Menggagas
Kabinet Trisakti Jokowi
Andar Nubowo ; Direktur Eksekutif Indostrategi; Dosen FISIP
UIN Jakarta
|
SINAR
HARAPAN, 11 Oktober 2014
Sejak awal Oktober, perhatian publik tertuju ke kompetisi politik di
parlemen antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).
Episentrumnya adalah “perebutan” posisi pemimpin DPR dan MPR beserta alat
kelengkapan pemimpin. Praktis, KMP berhasil menyapu bersih posisi strategis
di parlemen, sedangkan KIH mengalami nasib yang kurang menggembirakan sebagai
koalisi pendukung penguasa dalam lima tahun ke depan.
Terlepas dari kompetisi politik elite tersebut, sesungguhnya panggung
politik Indonesia akan berlangsung cukup menarik, terutama terkait relasi
parlemen dan pemerintahan Jokowi-JK dalam lima tahun mendatang. Mengingat
dominasi KMP di parlemen, Jokowi-JK perlu membangun sebuah pemerintahan yang
efektif dan efisien, yang dalam tradisi dan sejarah politik Indonesia dikenal
dengan istilah Kabinet Kerja atau Zaken Kabinet. Kabinet Kerja adalah sebuah
keniscayaan bagi Jokowi-JK untuk mengimbangi pola dominasi dan komunikasi
politik KMP.
Uji
Publik Calon Menteri
Lembaga riset Indostrategi belum lama ini melakukan riset nasional uji
publik kandidat menteri dan format Kabinet Trisakti Jokowi-JK pada 21
September-1 Oktober 2014. Lembaga ini mengujipublikkan sejumlah kandidat
menteri yang diusulkan lembaga publik, seperti Jokowi Center (KAUR),
kabinetrakyat.com, seleksimenteri.com, Intrans, dan riset IndoStrategi
sendiri yang dirilis pada 8 September 2014. Riset uji publik dilakukan dengan
metode wawancara telepon terhadap 380 pakar (aktivis HAM pengamat politik,
ekonomi, sosial, dan budaya; tokoh ormas, serta LSM) dari beberapa perguruan
tinggi, birokrasi, dan ormas dari Sabang sampai Merauke.
Hasilnya, Indostrategi menyimpulkan, arsitektur Kabinet Jokowi-JK
idealnya adalah 60 persen profesional dan 40 persen politikus profesional
atau sekitar 21 menteri berasal dari kalangan profesional, tetapi mengerti
juga logika dan kerja-kerja politik dan sekitar 13 menteri yang berasal dari
partai politik (parpol) yang profesional. Komposisi tersebut dinilai cukup
efektif membantu Jokowi-JK memenuhi janji-janji kerakyatannya.
Menteri-menteri tersebut juga perlu berkapasitas tinggi dalam membangun
komunikasi politik yang efektif sehingga mempermudah meyakinkan parlemen atas
kebijakan dan program yang akan dilaksanakan.
Rencana Jokowi yang akan memilih 16 menteri dari parpol, sedangkan 18
sisanya adalah profesional tampaknya masih memberikan ruang besar bagi
politik akomodatif atau “bagi-bagi kekuasaan”. Skema ini terlalu berisiko
sebab akan mengulang inefektivitas struktur kabinet pada masa Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY)-JK dan SBY-Boediono yang berkali-kali bongkar pasang menteri
(reshuffle) akibat impotensi, inkompetensi, dan korupsi sejumlah menteri yang
berasal dari parpol.
Selama ini terdapat silent consensus di kalangan elite politik bahwa
pos-pos kementerian adalah “lumbung padi” bagi parpol. Partai berebut
menempatkan kadernya ke pos-pos kementerian “basah”, seperti Kementerian
Ekonomi, Kementerian ESDM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Kesehatan, serta Kementerian Kehutanan. Karena itu, pos-pos tersebut
sebaiknya diisi para profesional yang siap bekerja untuk rakyat dan Jokowi,
bukan bagi parpol.
Indostrategi merekomendasikan kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk
menempatkan figur-figur yang kompeten di bidangnya, berintegritas dan
berkarakter kuat, serta berkomitmen kerakyatan tinggi. Dengan begitu,
sejumlah tokoh bangsa yang ditempatkan pada 34 kementerian akan membawa angin
perubahan bagi Indonesia selama lima tahun mendatang. Jokowi harus menepati
janji-janjinya yang telah ”dibeli” oleh rakyat.
Kementerian
Strategis
Menilik visi-misi dan janji Jokowi-JK, terdapat beberapa pos
kementerian unggulan dan strategis, di antaranya Kementerian Maritim;
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri); Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset,
dan Teknologi (Kemenristek); serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
(Kemendiknas). Pos-pos tersebut terkait erat dengan janji Jokowi saat
kampanye pemilihan presiden (pilpres) lalu tentang poros maritim/tol laut,
Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar.
Di bidang maritim, Indonesia dihadapkan kepada tanggung jawab besar
menjadikan bangsa yang besar ini sebagai poros maritim dunia. Potensi ekonomi
biru Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1,2 triliun per tahun. Potensi bahari
dan wisata bahari juga cukup besar dan perlu dikelola dengan baik untuk
membuka lapangan pekerjaan bagi 40 juta orang. Sayangnya, selama ini kekayaan
pesisir yang begitu melimpah belum digarap serius.
Untuk urusan dalam negeri, negara ini masih menyisakan banyak problem
kebangsaan, seperti korupsi, konflik komunal, kemiskinan, pengangguran,
hingga efektivitas kebijakan otonomi daerah. Era transisi demokrasi di
Indonesia memberi “beban” tambahan bagi kinerja Kemendagri, namun ini akan
berjalan sesuai harapan jika sosok yang menempati posisi ini berwawasan
nasional paripurna dan mengerti cara menyelesaikan berbagai problem tersebut.
Begitu pun pendidikan nasional. Sektor ini masih membutuhkan kerja
keras agar semakin banyak terlahir generasi unggul di bidang riset dan
teknologi. Indonesia dapat dikatakan masih tertinggal dari sejumlah negara
lain karena visi pendidikan kita terdisorientasi sehingga kebijakan
pendidikan, keahlian riset, dan pengetahuan teknologi masih berada dalam
prioritas rendah.
Revolusi mental bisa dimulai dengan menempatkan figur-figur pekerja,
petarung, sekaligus komunikator politik yang baik. Mereka inilah yang
nantinya menjadi pelengkap bahkan “bemper utama” bagi kebijakan dan program
Jokowi-JK.
Realitas dominasi KMP di parlemen meniscayakan kabinet yang berjiwa
pekerja, petarung, dan komunikator yang efektif. Tanpa barisan menteri yang
solid, tak mustahil kepemimpinan Jokowi-JK akan menuai kritik baik dari
parlemen yang terutama dari kubu KMP dan masyarakat.
Riset Indostrategi yang dirilis pada 3 Oktober merekomendasikan
figur-figur terbaik bangsa untuk mengisi pos-pos kementerian strategis,
seperti Isran Noor (mendagri), Suyanto (menteri pendidikan nasional), Bambang
Setiaji (menteri riset dan teknologi), dan Rokhmin Dahuri (menteri maritim).
Selain itu, Indostrategi mengusulkan Tjahjo Kumolo sebagai sekretaris negara,
Sri Adingsih sebagai menteri keuangan, dan Rizal Sukma sebagai menteri luar
negeri.
Jokowi tengah membangun tradisi politik baru, yakni pelibatan
partisipasi publik dalam setiap pengambilan kebijakan. Sejumlah elemen
masyarakat telah mengajukan dan merekomendasikan kader-kader terbaik bangsa.
Meskipun demikian, semuanya diserahkan kepada Jokowi untuk memilih
pembantunya. We propose and Jokowi
disposes! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar