Rumah
Aspirasi Anggota Dewan
Mashudi SR ; Peneliti
Bidang Politik dan Agama di Yayasan Empati Aceh
|
SINAR
HARAPAN, 05 Maret 2015
Melalui sidang paripurna yang digelar pertengahan Februari
lalu, DPR bersama pemerintah akhirnya menetapkan APBN-P 2015. Sebagian besar
kementerian/lembaga mendapat tambahan anggaran. DPR memperoleh tambahan
anggaran Rp 1,635 triliun. Angka ini menambah jumlah anggaran Dewan pada 2015
menjadi Rp 5.192 triliun.
Tambahan anggaran sebesar itu dialokasikan bagi pembiayaan
program rumah aspirasi anggota dewan dan honor tenaga ahli. Uang ini akan
dibagikan kepada 560 anggota dewan. Setiap anggota diperkirakan memperoleh
tambahan dana Rp 1.78 miliar per tahun atau Rp 148.8 juta per bulan.
Lolosnya program dan tambahan anggaran ini tanpa mendapat
penolakan cukup berarti dari publik. Bahkan bisa dikatakan, publik nyaris
tidak mengetahui adanya sejumlah anggaran tambahan untuk anggota dewan. Mata
media pun tidak begitu fokus menyorotinya. Perhatian terkonsentrasi pada
perseteruan KPK versus Polri. Ia dibahas dan disahkan di tengah-tengah
kegaduhan politik.
Program aspirasi bagi anggota dewan sudah pernah diusulkan
DPR periode 2009-2014. Program ini dikenal dengan nama dana aspirasi anggota
dewan. Namun, pada waktu itu program ini mendapat penolakan cukup keras dari
masyarakat. Ide ini dinilai tidak sejalan dengan tupoksi anggota dewan. Itu
adalah tupoksinya eksekutif. Publik mencurigai ini hanyalah modus korupsi
yang dibungkus dengan perjuangan aspirasi rakyat daerah pemilihan.
Meski gagal direalisasikan periode lalu, tidak berarti
program ini hilang begitu saja. Buktinya, periode ini DPR berhasil
memasukkannya dalam APBN-P. Namanya bukan lagi program dana aspirasi,
melainkan bersalin baju menjadi program rumah aspirasi. Pola dan mekanisme
operasionalnya mungkin berbeda, termasuk output dan outcome-nya juga berbeda.
Namun, goal dan sumber pendanaanya sama, keuntungan politiknya juga tidak
bergeser dari ide sebelumnya.
Mekanisme rumah aspirasi ini belum lagi jelas. Tidak ada
penjelasan bagaimana bentuk pertangungjawaban keuangan dan kegiatan yang
harus dipenuhi. Operasionalisasi kegiatan sepenuhnya diserahkan kepada
kreativitas anggota dewan.
Namun, secara garis besar, rumah aspirasi ini berfungsi
sebagai tempat anggota dewan menjaring, menyusun, dan merumuskan aspirasi
masyarakat untuk diperjuangkan di Senayan nantinya. Ia dirancang menjadi
rumah rakyat yang terbuka bagi siapa pun yang ingin datang, berkomunikasi,
dan menyampaikan segala macam persoalan. Rumah ini juga menjadi balai
politik, tempat terjadi saling tukar informasi antara rakyat dan wakilnya.
Dampak Positif
Keberadaan rumah aspirasi anggota dewan sebetulnya
strategis guna menjaga hubungan dengan konstituen. Komunikasi bisa terbangun
terus-menerus. Rumah ini menjadi tempat anggota dewan melaporkan
pertanggungjawabannya sebagai wakil rakyat, apa saja, dan bagaimana ia telah
memperjuangkan kebutuhan daerah. Setiap waktu rumah ini bisa mengekspos
seluruh aktivitas kedewanan yang dilakukan.
Di tengah semakin menurunnya kepercayaan masyarakat kepada
dewan dan partai politik, kehadiran rumah aspirasi bisa menjadi jembatan
untuk meminimalkan sikap tersebut. Melalui saling silang komunikasi yang
terbangun, rumah ini membuat ruang keterbukaan bisa terkuak lebih besar.
Masyarakat, khususnya konstituen, mengetahui bagaimana proses membuat
kebijakan dan bagaimana harus mengawasi implementasinya.
Anggota dewan sudah sepatutnya didorong untuk mau
mendirikan rumah aspirasi, bukan hanya pada satu titik tertentu, melainkan di
setiap titik dalam daerah pemilihannya. Inilah salah satu wujud dari bentuk
pertanggungjawaban-nya kepada rakyat dan daerah yang telah memberinya
kepercayaan. Banyak dampak positif dari keberadaan rumah aspirasi ini.
Sebenarnya bukan hanya rumah aspirasi, melainkan ada
banyak kreativitas politik yang edukatif bisa diciptakan anggota dewan, untuk
menjaga hubungan dengan konstituen dan daerah pemilihan. Itu misalnya
memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi, atau pendekatan komunal berbasis
kearifan lokal.
Intinya, keberadaan anggota dewan bisa dirasakan maknanya
oleh masyarakat yang diwakilinya. Bukan hanya hadir ketika kebutuhan politik
lima tahunan tiba, dengan membawa uang, sembako, seperangkat alat olah raga
dan musik bagi generasi muda, plus janji-janji politik.
Tanggung Jawab Parpol
Meski mengandung banyak manfaat, kehadiran program rumah
aspirasi anggota dewan, dengan menggunakan uang rakyat tersebut, sangat tidak
tepat. Selain sangat potensial diselewengkan, ketidakjelasan metode dan
sistem operasionalnya patut disangsikan.
Kekhawatiran akan terjadinya duplikasi tugas dan fungsi
partai politik menjadi relevan. Jika ini terjadi, tugas, fungsi, dan tanggung
jawab partai direduksi dan dialihbebankan kepada kader yang kebetulan
terpilih menjadi anggota legislatif.
Setiap partai politik memiliki fungsi dan tanggung jawab
yang harus dilaksanakan, seperti melakukan proses pembentukan sikap dan
orientasi politik anggota masyarakat (sosialisasi politik), melakukan
rekrutmen politik kepada seseorang guna melakukan peran tertentu, menjadi
wadah fasilitasi politik bagi masyarakat, dan mengatur, serta menyalurkan
kepentingan masyarakat kepada pengambil kebijakan.
Partai politik juga berfungsi memberikan pendidikan
politik bagi masyarakat, melakukan pengendalian terhadap konflik melalui
lembaga demokrasi, dan membangun komunikasi politik melalui penyampaian
informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat.
Bagi partai politik yang memiliki kursi di legislatif
nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, negara memberikan sumbangan yang
besarnya didasarkan kepada jumlah kursi dan harga yang telah ditentukan.
Sumbangan negara itu diberikan salah satunya untuk menjalankan fungsinya
sebagaimana disebutkan di atas. Hanya saja, banyak partai politik yang tidak
menjalankan fungsi tersebut dan membebankannya kepada kader yang duduk di
kursi legislatif.
Itu sebabnya, sekali lagi, keberadaan program rumah
aspirasi yang dibiayai uang rakyat itu sesungguhnya pemborosan yang sangat
nyata. Program itu hanya untuk memenuhi kebutuhan politik personal anggota
dewan, yang tidak ada sangkut paut apalagi manfaat bagi masyarakat.
Ini tidak lain adalah investasi politik pribadi anggota
dewan dengan mengambil uang rakyat sebagai modalnya. Keberadaan program ini
harus diawasi, dikoreksi untuk kemudian dihentikan. Lebih baik anggaran Rp
1,635 triliun itu dialihgunakan kepada hal yang lebih programatik yang
membantu perekonomian masyarakat bawah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar