Jokowi
dan UUD 1945 Asli
Sabam Leo Batubara ; Manggala Pancasila (1996)
|
KOMPAS,
15 Oktober 2014
MENURUT Sayidiman Suryohadiprojo dalam ”Pancasila sebagai Kenyataan di
Bumi Indonesia” (Kompas, 4/9), selama reformasi UUD 1945 diamandemen empat
kali sehingga menjadi konstitusi yang bertentangan dengan Pancasila. Ia
menyerukan kepada Joko Widodo agar mengembalikan Pancasila dengan mengkaji
ulang UUD 1945. Amandemen UUD 1945 memang telah menghasilkan puluhan
perubahan konstitusi.
Misalnya, Pasal 6A Ayat (1) dan Pasal 7 hasil Amandemen III menyebut,
”Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat dan hanya boleh memegang jabatannya maksimum dua masa jabatan”. Pasal
itu sejalan dengan Pasal (2) yang baru, ”Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut UUD”.
Menurut Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang asli, ”Kedaulatan adalah di
tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Pasal 6 Ayat (2),
”Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak.” Pasal
7 berisi, ”Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.
Mengapa ada amandemen? Dalam praktiknya pada era Orde Lama dan Orde
Baru, kedaulatan rakyat ”dicabut” oleh MPR dan digadaikan kepada Presiden.
Presiden menjadi penguasa otoriter. Soekarno oleh MPRS ditetapkan menjadi
Presiden RI seumur hidup. Soeharto ditetapkan menjadi Presiden RI dalam tujuh
masa jabatan. Presiden menerapkan kebijakan supremasi militer atas sipil, dan
ABRI menjadi backing Presiden yang menjadi diktator.
Lewat amandemen, Pasal 30 Ayat (3) dan (4) menjadi landasan
konstitusional supremasi sipil atas militer. ABRI/TNI dan Polri tidak berfungsi
politik lagi.
Pasal 28A sampai 28J yang baru menjadi landasan konstitusional
perlindungan hak asasi manusia (HAM) Indonesia. Sebelumnya tidak ada pasal
itu sehingga pada Orde Baru melanggar HAM menjadi kebijakan negara, dengan
alasan menjaga stabilitas keamanan.
Pasal 28F yang baru mempertegas bahwa hak berkomunikasi serta hak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dilindungi konstitusi. Pers menjadi lebih bebas mengontrol
pemerintah.
Maka, permintaan kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mengkaji ulang
amandemen konstitusi agar kembali ke UUD 1945 asli, menurut hemat saya,
menyesatkan. Kenapa? Karena Jokowi justru produk dari perubahan UUD 1945.
Pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta 2012, finalisnya adalah Joko
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Jokowi-Ahok didukung PDI-P dan Gerindra. Fauzi-Nachrowi didukung Demokrat,
PKS, Golkar, PAN, PPP, PKB, dan Hanura.
Kedaulatan
rakyat
Hasil kedaulatan rakyat menunjukkan, rakyat dalam pemilihan legislatif
hanya memberi 18 persen dari jumlah kursi kepada PDI-P dan Gerindra dan
mendistribusikan 82 persen kepada 7 partai pendukung Fauzi-Nachrowi. Namun,
dalam pilgub, rakyat yang sama memberikan 53,8 persen suara kepada
Jokowi-Ahok.
Di Pilpres 2014 ada Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Jokowi-JK.
Prabowo-Hatta didukung Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, dan Partai Demokrat.
Jokowi-JK didukung PDI-P, Nasdem, PKB, dan Hanura.
Dalam Pemilihan Legislatif 2014, rakyat mendistribusikan 63 persen
suaranya kepada enam partai pendukung Prabowo-Hatta dan hanya 37 persen suara
kepada empat partai pendukung Jokowi-JK. Namun, dalam Pilpres 9 Juli 2014,
53,5 persen rakyat yang sama memberikan suaranya kepada Jokowi-JK.
Merespons gugatan Prabowo-Hatta, Mahkamah Konstitusi memutuskan
pemenangnya adalah Jokowi-JK. Kewenangan memutus perselisihan tentang hasil
pemilu tidak ada di UUD 1945 yang lama, tetapi ada karena amandemen
konstitusi.
Mencermati performa sejak jadi Wali Kota Solo, Jokowi memilih tidak
berpidato tentang Pancasila, tetapi berkarya nyata yang sarat pengamalan
Pancasila. Misalnya, untuk memindahkan pedagang kaki lima Solo ke pasar yang
dibangun untuk mereka, dia bermusyawarah dengan mereka lebih dari 50 kali.
Jokowi juga tidak membawa pulang gajinya ke rumah, tetapi
mendistribusikannya kepada orang susah. Programnya terkait Kartu Pintar,
Kartu Sehat, dan Kampung Deret di Jakarta.
Bukankah semua itu pengamalan Pancasila? Kesimpulannya, meminta Jokowi
kembali ke UUD 1945 lama adalah salah arah. Berbeda dengan arah mantan
Presiden Soekarno dan Soeharto yang labelnya Pancasila, tetapi kontennya
kedaulatan di tangan penguasa rezim.
Sebaliknya Jokowi dalam penyelenggaraan pemerintahan, arahnya
berlandaskan ketaatan kepada konstitusi dan demokrasi yang mendengar suara
rakyat. Berkat amandemen konstitusi, rakyat pemilik kedaulatan boleh memilih
langsung Jokowi menjadi presiden ketujuh RI.
Berikan kesempatan dan dukungan kepada Jokowi untuk melaksanakan
gagasannya tentang revolusi mental, memajukan, dan menyejahterakan rakyat
dengan membumikan Pancasila. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar