Sabtu, 24 Agustus 2013

Pendidikan Murah Tak Sekadar Impian

Pendidikan Murah Tak Sekadar Impian
Wulan Widi Ifafah ;    Penerima beasiswa unggulan RI jurusan Sosiologi
di University of Pune, India
SINAR HARAPAN, 23 Agustus 2013


Betapa antusiasnya anak-anak Indonesia ketika mengatakan “aku ingin jadi dokter”, “aku ingin jadi pilot”, “aku ingin jadi presiden”, dan lain sebagainya. Namun impian mereka sering kali berhenti pada mahalnya biaya pendidikan.

Meskipun banyak beasiswa yang menawarkan jaminan pendidikan hingga periode tertentu, beasiswa tersebut belum dapat meringankan beban seluruh masyarakat miskin di Indonesia yang ingin bersekolah.

Dengan demikian, tetap saja banyak anak Indonesia yang putus sekolah dan merelakan cita-citnya kandas di tengah jalan. Sering kali orang tua mereka harus menjual tanah, rumah, kendaraan, emas, demi menyekolahkan anaknya. Begitu mahalnya biaya pendidikan di negara kita. Mari kita tengok pendidikan di India.

Di India, biaya pendidikan termasuk sangat murah. Bayangkan saja, untuk semua warga negara India, biaya kuliah dipatok hanya Rp 500.000-2 juta per tahun. Jika tidak mampu maka dapat mengajukan permohonan sehingga mendapatkan pendidikan gratis.

Bukan saja murah, tetapi berkualitas. Hampir di setiap kampus, berbagai fasilitas tersedia seperti gym, lapangan basket, aula, lapangan bola, ruang belajar, perpustakaan, ruang santai, kantin, taman, asrama, dan lain-lain di mana jika dibayangkan hampir mustahil dengan biaya Rp 500.000-2 juta per orang per tahun.

Selain itu, hampir seluruh instansi pendidikan di India menggunakan bahasa Inggris sehingga dapat menyetarakan kualitas belajar skala internasional. Kesuksesan India dalam memberikan pendidikan murah dan berkualitas membuat mahasiswa asing banyak belajar di India.

Buku dan Laptop Murah

Cara India memajukan sistem pendidikannya sangat relevan dibandingkan Indonesia. Di Indonesia, hanya kurikulum saja yang dipertimbangkankan dan diubah-ubah yang membutuhkan waktu sangat lama dan membuat siswa kaget dan stres.

Sementara di India, mereka menurunkan biaya buku dengan bahan yang tidak terlalu bagus sehingga harganya bisa lebih murah, membuat percetakan khusus buku yang bekerja sama dengan luar negeri sehingga harga buku-buku skala internasional dapat dijangkau di kalangan siswa/mahasiswa.

Mereka juga meluncurkan laptop dengan harga murah seharga INR 500 (sekitar Rp 120.000) yang merupakan bagian dari program pemerintah dalam menyediakan konektivitas siswa sekolah dengan gurunya dan lain sebagainya yang mana tujuan dan output dari kebijakan India untuk memajukan pendidikan lebih relevan dibandingkan dengan Indonesia.

Menurut World Bank, jumlah anak yang mengenyam pendidikan dasar di India meningkat dari 57 juta jiwa menjadi 197 juta jiwa hanya dalam kurun waktu enam tahun yaitu sejak 2003-2009. Sementara jumlah anak putus sekolah menurun 25 juta jiwa menjadi 8 juta jiwa pada kurun waktu yang sama.
India benar-benar memikirkan bagaimana cara meningkatkan kualitas pendidikan serta melihatnya sebagai investasi jangka panjang. Bagi India, teknologi dan pendidikan sangat penting untuk memajukan negaranya.

"Berpikir adalah kemajuan. Tidak berpikir merupakan stagnasi bagi individu, organisasi, dan negara. Berpikir mengarahkan pada tindakan. Pengetahuan tanpa tindakan tidak ada gunanya dan tidak relevan. Pengetahuan dengan tindakan mengubah kesengsaraan menjadi kesejahteraan," kata Dr Abdul Kalam, mantan Presiden India.

Sejak 1951

Sejak awal kemerdekaan, pemerintah India konsisten mengembangkan pusat-pusat keunggulan di tingkat universitas. Tiga tahun setelah kemerdekaannya, yaitu pada 1951, parlemen India menetapkan Institut Teknologi India di Karagpur sebagai pusat keunggulan nasional. Semua dana pembangunan dan operasional sepenuhnya disokong oleh pemerintah pusat. Institut teknik yang sama dibentuk di lima kota lain yang tersebar di sejumlah wilayah dari utara sampai selatan di negeri itu.

Keberadaan IIT yang didukung penuh secara finansial oleh pemerintah pusat itu sangat besar peranannya menciptakan kumpulan besar teknisi dan pakar teknologi di India.

Orang-orang India berbondong-bondong belajar dan bekerja di negara maju dan sebagian kembali ke 
India membentuk perusahaan-perusahaan perangkat lunak komputer. Pada 2002 industri piranti lunak di India menghasilkan US$ 10 miliar, dengan pasar domestik US$ 2 miliar dan memberikan sumbangan 16 persen dari total ekspor dari negara itu.

"Kekuatan teknologi bangsa ini yang menjadi kunci untuk mencapai status negara maju. Perhatian yang memadai perlu diberikan untuk membangun kader-kader sumber daya manusia khusus di negara ini," kata Kalam dalam sebuah bukunya.

Banyak sekali ilmuwan di Indonesia yang tak kalah dengan ilmuwan di negara maju. Namun ilmunya sebatas menjadi tinta hitam di atas putih tanpa adanya realisasi karena kurangnya dukungan dan sokongan sepenuhnya dari pemerintah. Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia juga tak sebanding dengan kualitas yang didapat.


Selain soal infrastruktur, seperti ruang kelas yang rusak, serta sarana perpustakaan dan laboratorium yang kurang, kondisi guru dalam peningkatan mutu pendidikan juga tak kunjung baik kualitasnya. Namun semua persoalan pasti ada cara pemecahannya, tidak hanya sebatas meningkatkan anggaran untuk pendidikan, namun juga pengawasan mutu dan juga strategi yang tepat diperlukan karena sudah banyak bercampur dengan kepentingan politik. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar