan generasional, sejarah manusia selalu memiliki
agenda menembus batas. Dalam bahasa akademis disebut riset, terdiri atas dua
kata re dan search .
Mencari dan mencari
kembali agar batas pengalaman, pengetahuan, dankeilmuan senantiasa melebar.
Dan ini dilakukan sambung-menyambung dari generasi ke generasi untuk
memperluas dunia manusia. Ibarat ulat yang bergulat untuk bermetamorfosis
menjadi kupu-kupu agar bisa terbang menikmati indahnya taman yang luas.
Setiap manusia dan
masyarakat selalu dibatasi geraknya oleh garis perbatasan (boundary), oleh batasan fisik, bahasa,
dan tradisi. Teknologi internet telah merobohkan tembok perbatasan ini.
Masyarakat modern telah menciptakan benua yang keenam, yaitu benua maya,
dunia simbolik (virtual world) yang
dihubungkan oleh internet yang memfasilitasi warganya berkomunikasi dengan
simbol kata dan gambar.
Di dunia yang baru ini
komunikasi warganya tidak bisa dihalangi oleh sekat-sekat negara, etnis,
budaya, dan agama. Mereka bebas mengemukakan imajinasinya. Di dunia virtual,
orang bebas berbicara, berdiskusi, dan berdebat tanpa kehadiran fisik. Ide
dan gagasan apa pun mesti siap diuji, dipuji, dan dicaci sekalipun itu
merupakan pemikiran keagamaan.
Di dunia virtual akan
dijumpai ribuan agama dan kepercayaan. Orang pun bebas untuk menerima atau
menolaknya. Bagi mereka yang tak tahan dengan kritik dan cacian, cara
termudah tinggal klik, matikan internetnya atau TV-nya. Mau teriak pun boleh
di kamar sendiri asal tidak mengganggu orang lain atau tetangga.
Sedemikian mudah dan
bebasnya orang melakukan pengembaraan di dunia maya bagaikan berselancar di
lautan informasi tanpa hambatan. Kebebasan ini tentu tidak semahal dan
sesulit kalau kita hendak melihat-lihat negeri dan budaya orang dari dekat
dalam wujudnya yang nyata. Faktor kesehatan, kesempatan, dan finansial mesti
mendukung.
Esai ini pun saya
tulis di airport Istanbul, 7 November 2015 pukul 6 pagi, sambil menunggu
jadwal penerbangan ke Wina dalam rangka berwisata menembus batas geografis
untuk melihat dari dekat negara-negara Eropa Timur. Sejak berangkat dari
Jakarta saya sudah niatkan perjalanan ini merupakan wisata budaya (cultural
tour ) untuk melihat kota-kota tua di Eropa Timur yang tidak semegah dan
seglamor kalau kita jalan-jalan misalnya ke Paris, London, New York,
Frankfurt, Tokyo.
Namun kota-kota bekas
rezim sosialis ini menyimpan monumen sejarah peradaban manusia yang amat
berharga untuk diapresiasi, merekam inovasi dan eksperimentasi politik dan
budaya yang telah memperkaya khazanah peradaban dunia. Menurut Alquran,
semesta dan sejarah manusia merupakan ayat-ayat Tuhan yang mesti dibaca dan
dipahami. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar