Jeritan
Hati Guru Korban Kurikulum 2013
Zulkifli ; Alumnus STAIN Malikussaleh Lhokseumawe,
Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara
|
OKEZONENEWS,
11 Juli 2014
Ketika membuka silabus Kurikulum 2013 yang dicetuskan oleh Menteri
Pendidikan M. Nuh, terlihat rasa was-was dan rasa gelisah kebanyakan guru,
guru tingkat dasar dan tingkat menengah yang seolah mereka terabaikan.
Sebagian guru mencerutu dengan kata yang kurang menyenangkan, namun sebagian
lain pasrah terhadap kuasa Tuhan, entah apa yang terserita di dalam hati dan
pikiran Bapak Menteri yang terhormat, sehingga tidak pernah merasakan
bagaimana jeritan hati para guru yang mata pelajarannya dihilangkan dengan
alasan “pendidikan kita harus berstandar China atau Jepang”, pada kita di
Indonesia masih banyak harus kita benahi, agar kita setingkat dan sederajat
dengan pendidikan mereka di luar negeri sana.
Lihatlah, betapa luasnya negara kita ini, yang kadang kala seorang
menteri itu tidak pernah menjajakkan kakinya ke seluruh tempat pendidikan di
negara kita, mulai dari Sabang sampai Marauke, berjuta sekolah ada di sana,
mulai dari sekolah yang katanya berstandar International sampai ke sekolah
yang beratap rumbia dan berdinding bambu, guru yang mengajarpun berbagai
karakter, mulai guru yang memang selayaknya menjadi guru dan digaji oleh
negara, sampai dengan guru yang harus mengajar secara terpaksa karena medan
yang susah dijangkau pemerintah sehingga demi
mencerdaskan anak bangsa, walau cuma bisa membaca, mereka rela
mengorbankan waktunya walau tanpa digaji.
Belum lagi korupsi yang seolah adalah warisan yang mesti dijalankan,
tak ada waktu tanpa korupsi, mulai instansi umum sampai dengan kalangan
kementerian agama, para koruptor merentangkan tangannya seakan mencekik anak
bangsa agar mereka tetap berada di bawah kemiskinan dan menghancurkan asa
mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak dari negaranya.
Para guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, tapi mereka juga manusia,
yang membutuhkan kesejahteraan dan perhatian, persentase gaji yang mereka
dapatkan bila dibandingkan dengan pegawai dinas lain, sungguh tiada setara,
tiada uang masuk, namun gajinya memang segitu yang harus mencukupi kebutuhan
keluarga dan tanggungannya, belum lagi pengadaan fasilitas bagi mereka yang
terabaikan, padahal mereka membutuhkan rumah dinas dan kendaraan seperti
pengadaan bagi pegawai di dinas lain, yang kedengaran tunjangannya melimpah
luah dengan fasilitas yang disediakan negara.
Padahal maju dan hancurkan suatu
negara dari bagaimana negara itu menghargai seorang guru, lihat Jepang
dulu, bagaimana mereka hancur lantak karena bom atom, namun mereka
mensejahterakan guru dan menjadikan guru pahlawan sehingga kini mereka
menjadi negara yang maju.
Namun melihat fenomena di negara kita, seolah guru itu tiada artinya,
baru saja ada program sertifikasi, itu pun dipermasalahkan oleh mereka yang
iri, mengadakan tunjangan sertifikasi adalah pemborosan uang negara. Mereka
tidak mengadakan bagi guru untuk tidak mengambil sertifikasi, namun mereka
mempersulit para guru dengan peraturan mereka agar uang sertifikasi itu susah
diambilnya, padahal melihat penghasilan guru di negara maju dengan di negara
kita, sungguh tiada sebanding, kita hanya berpatokan pada kurikulum luar
negeri namun kita mengabaikan bagaimana luar negeri memberi kesejahteraan
kepada guru-guru mereka.
Kurikulum
2013, Ada Guru yang Dikorbankan
Memang setiap negara ingin dunia pendidikan mereka maju, namun apakah
kita harus mengorbankan orang lain agar apa yang kita pikirkan baik itu
tercapai? Kenapa mesti ada kurikulum 2013 yang membuat sebagian guru yang
mata pelajaran mereka dihilangkan menjadai galau, sedih dan seolah dianak
tirikan oleh mereka. Padahal kita tumbuh dan menjadi besar sampai menjabat
menteri atau jabatan lain tidak terlepas dari kurikulum sebelumnya, jasa para
guru yang dengan ikhlas mengajar kita dahulu, kini kita tega membuat mereka
bersedih dan menjerit, padahal asa mereka tinggal dinegara yang merdeka
adalah dengan membuat mereka sejahtera, mendapatkan tempat mengajar yang
layak, memfasilitasi mereka dengan pelatihan-pelatihan agar disiplin
pengetahuan mereka sesuai dengan kemajuan masa.
Guru Bahasa Inggris di tingkat dasar dan Guru TIK di tingkat menengah,
adalah sedikit gambaran kecil bagi mereka yang dikorbankan, mata pelajaran
mereka dirampas dan dihilangkan dalam kurikulum 2013, padahal mereka telah
berjasa puluhan tahun yang lalu, belum lagi mareka telah disertifikasikan
dengan mata pelajaran itu, dalam hati mereka menjerit dan membuat mereka
tiada tenang, mau mengajar apa mereka kelak? Walau ada isu mereka akan
dialihkan ke muatan lokal, namun itu bukan juga suatu pegangan yang pasti.
Sungguh sangat menyedihkan menjadi guru di Indonesia ini, seolah setiap
kebijakan itu bertepuk sebelah tangan, tanpa pernah membuat referendum kepada
mereka yang akan dikorbankan, padahal mereka juga guru yang selayaknya
diperhatikan. Banyak problematika yang melanda mereka, mulai sekolah yang
mereka ngajar seperti kandang sapi, kekurangan kelas, kekurangan jam karena
harus 24 jam, fasilitas di sekolah yang seadanya, masih banyak lagi masalah
yang belum terpenuhi, namun kali ini juga mereka harus kehilangan mata
pelajaran karena kurikulum 2013.
Padahal guru itu adalah pilarnya negara ini, yang mesti kita
perjuangkan nasib mereka yang kita jadikan mereka semulianya agar generasi
anak bangsa bisa mendapatkan pengetahuan yang sempurna, namun fenomenanya,
sungguh sangat miris, namun inilah wajah pendidikan dan kebijakan negara
kita.
Wahai Bapak Menteri Pendidikan, guru TIK dan guru Bahasa Inggris adalah
bagian dari guru Indonesia juga, mereka telah sangat berjasa mengajar anak
bangsa bisa berbahasa Inggris dan mampu menguasai teknologi, walau itu cuma
dasar, jangan samakan pendidikan dinegara kita dengan dinegara luar, mereka
yang di luar sana, bahasa inggris adalah bahasa sehari-harinya, teknologi
mereka adalah makanan setiap hari, namun kita, jangankan menguasai bahasa
Inggris kadang bahasa Indonesia pun masih banyak yang belum mereka ketahui, apalagi
teknologi, negara kita banyak sukunya, mereka waktu kecil disibukkan dengan
bahasa sukunya, jadi jangan biarkan mereka makin bodoh, mungkin hanya di
sekolah mereka mengenal komputer, kalau di rumah jangankan komputer, kadang
televisipun mereka tidak punya.
Memangkas dan menghilangkan mata pelajaran yang sudah ada, penulis rasa
bukan suatu solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan, namun memgembangkan
kurikulum yang sudah ada sebelumnya yang sangat dibutuhkan, perbanyak diklat
guru sesuai mata pelajaran yang di emban, lengkapi fasilitas proses belajar
mengajar di setiap sekolah yang ada di Indonesia, perbanyak rombel belajar
sesuai yang dibutuhkan setiap sekolah, dengan demikian mutu pendidikan di
tanah air ini akan meningkat, jauhkan sifat bisnis dari dunia pendidikan,
berlaku jujur dan adil dari tingkat atas sampai tingkat bawah, dan jangan
biarkan para siswa menjadi manja dengan peraturan.
Semoga Bapak Menteri Pendidikan selaku pengambil kebijakan dalam setiap
dunia pendidikan dapat merasakan jeritan hati guru-guru yang mata
pelajarannya dihilangkan dalam kurikulum 2013, semoga rasa itu dapat
dirasakan, jangan beratkan mereka dengan peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan uang, namun sejahterakan mereka sebagaimana mestinya, karena bila guru
menjadi sejahtera maka mutu pendidikan akan meningkat, nasib bangsa ini
tergantung bagaimana bangsa menghargai guru. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar