Jurus Cepat Kaya
Elvyn Massasya ;
Penulis Kolom “Investasi” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
15 November 2015
Tidak jelas, apakah
karena memang dunia sudah tua atau telah terjadi pergeseran nilai dalam
hidup, hari ini masih ada saja orang-orang yang memiliki pikiran untuk
mengejar kekayaan dengan jalan pintas. Harta dan uang menjadi salah satu
tujuan utama dalam menafsirkan kesuksesan dan pencapaian hidup.
Baiklah, setiap orang
berhak dengan tujuan hidupnya masing- masing. Namun, ketika tujuan hidup itu
bertabrakan dengan norma-norma yang berlaku, sejatinya sama saja dengan
merendahkan derajat dan harkat manusia itu sendiri. Tetapi realitasnya, di
sekitar kita sangat banyak kelompok manusia yang memilih jalan tersebut.
Lantas bagaimana sebaiknya menyikapi semua itu?
Berdasarkan berbagai
studi, faktor lingkungan sangat dominan membentuk perangai sesesorang dan
bahkan bisa mengubah tujuan hidup seseorang. Namun, hal itu bukan tidak bisa
"diatasi". Jika seseorang memiliki latar belakang keluarga yang kuat
dalam tatanan nilai, biasanya tidak akan mudah dipengaruhi lingkungan. Dan
tentu hal itu akan semakin kokoh jika yang bersangkutan juga memiliki
pendidikan memadai yang mengajarkan rasionalitasnya untuk digunakan secara
optimal.
Namun, dalam
realitasnya, semua asumsi itu tidak bisa berjalan dengan baik. Kenapa? Karena
ada situasi yang terus-menerus dihadapi seseorang dalam hidup, dan kemudian
memberi pengaruh terhadap cara berpikir dan lain sebagainya. Kita lihat
kemudian, fenomena mencari jalan pintas untuk cepat kaya tetap saja
berkelindan di sekitar kita. Apakah Anda berhasrat masuk golongan seperti
itu? Atau Anda ingin hiup dengan bermartabat, tetapi bisa menjadi kaya
melalui cara-cara elegan? Itu pilihan.
Tulisan ini akan
memaparkan beberapa situasi kenapa orang-orang ingin menjadi kaya dengan
jalan pintas yang mungkin bisa menjadi referensi bagi Anda untuk direnungkan.
Serakah
Pertama, rasa serakah.
Ketika sifat serakah sudah menghampiri seseorang, itu sama artinya dengan
menggali lubang kubur sendiri. Apa pun yang telah diperolehnya tidak pernah
menimbulkan rasa puas. Selalu ingin lebih dan ingin lebih dari yang sudah
diperoleh. Dan fenomena seperti ini sangat banyak terjadi di pasar modal.
Tatkala seseorang
membeli saham, karena harganya naik, dan terus naik, yang bersangkutan terus
membeli. Hingga suatu saat, harga turun seperti kereta cepat dan anjlok
sedemikian rupa, jatuh di bawah harga beli. Alhasil, yang bersangkutan menuai
rugi besar. Itu masih hal yang biasa. Hal yang lebih menyedihkan ketimbang
itu adalah cukup banyak fenomena di pasar keuangan, ketika seseorang ingin
mendapatkan untung besar, hasil besar, maka menempuh cara hangky pangky.
Menawarkan sogokan
agar mendapatkan bisnis. Untuk apa? Karena si pelaku memiliki hasrat memupuk kekayaan
melampaui kewajaran. Jadi, upaya mendapatkan kekayaan dilakukan dengan
menjual harkatnya sehingga harga dirinya hanya sebesar nol rupiah. Muaranya,
reputasi yang bersangkutan amblas dan kalaupun mendapatkan kekayaan, sifatnya
hanya sesaat. Itulah dampak dari sifat serakah untuk memperkaya diri.
Kedua, mindset. Keterbatasan pengetahuan
merupakan salah satu penyebab kenapa mindset seseorang tertutup atau sulit
membedakan mana hal yang positif dan negatif berdasarkan norma-norma
universal. Apa maksudnya? Jika Anda berada di lingkungan "maling",
maka mencuri menjadi pekerjaan sehari-hari dan menganggap hal tersebut
merupakan cara yang benar. Kok bisa seperti itu? Karena Anda sudah membatasi
diri untuk memasuki kehidupan kelompok masyarakat lain yang berbeda polanya
dengan keseharian pergaulan Anda. Jadi, keterbatasan pergaulan akan membentuk
keterbatasan mindset. Dan ini
mengakibatkan keterbatasan pengetahuan. Horizon hidup menjadi sangat sempit
dan terbatas.
Cara menyiasati
Pertanyaannya,
bagaimana menyiasati keadaan semacam itu? Yang utama adalah ada kemauan.
Kemauan untuk mengakui sifat serakah itu buruk. Jika itu sudah bisa
dilakukan, baru kemudian menyiapkan langkah untuk menempatkan makna kekayaan
sebagai hasil dari proses kehidupan, bukan sebagai tujuan. Lantas bagaimana
menafsirkan bahwa mendapatkan kekayaan merupakan hasil dari proses? Begini.
Jika Anda bekerja
sebagai karyawan/wati suatu perusahaan, yakinkan diri Anda bahwa keberadaan
Anda di situ bukan sekadar untuk mendapatkan imbalan gaji. Namun, lebih dari
itu. Anda memberikan kontribusi kepada perusahaan tempat Anda bekerja.
Implikasinya, jika memberi kontribusi dengan baik, jabatan, tanggung jawab,
dan imbal hasil yang Anda terima akan semakin besar dari waktu ke waktu. Anda
berkarier di perusahaan tersebut. Bukan sekadar bekerja.
Di sisi lain, jika
Anda bekerja sebagai self employee atau berwiraswasta, maka membangun
kepercayaan dari pelanggan merupakan basis keberhasilan usaha Anda.
Kepercayaan hanya akan diperoleh jika Anda memiliki reputasi. Reputasi
didapat jika selama Anda menjalankan usaha dilakukan dengan jujur, dan
dimaknai sebagai "membantu" pelanggan, bukan "mengambil"
dari pelanggan. Mengedepankan prinsip giving
di atas taking adalah jurus untuk
membangun reputasi dan kemudian mendapatkan kepercayaan. Yakinlah, bisnis
yang dijalankan dengan cara taking
hanya akan menuai kesuksesan jangka pendek.
Kesimpulannya, tidak
ada jalan pintas untuk menjadi cepat kaya, baik itu jika bekerja sebagai
karyawan maupun melalui aktivitas bisnis. Demikian juga jika melakukan
investasi. Semuanya merupakan proses yang membutuhkan waktu. Dan proses itu
dimulai dengan membentuk mindset
yang terbuka, yang tidak meletakkan kekayaan sebagai tujuan hidup.
Jika Anda sepakat,
silakan mencoba. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar