|
Betapa antusiasnya anak-anak
Indonesia ketika mengatakan “aku ingin jadi dokter”, “aku ingin jadi pilot”,
“aku ingin jadi presiden”, dan lain sebagainya. Namun impian mereka sering kali
berhenti pada mahalnya biaya pendidikan.
Meskipun banyak beasiswa yang menawarkan
jaminan pendidikan hingga periode tertentu, beasiswa tersebut belum dapat
meringankan beban seluruh masyarakat miskin di Indonesia yang ingin bersekolah.
Dengan demikian, tetap saja banyak
anak Indonesia yang putus sekolah dan merelakan cita-citnya kandas di tengah
jalan. Sering kali orang tua mereka harus menjual tanah, rumah, kendaraan,
emas, demi menyekolahkan anaknya. Begitu mahalnya biaya pendidikan di negara
kita. Mari kita tengok pendidikan di India.
Di India, biaya pendidikan
termasuk sangat murah. Bayangkan saja, untuk semua warga negara India, biaya
kuliah dipatok hanya Rp 500.000-2 juta per tahun. Jika tidak mampu maka dapat
mengajukan permohonan sehingga mendapatkan pendidikan gratis.
Bukan saja murah, tetapi
berkualitas. Hampir di setiap kampus, berbagai fasilitas tersedia seperti gym,
lapangan basket, aula, lapangan bola, ruang belajar, perpustakaan, ruang
santai, kantin, taman, asrama, dan lain-lain di mana jika dibayangkan hampir
mustahil dengan biaya Rp 500.000-2 juta per orang per tahun.
Selain itu, hampir seluruh
instansi pendidikan di India menggunakan bahasa Inggris sehingga dapat
menyetarakan kualitas belajar skala internasional. Kesuksesan India dalam
memberikan pendidikan murah dan berkualitas membuat mahasiswa asing banyak
belajar di India.
Buku dan Laptop Murah
Cara India memajukan sistem
pendidikannya sangat relevan dibandingkan Indonesia. Di Indonesia, hanya
kurikulum saja yang dipertimbangkankan dan diubah-ubah yang membutuhkan waktu
sangat lama dan membuat siswa kaget dan stres.
Sementara di India, mereka
menurunkan biaya buku dengan bahan yang tidak terlalu bagus sehingga harganya
bisa lebih murah, membuat percetakan khusus buku yang bekerja sama dengan luar
negeri sehingga harga buku-buku skala internasional dapat dijangkau di kalangan
siswa/mahasiswa.
Mereka juga meluncurkan
laptop dengan harga murah seharga INR 500 (sekitar Rp 120.000) yang merupakan
bagian dari program pemerintah dalam menyediakan konektivitas siswa sekolah
dengan gurunya dan lain sebagainya yang mana tujuan dan output dari
kebijakan India untuk memajukan pendidikan lebih relevan dibandingkan dengan
Indonesia.
Menurut World Bank, jumlah
anak yang mengenyam pendidikan dasar di India meningkat dari 57 juta jiwa menjadi
197 juta jiwa hanya dalam kurun waktu enam tahun yaitu sejak 2003-2009.
Sementara jumlah anak putus sekolah menurun 25 juta jiwa menjadi 8 juta jiwa
pada kurun waktu yang sama.
India benar-benar memikirkan
bagaimana cara meningkatkan kualitas pendidikan serta melihatnya sebagai
investasi jangka panjang. Bagi India, teknologi dan pendidikan sangat penting
untuk memajukan negaranya.
"Berpikir adalah
kemajuan. Tidak berpikir merupakan stagnasi bagi individu, organisasi, dan
negara. Berpikir mengarahkan pada tindakan. Pengetahuan tanpa tindakan tidak
ada gunanya dan tidak relevan. Pengetahuan dengan tindakan mengubah
kesengsaraan menjadi kesejahteraan," kata Dr Abdul Kalam, mantan Presiden
India.
Sejak 1951
Sejak awal kemerdekaan,
pemerintah India konsisten mengembangkan pusat-pusat keunggulan di tingkat
universitas. Tiga tahun setelah kemerdekaannya, yaitu pada 1951, parlemen India
menetapkan Institut Teknologi India di Karagpur sebagai pusat keunggulan
nasional. Semua dana pembangunan dan operasional sepenuhnya disokong oleh
pemerintah pusat. Institut teknik yang sama dibentuk di lima kota lain yang
tersebar di sejumlah wilayah dari utara sampai selatan di negeri itu.
Keberadaan IIT yang didukung
penuh secara finansial oleh pemerintah pusat itu sangat besar peranannya
menciptakan kumpulan besar teknisi dan pakar teknologi di India.
Orang-orang India
berbondong-bondong belajar dan bekerja di negara maju dan sebagian kembali ke
India membentuk perusahaan-perusahaan perangkat lunak komputer. Pada 2002
industri piranti lunak di India menghasilkan US$ 10 miliar, dengan pasar
domestik US$ 2 miliar dan memberikan sumbangan 16 persen dari total ekspor dari
negara itu.
"Kekuatan teknologi
bangsa ini yang menjadi kunci untuk mencapai status negara maju. Perhatian yang
memadai perlu diberikan untuk membangun kader-kader sumber daya manusia khusus
di negara ini," kata Kalam dalam sebuah bukunya.
Banyak sekali ilmuwan di
Indonesia yang tak kalah dengan ilmuwan di negara maju. Namun ilmunya sebatas
menjadi tinta hitam di atas putih tanpa adanya realisasi karena kurangnya
dukungan dan sokongan sepenuhnya dari pemerintah. Mahalnya biaya pendidikan di
Indonesia juga tak sebanding dengan kualitas yang didapat.
Selain soal infrastruktur,
seperti ruang kelas yang rusak, serta sarana perpustakaan dan laboratorium yang
kurang, kondisi guru dalam peningkatan mutu pendidikan juga tak kunjung baik
kualitasnya. Namun semua persoalan pasti ada cara pemecahannya, tidak hanya
sebatas meningkatkan anggaran untuk pendidikan, namun juga pengawasan mutu dan
juga strategi yang tepat diperlukan karena sudah banyak bercampur dengan
kepentingan politik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar