Subsidi
untuk Keluarga Miskin
Kadir ; Bekerja di Badan Pusat Statistik
|
KORAN
TEMPO, 12 Juli 2014
Profil kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik pada awal bulan
ini (1 Juli) menyebutkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2014 mencapai
28,28 juta orang (11,25 persen), atau hanya berkurang 0,32 juta orang
dibanding kondisi pada September 2013.
Profil kemiskinan ini memberi konfirmasi mengenai dua hal. Pertama,
dampak kenaikan harga bahan bakar minyak pada akhir Juni tahun lalu terhadap
kehidupan masyarakat kecil cukup dalam. Ternyata, tidak sedikit dari mereka
yang terjerembap ke jurang kemiskinan selepas kenaikan harga BBM dan hingga
kini tetap miskin.
Kedua, laju penurunan jumlah penduduk miskin terus melambat, bahkan
boleh dibilang telah menyentuh titik jenuh. Hal ini menunjukkan kondisi
kemiskinan yang terjadi sudah kronis (chronic
poverty) serta cenderung persisten dan sulit diatasi.
Mereka yang tengah bergelut dalam kemiskinan saat ini adalah penduduk
dengan tingkat kapabilitas (pendidikan dan kesehatan) yang sangat rendah,
tingggal di daerah terpencil dengan keterbatasan akses terhadap pelayanan
dasar, dan mungkin tidak tersentuh berbagai program penanggulangan kemiskinan
pemerintah. Karena itu, dibutuhkan terobosan dalam hal penanggulangan
kemiskinan oleh pemerintah mendatang.
Berbicara soal terobosan dalam penanggulangan kemiskinan, kontrak
politik yang disodorkan pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-JK
tampaknya cukup menarik. Keduanya berjanji bakal meningkatkan anggaran
penanggulangan kemiskinan, termasuk memberi subsidi sebesar Rp 1 juta per
bulan kepada setiap keluarga pra-sejahtera, bila pertumbuhan ekonomi nasional
di atas 7 persen per tahun.
Jika mampu direalisasi, hal ini dipastikan bakal menyebabkan penurunan
jumlah penduduk miskin dalam jumlah besar. Bisa dibayangkan, bila subsidi
diberikan dalam bentuk tunai (cash
transfer) dan diasumsikan setiap keluarga pra-sejahtera terdiri atas
empat orang, itu artinya bakal ada tambahan pendapatan sebesar Rp 250 ribu
per bulan bagi setiap anggota keluarga. Tambahan pendapatan sebesar ini tentu
sangat membantu untuk menolong mereka memenuhi kebutuhan dasar agar tidak
berkategori miskin.
Namun, patut diperhatikan, anggaran yang dibutuhkan untuk mensubsidi
setiap keluarga pra-sejahtera sebesar Rp 1 juta per bulan tidaklah sedikit.
Besarnya anggaran sangat bergantung pada jumlah keluarga yang bakal menjadi
target sasaran penerima subsidi. Sebagai contoh, bila yang dimaksud dengan
keluarga pra-sejahtera adalah 40 persen rumah tangga dengan tingkat
kesejahteraan terendah seperti pada penyaluran Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat, anggaran total yang diperlukan bakal mencapai Rp 10-15 triliun
per bulan atau Rp 120-180 triliun per tahun. Dengan kata lain, anggaran
penanggulangan kemiskinan harus ditingkatkan minimal tiga kali lipat dari
anggaran kemiskinan saat ini yang sekitar Rp 100 triliun per tahun.
Penyaluran subsidi juga harus tepat sasaran. Jangan sampai subsidi
justru menyasar kelompok mampu dan mengabaikan kelompok yang seharusnya
menerima. Dalam soal ini, akurasi data penerima subsidi sangat penting.
Karena itu, penyaluran subsidi sebaiknya menggunakan basis data yang sama dan
terintegrasi dengan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sudah
ada, seperti Beras untuk Rakyat Miskin, Program Keluarga Harapan, dan
Jamkesmas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar