|
PEKAN
ini KPK memeriksa Andi Alifian Mallarangeng, akademisi yang kemudian terjun ke
politik dan menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, sebagai tersangka korupsi
proyek Hambalang. Dalam kasus korupsi proyek bernilai Rp 2,5 triliun itu Andi
dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan
atas UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sebelum
terjun ke politik dengan mendirikan Partai Demokrasi Kebangsaan dan kemudian
bergabung dengan Partai Demokrat, Andi dosen di Institut Ilmu Pemerintahan
(IIP) Jakarta. Rudi Rubiandini, sebelum menjabat Wakil Menteri ESDM dan
kemudian Kepala SKK Migas adalah dosen dan Guru Besar Institut Teknologi
Bandung (ITB).
Dia
kini ditahan sebagai tersangka suap setelah ditangkap KPK dengan barang bukti
uang 700.000 dolar AS dari petinggi PT Kernel Oil di Indonesia, Simon Gunawan
Tanjaya, pada 13 Agustus lalu. Rudi dijerat Pasal 12 Huruf a dan Huruf b atau
Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1
KUHP.
Andi
dan Rudi menambah panjang daftar tersangka kasus korupsi berlatar akademisi.
Sebelumnya, ada mantan ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin. Mantan guru besar
Universitas Indonesia (UI) ini tersandung kasus pengumpulan dana taktis dari
rekanan KPU pada 2005. Nazaruddin divonis 6 tahun penjara dan mengembalikan
kerugian negara Rp 1,068 miliar.
Lalu,
ada Rusadi Kantaprawira, saat itu anggota KPU. Guru Besar Universitas
Padjadjaran (Unpad) Bandung, ini tersandung kasus korupsi pengadaan tinta sidik
jari Pemilu 2004. Ia dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Berikutnya
Mulyana Wirakusumah. Kriminolog UI ini tertangkap tangan saat menerima suap
dari pegawai BPK. Saat itu Mulyana menjabat anggota KPU. Selain suap, Mulyana
juga terlibat korupsi pengadaan kotak suara Pemilu 2004.
Mulyana
divonis 2 tahun 7 bulan penjara untuk kasus suap, dan 15 bulan penjara untuk
korupsi kotak suara. Juga ada Daan Dimara. Guru Besar Universitas Cendrawasih
Jayapura, ini tersandung kasus korupsi saat menjabat anggota KPU. Dia
dinyatakan terlibat korupsi pengadaan segel surat suara pada 2005. Daan divonis
4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Guru
Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri tersandung korupsi dana
nonbujeter saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan. Rokhmin divonis 7
tahun penjara. Selanjutnya Miranda Swaray Goeltom, Guru Besar UI ini terlibat
suap pemberian cek pelawat kepada sejumlah anggota DPR pada 2004.
Miranda
divonis 3 tahun penjara. Di daerah, Rektor Universitas Jenderal Soedirman
(Unsoed) Purwokerto Edy Yuwono ditahan kejaksaan, pada Rabu (21/8), sebagai
tersangka korupsi dana corporate social responsibillity (CSR) dari PT Aneka
Tambang untuk proyek Pengembangan Perikanan, Peternakan dan Pertanian Terpadu
di Pantai Ketawang Grabag Kabupaten Purworejo.
Hasil
audit BPKP Jateng per 1 Agustus 2013, kerugian negara dalam kasus itu Rp 2,154
miliar dari proyek kerja sama Unsoed-Antam senilai Rp5,8 miliar. Edy dijerat
Pasal 2, 3, 9, dan 12B UU Nomor 20 Tahun 2001.
Penuh Jebakan
Mengapa
akademisi terjerat dalam pusaran korupsi? Pengamat politik dari Universitas
Nasional (Unas) Jakarta Alfan Alfian berpendapat, keterjeratan akademisi dalam
kasus korupsi menunjukkan bahwa dunia politik penuh dengan jebakan, godaan, dan
intrik. Jika tak berhati-hati, akademisi akan dimanfaatkan oleh politikus.
Menurut
Alfian, ada beberapa faktor yang memengaruhi akademisi terlibat korupsi, antara
lain mereka dikendalikan kekuatan besar yang memanfaatkan kesempatan dengan
sistem yang mudah untuk menyimpangkan wewenang atau abuse of power. Dari sisi lain, Rektor Universitas Paramadina
Jakarta Anies Baswedan mengakui citra kalangan akademisi jatuh gara-gara ada
oknum terjerat korupsi.
Namun,
untuk memperbaiki hal tersebut ia makin mantap terjun ke dunia politik dengan
mengikuti konvensi calon presiden dari Partai Demokrat. Klaim bahwa akademisi
terjebak dan dimanfaatkan politikus sehingga terlibat korupsi, bisa benar bisa
tidak. Yang pasti, mereka bukan orang bodoh.
Namun
orang pintar kadang masih kalah dari orang beja (beruntung). Barangkali mereka
sedang apes. Betapa banyak pejabat korupsi tetapi tak tertangkap. Atau mereka
pintar tetapi lugu, tidak menguasai medan, sehingga jejaknya mudah diendus.
Bandingkan dengan politikus kawakan yang sering disebut terlibat korupsi tapi
tetap aman.
Yang
pasti, ada dua faktor yang memengaruhi terjadinya korupsi, yakni niat dan
kesempatan. Bila niat itu ada tetapi tak ada kesempatan, “tidak jadi itu
barang”.
Begitu
pun bila ada kesempatan tetapi tak ada niat. Maka, dua faktor itu harus ditutup
secara simultan. Nilai-nilai kampus mestinya membentuk karakter para akademisi
sehingga tak ada niat korupsi. Sistem yang bagus dan bersih dapat menutup
kesempatan korupsi. Dua hal itu menjadi tanggung jawab siapa? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar