Akuntansi
Forensik Bedah Korupsi
Octavianus
D Hartomo ; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unika Soegijapranata, bidang
kajian Antikorupsi, Fraud Audit, dan Etika Bisnis
|
SUARA
MERDEKA, 02 Juni 2014
“Teknik
follow the money yang didukung bukti transfer membuat tersangka korupsi tidak
bisa berkutik”
DALAM beberapa minggu terakhir
ini publik kerap dikejutkan oleh berita penetapan tokoh publik, petinggi
partai, atau pejabat tinggi negara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
atau Kejaksaan, menjadi tersangka kasus korupsi. Realitas itu menujukkan
makin besarnya penyalahgunaan kekuasaan publik oleh penyelenggara negara demi
kepentingan pribadi atau golongan.
Namun mereka lupa bahwa tiap
kejahatan, sekecil apa pun pasti meninggalkan jejak. Data akuntansi yang
ditinggalkan sebagai jejak korupsi dan dapat menjadi bukti hukum adalah bukti
transfer, cek, bukti pengeluaran kas, atau mutasi rekening koran Contoh nyata adalah titik awal
keterungkapan kasus Hambalang karena ada catatan lengkap akuntansi dalam
wujud bukti pengeluaran kas pada perusahaan milik M Nazaruddin.
Beberapa fakta menunjukkan
banyak kasus korupsi terungkap karena ada bukti awal berupa data akuntansi
yang kemudian ditindaklanjuti dengan keterangan saksi, penyadapan, yang
adakalanya diikuti operasi tangkap tangan. Dalam mengumpulkan, mengelola,
dan menganalisis data akuntansi
sebagai amunisi utama pembuktikan kasus korupsi, penyidik menggunakan ilmu
akuntansi forensik.
Disiplin ilmu itu yang juga
disebut fraud audit merupakan penerapan disiplin ilmu akuntansi dalam arti
luas, termasuk auditing masalah hukum untuk penyelesaian di dalam atau di
luar pengadilan. Mekanisme kerja dalam akuntansi forensik hampir sama dengan
kedokteran forensik, yaitu ’’kembali menghidupkan’’ data yang sudah lampau
(mati) guna membuktikan di pengadilan bahwa telah terjadi korupsi. Termasuk
mengungkap tersangka dan modusnya.
Penekanan utama akuntansi
forensik adalah bagaimana agar data akuntansi bisa menjadi alat bukti sah dan
meyakinkan di pengadilan. Singleton and
Singleton (2010) menyatakan ada beberapa kriteria bukti yang bisa
diterima.
Pertama; relevan, artinya
memiliki tendensi legitimasi fakta. Kedua; material, artinya bukti harus
memiliki nilai penting dalam kasus yang diteliti. Ketiga; kompeten, yakni
bukti cukup relevan, bisa diandalkan/dipercaya, serta disajikan oleh orang
yang memiliki kualifikasi dan kapasitas.
Pintu masuk investigasi kasus
korupsi dalam akuntansi forensik adalah dengan menyusun predication, yaitu
peristiwa dan keadaan serta segala hal yang terkait atau berkaitan yang bisa
membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehati-hatian
yang memadai pada kesimpulan bahwa korupsi telah, sedang, atau akan
berlangsung.
Wujud upaya itu antara lain
temuan audit internal, aduan, atau laporan. Laporan hasil audit Badan
Pemeriksa Keuangan atau temuan irjen adalah contoh nyata predication yang
matang untuk ditindaklanjuti. Setelah menganalisis, investigator bisa
menyusun analisis circumstances
yang antara lain berupa pembuktian ada aturan dilanggar, konflik kepentingan,
penipuan, penyalahgunaan aset, dan to good to be true.
Aliran Dana
Hasil analisis circumstances kemudian digunakan oleh
investigator untuk membuktikan bahwa fraud sedang, telah, atau akan terjadi
lewat Teori Fraud, yang berisi 5W dan 2H (what,
who, why, when, where, how, dan how
much). Teori inilah yang kemudian dirumuskan sebagai dokumen penting
dalam penyelidikan atau penyidikan.
Pembuktian korupsi menuntut
kemahiran penyidik atau investigator untuk menguasai konsep, menarik
kesimpulan, dan menguraikan secara sederhana kepada hakim. Karena itu, benang merah antara predication, analisis
circumstances dan teori fraud menjadi kunci utama.
Penerapan akuntansi forensik
perlu didukung beberapa teknik investigasi, terpenting investigasi follow the money, yang terbukti
menyeret banyak tersangka korupsi melalui analisis aliran dana dari satu
tersangka ke tersangka lain, yang semula tegas membantah terlibat. Teknik follow the money yang didukung bukti
transfer dan mutasi rekening koran membuat mereka tidak bisa berkutik. Teknik
itu menjadi lebih akurat dengan dukungan data PPATK yang membuktikan ada
pergerakan transaksi perbankan tidak wajar.
Teknik expenditure juga bisa digunakan dengan membandingkan antara
penghasilan seseorang dan pengeluaran tiap periode. Kasus yang melibatkan
Gayus Tambunan misalnya, menunjukkan ketidakwajaran kepemilikan aset dan gaya
hidup mewahnya, yang kemudian
memperkuat analisis tindak pidana korupsi yang didakwakan kepadanya.
Upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia masih berproses untuk menjadi lebih baik lagi. Penerapan akuntansi
forensik bisa menjadi subsistem pendukung kuat dalam membuktikan kasus
korupsi. Namun hal itu perlu dukungan konsisten dari berbagai subsistem
pemberantasan korupsi.
Indonesia perlu bercermin pada
keberhasilan Singapura dalam upaya pemberantasan korupsi yang mendasarkan
empat pilar, yaitu UU antikorupsi yang andal, lembaga antikorupsi yang kuat,
lembaga peradilan yang tepercaya, dan administrasi pemerintahan yang efektif
serta dilandasi kemauan politik yang kuat dari pemerintah. Pendekatan komprehensif sebagaimana diterapkan
Singapura bisa menjadi faktor kunci keberhasilan pemberantasan korupsi di
Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar