Menolak
Godaan Kekerasan
Sumiati
Anastasia ; Alumnus University of Birmingham untuk Relasi Islam-Kristen
|
TEMPO.CO,
04 Juni 2014
Sejarah
kita masih saja diwarnai kekerasan di semua lini. Bahkan, dalam lini
interaksi antar-umat beragama, kekerasan tampak menonjol dibanding
kelemah-lembutan dan kasih sayang. Simak wajah negeri ini yang kembali
dinodai ulah sekelompok preman berjubah yang menyerang umat Katolik yang
tengah berdoa Rosario. Ketika penyerangan dilakukan, juga ada anak disetrum.
Direktur sebuah penerbitan dan jurnalis juga terluka (Tempo.co, 30 Mei 2014).
Kita
pasti setuju, Islam telah dibajak oleh segerombolan pelaku kekerasan di
Sleman itu untuk menjadi alat legitimasi bagi aksi-aksi mereka yang sangat
bertentangan dengan akal sehat dan nilai-nilai kemanusiaan, serta mencederai
semangat berbangsa dan bernegara kita yang berdasarkan Pancasila.
Tentu
saja aksi itu harus dikutuk sendiri oleh umat Islam yang cinta damai, karena
sungguh bertentangan dengan teladan dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Umat Islam
hanya dipanggil untuk menebarkan kebaikan, kedamaian, dan rahmat bagi
semesta. "Kami mengutus kamu untuk
menjadi rahmat bagi semesta alam" (QS 21:107).
Islam
itu aslama atau damai. Sayang, kini ungkapan ini konon sudah menjadi
retorika, karena maraknya kelompok takfirisme, yang mengusung paham radikal
serta gemar menebar bom dan kebencian, seperti tampak pada berbagai ledakan
bom bunuh diri yang merenggut nyawa banyak orang, mulai dari Suriah, Irak,
Afganistan, Pakistan, hingga negeri kita (bom Bali).
Kaum
takfiris itu tak hanya gemar mengkafirkan umat agama lain, tapi juga umat
Islam yang berbeda mazhab dengan mereka. Jelas sesungguhnya kaum pemuja
takfirisme ini sangat membahayakan ajaran Islam yang cinta damai sekaligus
membahayakan keutuhan Indonesia yang terdiri atas banyak suku bangsa, agama,
dan kepercayaan. Berulang kali presiden pertama kita, Sukarno, berpidato
bahwa negeri kita dibangun oleh perjuangan, pengorbanan, bahkan darah banyak
pejuang yang berasal dari berbagai latar belakang agama maupun mazhab.
Maka,
demi penguatan posisi Islam yang rahmatan
lil alamin, mari kita dengar ajakan Karen Armstrong. Mantan biarawati
Katolik yang terkenal dengan magnum opusnya yang berjudul A History of God: The 4,000-Year Quest of
Judaism, Christianity and Islam (1993), itu memang punya pendapat memikat
ihwal kekerasan dalam agama-agama samawi.
Setelah
melakukan pengembaraan spiritual dalam berbagai agama samawi, Karen sampai
pada kesimpulan bahwa memang tidak ada agama yang membenarkan kekerasan.
Kekerasan terjadi karena orang keliru dalam menafsirkan atau memahami
pesan-pesan mulia agama. Maka, Karen tegas menolak jika agama, khususnya
Islam, dicap sebagai agama kekerasan.
Sekarang
Karen memang dikenal getol menjadi pembawa pesan cinta ketiga agama samawi di
tengah umat manusia yang beragam latar belakangnya. Pesan cinta itu terangkum
dalam 12 butir pesan dalam karyanya, Twelve
Steps to A Compassionate Life (2004). Bahkan, sejak 2009, ia membentuk
gerakan global bernama Charter for
Compassion.
Maka, agar Islam yang cinta damai itu tidak jatuh menjadi retorika,
mari kita berani menebarkan pesan cinta dan damai dalam tindakan kita. Pesan
ini juga sangat relevan di tengah suhu politik yang memanas menjelang pemilu
presiden 9 Juli 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar