HARIAN ini memberi judul pada salah satu
berita: ”Jokowi Unggul di Kelas
Menengah” (SM, 21/3/13). Hasil penelitian Lembaga Survei Publica Research & Consulting menyimpulkan,
faktor yang menjadi pertimbangan kelompok kelas menengah dalam memilih
presiden bukanlah asal partai politik, suku, jenis kelamin, atau agama.
Kelas menengah lebih cenderung mempertimbangkan kemampuan sang tokoh
untuk menyejahterakan rakyat.
Berita itu mempunyai makna dalam karena
menyadarkan kita bahwa sesungguhnya peran kelas menengah patut mendapat
dukungan. Realitasnya, di Indonesia yang tengah berada dalam hiruk-pikuk
dan kegaduhan ajang politik praktis, pendapat dan pemikiran kelas
menengah tersebut seperti terpinggirkan.
Tulisan ini tidak akan menyoal mengapa
kelas menengah lebih memilih Jokowi sebagai tokoh paling layak untuk
menjadi pemimpin masa depan tetapi lebih membahas pada peran kelas
menengah dalam penegakan demokrasi.
Peran kelas (masyarakat) menengah dalam
perwujudan demokrasi sangat penting. Mendasarkan pada pengalaman sejarah,
ada keterkaitan erat antara peran (masyarakat) kelas menengah dan
pertumbuhan demokrasi sehingga demokrasi benar-benar menjadi keniscayaan
karena telah memberi manfaat secara substansial.
Pengalaman sejarah ini merujuk pada
Revolusi Prancis 1789 yang menumbangkan Raja Louis XVI (1774-1792)
sebagai penguasa absolut masa itu. Tidak dapat dimungkiri kejatuhan raja
tersebut dipicu oleh ketidakpuasan kelompok kelas menengah yang muak atas
perilaku pemimpin mereka yang sewenang-wenang dan manipulatif.
Prinsip
Persamaan
Kelas menengah merupakan terminologi yang
menunjuk pada kelompok masyarakat pekerja yang sangat mengandalkan pada
kemampuan diri dan usaha. Kemapanan mereka diperoleh bukan karena
berkuasa secara politik atas rakyat, atau dekat dengan kekuasaan. Kemapanan
mereka diperoleh lewat kerja keras.
Kemapanannya dalam bidang bidang ekonomi
misalnya, telah mengubah pandangan mereka tentang berbagai hal. Kelompok
kelas menengah ini mulai mengkritisi kekuasaan pemimpin negara absolut
dan kroni-kroni yang begitu korup.
Mereka juga mengidentikkan sebagai
kelompok masyarakat yang menghendaki kesetaraan, kebebasan berusaha
berbasis kejujuran dan fairness, persamaan di hadapan hukum (equality
before the law), penghormatan atas hak-hak sipil, dan mulai melepaskan
diri dari ikatan pemikiran yang primordial dan dipandang tidak rasional.
Pemikiran kelas menengah tersebut sangat
dipengaruhi oleh pemikiran filsuf kenegaraan Jean Jacques Rousseau
(1712-1778) tentang kedaulatan rakyat. Merujuk pada ajaran Rousseau,
kelas menengah tidak lagi menganggap raja sebagai titisan Tuhan sehingga
mereka tidak mengakui kedaulatan Tuhan sebagai dasar tiap-tiap
pemerintahan. Menurut mereka, kedaulatan rakyat merupakan satu-satunya
dasar yang benar.
Akhirnya, pengaruh kehadiran dan
pemikiran mereka menjadi pemicu kejatuhan Louis XVI. Pasca-Revolusi
Perancis muncul era of rights yang memfokuskan pada hak-hak sipil serta
politik warga negara dan negara demokratik modern. Pada era setelah
Revolusi Prancis, pengaruh pemikiran kelas menengah dalam melahirkan
konsep ketatanegaraan masih berlanjut.
Dalam konteks sosial kemasyarakatan
tindakan-tindakan pemerintah terhadap warga negara makin didorong untuk
mendasarkan pada prinsip persamaan di hadapan hukum dan tidak memihak.
Kehidupan warga negara tidak boleh lagi diatur oleh raja selaku penguasa
(rule by man) tetapi
mendasarkan semata-mata pada hukum (rule
of law) yang bersifat otonom, lepas dari kekuatan politik.
Pemikiran-pemikiran ini sekarang telah
mengilhami keberlakuan doktrin rule
of law dan demokrasi kerakyatan negara-negara modern. Revolusi
Perancis telah menunjukkan bahwa konsep demokrasi modern dan rule of law tidak bisa dilepaskan
dari peran kelas menengah. Negara-negara Eropa kini menjadi negara yang
mapan dengan sistem demokrasi.
Pelajaran yang dapat ditarik untuk
konteks masa kini, apabila memang dkehendaki ada demokrasi dan rule of law yang bisa memberi
kemanfaatan substansial maka kelas menengah harus mengambil peran,
terutama guna mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis,
serta tidak manipulatif dalam bidang politik dan ekonomi. Untuk
menyuarakan aspirasi kelas menengah, peran pers dan media massa menjadi
sangat penting.
Masyarakat kelas menengah sesungguhnya
tidak bersifat eksklusif. Siapa pun bisa masuk dalam kelompok itu. Mereka
sejatinya adalah masyarakat yang berupaya meningkatkan kesejahteraan diri
dan lingkungan bukan dengan mengandalkan kekuasaan atau kedekatan dengan
kekuatan politik. Negara tak seharusnya mengabaikan keberadaan mereka
karena kelompok itu bisa menjadi pengingat penguasa negara manakala
terjadi kecenderungan yang mengarah pada kehidupan kenegaraan yang
condong korup dan manipulatif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar