|
Ibadah
kurban jangan ditafsirkan secara sepihak hanya sebatas formalitas untuk
berkurban dalam bentuk material atau fi nansial melalui penyembelihan hewan
kurban. Akan tetapi, yang lebih signifi kan bagi umat Islam adalah harus bisa
memahami bahwa hewan kurban hanyalah sebuah simbolis ritual kurban.
Besok, 15 Oktober 2013, seluruh umat Islam merayakan Idul
Adha 1434 H untuk merefleksikan secara komprehensif tentang makna kurban. Dalam
bahasa Arab, kurban atau disebut juga dengan udhhiyah atau dhahiyyah secara
harafiah berarti hewan sembelihan, sedangkan ritual kurban merupakan salah satu
upacara dengan menyembelih ternak seperti kambing, sapi, unta, atau kerbau
sebagai persembahan.
Di tengah krisis moral dan etika pejabat seperti kasus suap dan korupsi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan Ketua MK, Akil Mochtar, merupakan perilaku yang sangat tidak amanah dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pejabat negara saat ini hidup penuh dengan nafsu materialistis. Keimanan dan ketakwaan umat Islam semakin menipis.
Selain itu, pejebat negara yang memiliki kelebihan kekayaan diuji untuk sedikit mengurbankan hartanya demi menegakkan ajaran dan syariat Islam. Maka, kualitas keagamaan umat Islam dalam menjalankan ibadahnya secara vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas), akan teruji saat ritual ibadah kurban ini. Mereka harus selalu memperhatikan kaum fakir miskin.
Secara teologis, kurban sendiri memiliki tujuan agar mereka mampu mengikuti jejak ajaran tauhid Ibrahim melalui perjalanan hidupnya untuk melepaskan kepentingan dan kesenangan pribadinya. Mungkin dalam rasionalitas manusia modern, sungguh tidak mungkin, orang tua menyembelih anaknya. Namun, bagi Ibrahim, perintah itu sebuah bentuk ketaatan dan kepasrahan secara menyeluruh kepada Allah.
Ada beberapa faktor teologi untuk membumikan makna Idul Kurban. Ibadah kurban jangan ditafsirkan secara sepihak hanya sebatas formalitas untuk mengurbankan dalam bentuk material atau finansial melalui penyembilah hewan kurban, tetapi yang lebih signifikan, umat Islam harus bisa memahami bahwa hewan kurban hanyalah sebuah simbolis ritual kurban.
Menurut M Amin Abdullah dalam karyanya Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (2004), sesungguhnya ibadah kurban memiliki makna yang mendalam, yaitu mengajak umat manusia kembali kepada ajaran monoteis yang berdimensi pada keberpihakan secara sosial kemasyarakatan.
Bukan sebaliknya, keberpihakan pada individu yang menyebabkan korupsi di lembaga negara. Kurban itu bertujuan menyatukan dimensi tauhid yang bersifat transendental fungsional dan dimensi kepedulian sosial yang bersifat historis-empiris dalam satu keutuhan pandangan hidup mencerminkan sikap hidup keberagamaan Islam yang autentik dan tulus untuk mematuhi perintah Allah.
Sesungguhnya esensi kurban adalah ketakwaan dan keimanan secara penuh atas perintah Allah. Karena itu, perintah Allah dilakukan secara penuh pengabdian dan pergorbanan serta berikanlah kepada Allah yang terbaik sebab Allah tidak pernah membutuhkan apa-apa dari kekayaan, kekuasaan, dan jabatan yang dimiliki umat Islam. Allah hanya ingin menguji kesucian diri umat Islam dalam menjalankan ibadah kurban untuk memenuhi perintah dan ajaran-Nya.
Hal itu telah dijelaskan dalam Al Quran, surat al-Hajj, ayat 37, yang berbunyi, "Daging-daging unta, sapi, kerbau, kambing dan darahnya itu tidak sekali-kali dapat mencapai (keridhaan) Allah, akan tetapi, ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya". Maka, bukan daging dari kurban itu yang sampai kepada Allah, tapi ketakwaan dalam arti yang sangat luas yang akan dinilai Allah.
Ibadah kurban sebagai sebuah simbol suci sesungguhnya memunyai muatan secara teologis. Pada dasarnya, kurban merupakan salah satu mediator untuk melakukan taqarrub dan tabayyun untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah, segala bentuk nafsu dan egoisme umat Islam yang saat ini sedang merasuki manusia dengan mencari kekayaan dan harta benda yang sebanyak-banyaknya di dunia bisa dikikis. Ini disimbolkan dengan simbol penyembilhan kurban dan memberikan daging hewan kurban kepada kaum miskin. Dengan demikian, ritual ibadah kurban adalah salah satu bentuk cara menauhidkan kembali nilai-nilai ketuhanan.
Untuk itu, penguatan terhadap ajaran-ajaran tauhid kepada umat Islam sangat diperlukan saat ini untuk menghindari segala bentuk kekerasan dan radikalisme dan perbuatan yang menghalalkan segala cara. Berdasarkan asumsi itulah, ibadah kurban merupakan langkah paling efektif untuk kembali mengingatkan kepada umat agar selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Karena itu, meniatkan diri untuk kembali menambah nilai-nilai keimanan dan ketakwaan menjadi faktor utama umat Islam yang menjalankan ritual ibadah kurban agar nilai-nilai ibadahnya dapat diterima Allah. Makna yang terpenting dari memperingati Idul Adha adalah umat Islam dapat kembali mempertauhidkan kembali ajaran Islam ke dalam bentuk kehidupan sosial dengan selalu mengasihi dan menyayangi hambanya yang terkena musibah kelaparan dan kemiskinan. ●
Di tengah krisis moral dan etika pejabat seperti kasus suap dan korupsi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan Ketua MK, Akil Mochtar, merupakan perilaku yang sangat tidak amanah dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pejabat negara saat ini hidup penuh dengan nafsu materialistis. Keimanan dan ketakwaan umat Islam semakin menipis.
Selain itu, pejebat negara yang memiliki kelebihan kekayaan diuji untuk sedikit mengurbankan hartanya demi menegakkan ajaran dan syariat Islam. Maka, kualitas keagamaan umat Islam dalam menjalankan ibadahnya secara vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas), akan teruji saat ritual ibadah kurban ini. Mereka harus selalu memperhatikan kaum fakir miskin.
Secara teologis, kurban sendiri memiliki tujuan agar mereka mampu mengikuti jejak ajaran tauhid Ibrahim melalui perjalanan hidupnya untuk melepaskan kepentingan dan kesenangan pribadinya. Mungkin dalam rasionalitas manusia modern, sungguh tidak mungkin, orang tua menyembelih anaknya. Namun, bagi Ibrahim, perintah itu sebuah bentuk ketaatan dan kepasrahan secara menyeluruh kepada Allah.
Ada beberapa faktor teologi untuk membumikan makna Idul Kurban. Ibadah kurban jangan ditafsirkan secara sepihak hanya sebatas formalitas untuk mengurbankan dalam bentuk material atau finansial melalui penyembilah hewan kurban, tetapi yang lebih signifikan, umat Islam harus bisa memahami bahwa hewan kurban hanyalah sebuah simbolis ritual kurban.
Menurut M Amin Abdullah dalam karyanya Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (2004), sesungguhnya ibadah kurban memiliki makna yang mendalam, yaitu mengajak umat manusia kembali kepada ajaran monoteis yang berdimensi pada keberpihakan secara sosial kemasyarakatan.
Bukan sebaliknya, keberpihakan pada individu yang menyebabkan korupsi di lembaga negara. Kurban itu bertujuan menyatukan dimensi tauhid yang bersifat transendental fungsional dan dimensi kepedulian sosial yang bersifat historis-empiris dalam satu keutuhan pandangan hidup mencerminkan sikap hidup keberagamaan Islam yang autentik dan tulus untuk mematuhi perintah Allah.
Sesungguhnya esensi kurban adalah ketakwaan dan keimanan secara penuh atas perintah Allah. Karena itu, perintah Allah dilakukan secara penuh pengabdian dan pergorbanan serta berikanlah kepada Allah yang terbaik sebab Allah tidak pernah membutuhkan apa-apa dari kekayaan, kekuasaan, dan jabatan yang dimiliki umat Islam. Allah hanya ingin menguji kesucian diri umat Islam dalam menjalankan ibadah kurban untuk memenuhi perintah dan ajaran-Nya.
Hal itu telah dijelaskan dalam Al Quran, surat al-Hajj, ayat 37, yang berbunyi, "Daging-daging unta, sapi, kerbau, kambing dan darahnya itu tidak sekali-kali dapat mencapai (keridhaan) Allah, akan tetapi, ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya". Maka, bukan daging dari kurban itu yang sampai kepada Allah, tapi ketakwaan dalam arti yang sangat luas yang akan dinilai Allah.
Ibadah kurban sebagai sebuah simbol suci sesungguhnya memunyai muatan secara teologis. Pada dasarnya, kurban merupakan salah satu mediator untuk melakukan taqarrub dan tabayyun untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah, segala bentuk nafsu dan egoisme umat Islam yang saat ini sedang merasuki manusia dengan mencari kekayaan dan harta benda yang sebanyak-banyaknya di dunia bisa dikikis. Ini disimbolkan dengan simbol penyembilhan kurban dan memberikan daging hewan kurban kepada kaum miskin. Dengan demikian, ritual ibadah kurban adalah salah satu bentuk cara menauhidkan kembali nilai-nilai ketuhanan.
Untuk itu, penguatan terhadap ajaran-ajaran tauhid kepada umat Islam sangat diperlukan saat ini untuk menghindari segala bentuk kekerasan dan radikalisme dan perbuatan yang menghalalkan segala cara. Berdasarkan asumsi itulah, ibadah kurban merupakan langkah paling efektif untuk kembali mengingatkan kepada umat agar selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Karena itu, meniatkan diri untuk kembali menambah nilai-nilai keimanan dan ketakwaan menjadi faktor utama umat Islam yang menjalankan ritual ibadah kurban agar nilai-nilai ibadahnya dapat diterima Allah. Makna yang terpenting dari memperingati Idul Adha adalah umat Islam dapat kembali mempertauhidkan kembali ajaran Islam ke dalam bentuk kehidupan sosial dengan selalu mengasihi dan menyayangi hambanya yang terkena musibah kelaparan dan kemiskinan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar