Urgensi Evaluasi Sistem Pengamanan Bandara
W Riawan Tjandra ; Pengajar pada
Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
|
KORAN
SINDO, 11 April 2015
Untuk yang kesekian kalinya, berulang kembali tragedi penyusupan
ke dalam pesawat terbang. Aksi Mario Steven Ambarita (21) menyusup ke roda
pesawat Garuda Indonesia pada Selasa (7/4/2015) lalu tak hanya menjadi
sorotan media nasional. Beberapa media internasional menyoroti aksi gilanya.
Media internasional yang menyoroti itu seperti media Inggris, Guardian, yang
memberitakan Mario dengan judul “Indonesian
Man Survives Hour-Long Flight to Jakarta Clinging to Landing Gear“.
Kemudian juga situs berita publik Australia, ABC, yang
menyajikan berita “Indonesian Man
Survives One-Hour Flight Stowed Away in Passenger Jet Wheel Housing“. Tak
ketinggalan situs dari harian ternama Australia, Sydney Morning Herald,
menurunkan berita berjudul “Indonesian
Man Mario Steven Ambarita Rides in Garuda Airliner’s Landing Gear“, Kamis
(9/4/2015).
Kejadian penyusupan pesawat terbang tersebut mengingatkan
kembali publik pada aksi seorang remaja usia 15 tahun di Amerika Serikat.
Menyelinap masuk ke dalam ruang roda pesawat Boeing 767, remaja ini beruntung
bisa selamat mendarat di Mauii, Hawaii. Tak pelak, aksi ini membuat banyak
kalangan mempertanyakan tingkat pengamanan di bandar udara (bandara).
Pengamanan bandara seharusnya mendapatkan tingkat pengamanan
maksimum (maximum security). Sistem
pengamanan bandara adalah upaya gabungan sumber daya manusia, fasilitas dan
materi, serta prosedur dalam suatu rangkaian unsur yang bekerja sama sebagai
pencegahan terhadap penyusupan senjata, bahan peledak, atau bahan-bahan lain
di bandara yang mungkin digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan melawan
hukum sehingga tercapai suatu tujuan yaitu melindungi penerbangan sipil dari
tindakan melawan hukum.
Sebenarnya sejak 2004 telah dikeluarkan kebijakan pengamanan
bandara melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 54 Tahun 2004 tanggal 21
Mei 2004 yang mengatur bahwa setiap penyelenggara bandara dan operator
pesawat udara wajib membuat program pengamanan bandara dan program pengamanan
operator pesawat udara disesuaikan dengan kondisi perkembangan yang
memengaruhi keamanan dan keselamatan penerbangan sipil pada bandara dan
perusahaan angkutan udara dan mengacu pada Program Nasional Pengamanan
Penerbangan Sipil.
Program nasional pengamanan penerbangan sipil bertujuan untuk
melindungi keselamatan, keteraturan, dan efisiensi penerbangan sipil di
Indonesia dengan memberikan perlindungan terhadap penumpang, awak pesawat
udara, para petugas di darat, masyarakat, pesawat udara, dan instalasi di
bandara dari tindakan melawan hukum serta memberikan perlindungan terhadap
operator pesawat udara.
Konsep kewajiban pengamanan bandara tersebut sejalan dengan Annex 17 Chapter 2 General Principles ,
Objectives of Aviation Security yang menyatakan bahwa: “each contracting state shall have as its
primary objective the safety of passenger, crew, ground personnel and the
general public in all matters related to safeguarding against of unlawful
interference with civil aviation”, Maksudnya, setiap negara anggota harus
mempunyai tujuan utama untuk melindungi keamanan penumpang, awak pesawat,
petugas yang beroperasi di darat, dan masyarakat umum dalam segala hal yang
berhubungan dengan pengamanan terhadap tindakan yang melawan hukum pada
penerbangan sipil.
Bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang
berpotensi terjadi di daerah lingkungan kerja bandara dapat berupa: 1)
Ancaman bom, 2) Bencana alam, 3) Demonstrasi / unjuk rasa, 4) Kebakaran, 5)
Pembajakan pesawat udara, 6) Penggelapan/ penyeludupan, 7) Pemerasan, 8)
Pemalsuan/penipuan, 9) Perusakan, 10) Pemogokan, 11) Pencurian, 12)
Percaloan, 13) Perdagangan/ liar, 14) Sabotase, 15) Serangan bersenjata, 16)
Teror, dan 17)
Lain-lain yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran
operasi bandara maupun ketenangan dan ketenteraman kerja di bandara. Itulah
yang seharusnya selalu menjadi konsiderasi kebijakan pengamanan bandara
udara.
Aksi penyusupan pesawat
yang telah terjadi kesekian kalinya di negeri ini bisa memberi inspirasi aksi
terorisme yang bisa saja dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan sistem
pengamanan berbagai bandara. Di dalam bandara ada beberapa daerah yang
diklasifikasikan ke dalam daerah-daerah pengamanan yaitu: 1) Daerah tertutup,
2) Daerah terbatas, 3) Daerah publik (public area).
Dalam sistem pengamanan penerbangan sipil ada fasilitas yang
dikategorikan vulnerable points. Vulnerable points adalah beberapa fasilitas
atau yang berhubungan dengan fasilitas yang berada di bandara yang jika
dirusak atau dihancurkan akan menimbulkan masalah yang sangat serius yang
dapat melemahkan fungsi bandara.
Ihwal yang termasuk dalam kategori vulnerable points adalah
menara pengawas lalu lintas udara, fasilitas-fasilitas komunikasi, radio
navigasi, trafo listrik, catu daya utama dan cadangan, dan instalasi bahan
bakar yang terdapat di dalam dan di luar kawasan bandara. Komunikasi dan
radio navigasi yang jika dipalsukan dapat memberikan sinyal-sinyal yang salah
untuk pedoman pesawat sehingga membutuhkan pengamanan yang ketat.
Penyusupan yang beberapa kali berhasil dilakukan terhadap
penerbangan di negeri ini, yang terbaru yang dilakukan oleh Mario Steven
Ambarita, justru merupakan peringatan yang sangat serius mengenai lemahnya
sistem pengamanan bandara di negeri ini yang membahayakan bagi penerbangan
dan masyarakat pengguna jasa penerbangan komersial.
Di tengah meningkatnya ancaman terorisme internasional saat ini,
tragedi penyusupan pesawat tersebut seharusnya disikapi secara sangat serius
baik oleh Kementerian Perhubungan maupun berbagai otoritas bandara udara
untuk segera mengkaji ulang dan meningkatkan pengamanan bandara udara di
seluruh negeri ini.
Jika seorang anak muda yang tak terlatih mampu melakukan
penyusupan pesawat dengan leluasa, tentu ini bisa menjadi ancaman keamanan
nasional yang sangat serius jika penyusupan itu dilakukan oleh orang terlatih
yang bermaksud melakukan aksi terorisme.
Dalam dokumen ICAO, DOC 8973, persyaratan pagar pengaman adalah
terdapat pada bagian 4.10.9 yang menyatakan bahwa pada umumnya pagar pengaman
dan penghalang lainnya harus dipasang untuk mencegah rencana sabotase dan
kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di dekat pesawat atau daerah-daerah
rawan.
Pagar ini harus cukup tinggi dan kuat/ tahan untuk: 1) Sulit
dipanjat, 2) Tidak mudah melengkung atau bengkok, 3) Mencegah mudah digali.
Selanjutnya dalam dokumen ICAO, DOC 8973, pada bagian 4.10.10 Security fences
lines dinyatakan pula bahwa jika mungkin, sepanjang jalur pagar pengaman
harus bebas dari penghalang seperti tiang listrik, pohon, tempat penumpukan
peralatan, kendaraan, dan lainlain sejauh 3 meter ke arah luar dan dalam
pagar.
Bila hal tersebut tidak diterapkan, ketinggian pagar harus
ditingkatkan hingga 2,44 meter di atas peralatan, kendaraan, dan lain-lain
seperti yang telah disebutkan sebelumnya guna keperluan pengawasan. Bahkan,
dalam dokumen ICAO, DOC 8973 Chapter 4 pada bagian 4.10.12, jenis konstruksi
yang cocok untuk pagar pengaman yaitu terbuatdari metal yang didukung oleh
beton ataupun baja.
Kawat yang digunakan tebalnya tidak boleh kurang dari 10 gaug e
US dengan lubang bidik kurang dari 5 cm2 sehingga sulit untuk dipanjat
tingginya pagar bergantung topografi. Tinggi pagar minimal 2,13 meter dan
pada atasnya diletakkan kawat duri yang melingkar yang sudutnya mengarah pada
daerah yang diperkirakan menjadi sasaran terjadi gangguan. Selain dari
peralatan pengamanan dan personal
security, sistem perizinan juga diberlakukan untuk mencegah masuknya
orang-orang yang tidak berkepentingan.
Sistem perizinan yang ditetapkan oleh unit kerja yang ditunjuk
dan unit kerja yang melaksanakan sistem perizinan tersebut harus bertanggung
jawab terhadap pengawasan penggunaan izin yang diberikan dan prosedur
administrasi perizinan tersebut. Selain kepada penumpang dan pegawai,
kendaraan yang digunakan untuk menunjang kegiatan penerbangan juga harus
memiliki izin masuk.
Beberapa hal tersebut kiranya menjadi masukan bagi Kemenhub dan
berbagai otoritas bandara untuk mengevaluasi kembali sistem keamanan bandara
udara agar tak terjadi lagi penyusupan pesawat yang mengancam keselamatan
penumpang, terlebih jika kemudian dilakukan oleh teroris! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar