Siklus
Anggaran Pemilu
FX Sugiyanto ; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(FEB),
Kepala
Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Undip
|
SUARA
MERDEKA, 06 November 2012
DALAM konteks politik anggaran,
incumbent (petahana) atau birokrat yang ikut pemilu, termasuk pilkada, secara
politis sangat mungkin memanipulasi anggaran. Praktik itu dilakukan dengan
memanfaatkan siklus anggaran melalui alokasi anggaran, baik untuk belanja
barang publik, pelayanan publik, maupun berbagai model bantuan dan subsidi.
Manipulasi
juga bisa dilakukan dengan mempercepat kegiatan dan pencairan anggaran.
Menjelang pesta demokrasi, belanja pemerintah cenderung meningkat; bukan
untuk keperluan pemilu melainkan belanja barang dan akselerasi kegiatan
pelayanan publik. Pemerintah cenderung makin aktif turun ke bawah.
Peluang
memanfaatkan anggaran untuk kampanye terselubung makin besar apabila
transparansi anggaran dan informasi, partisipasi publik termasuk media,
kepedulian publik terhadap politik anggaran, relatif rendah.
Riset oleh
James E Alt dan David Dreyer Lassen (2005) menunjukkan tingkat manipulasi
anggaran lebih disebabkan oleh ketidaktransparanan anggaran dan informasi
ketimbang tingkat demokrasi. Tingkat tranparansi terkait dengan kemajuan
suatu negara, dan negara-negara berkembang cenderung lebih tidak transparan
dibanding negara maju.
Beck (1987)
menemukan fakta bahwa walaupun kebijakan moneter tidak secara aktif ikut
memainkan peran dalam siklus politik, realitasnya secara pasif ikut mendukung
melalui toleransi terhadap kebijakan fiskal yang cenderung ekspansif
menjelang pemilu.
Di Indonesia,
fakta empiris ditunjukkan pada periode I pemerintahan SBY. Menjelang Pilpres
2009, pemerintah melansir program bantuan langsung tunai, yang kemudian
mengundang polemik terkait isu pemanfaatan APBN untuk kampanye terselubung.
Walaupun program itu benar dan bermanfaat, sulit memungkiri SBY, selaku
petahana, mendapat manfaat besar dari program itu.
Peduli Anggaran
Tahun
2013 dan 2014 adalah tahun pemilu, baik untuk kepala pemerintahan maupun
legislatif. Artinya, peluang manipulasi politik terhadap siklus anggaran itu
sangat mungkin terjadi mulai tahun anggaran 2013 yang penyusunan
rancangannya, baik RAPBN maupun RAPBD dalam tahun ini. Bulan November ini
sangat krusial karena menjelang akhir penyusunan rancangan anggaran.
Walau kita
tetap memercayai legislatif; publik dan media harus lebih peduli dan
sepantasnya ekstrawaspada, karena bukan tak mungkin petahana; baik di
birokrasi maupun politikus di parlemen, memanfaatkan kondisi itu, atau
berkolaborasi, memanfaatkan peluang tersebut.
Karena tingkat
transparansi anggaran di Indonesia relatif masih rendah, peluang manipulasi
politis sangat mungkin terjadi. Transparansi anggaran mencakup perencanaan
dan implementasi alokasi. Dari aspek perencanaan, walau secara normatif
proses peningkatan transparansi sudah dipenuhi, kesempatan publik mencermati
secara mendalam rencana alokasi itu sangat terbatas.
Mekanisme
musrenbang sudah dilakukan dari tingkat desa sampai nasional, tetapi
bila sampai tahapan di tim anggaran, tingkat keterbukaan ini mengecil
karena mekanisme partisipasi publik sangat terbatas. Tidak ada public hearing
atau mekanisme lain, yang membuat publik punya kesempatan mencermati rencana
alokasi anggaran itu. Setelah legislatif menyetujui anggaran pun, publik
tidak mudah mengakses informasi anggaran ini untuk mengetahui pemanfaatannya.
Peluang
manipulasi politik anggaran juga dimungkinkan dengan meningkatkan akselerasi
belanja menjelang pemilu. Bisa jadi, berbagai kegiatan belanja sudah
dianggarkan, tetapi frekuensi dan intensitas itu lebih ”dipaksakan” menjelang
pemilu. Peluang ini sangat mungkin terjadi, terutama untuk belanja
operasional dan pemeliharaan, serta belanja modal.
Kita harus
mewaspadai jangan sampai realisasi belanja jauh melampaui rencana, sehingga
terjadi defisit untuk belanja tersebut. Sangat mungkin, petahana atau
politikus memanfaatkan momen anggaran perubahan untuk menutup kegiatan yang
anggarannya membengkak.
RAPBD Jateng 2013
Tahun 2013
adalah tahun Pilgub Jateng (bersamaan dengan pelaksanaan Pilbup Kudus dan
Temanggung), dan saat ini wakil rakyat sedang membahas RABPD 2013.
Dengan latar belakang itu, tidak salah jika masyarakat Jateng, termasuk DPRD,
lebih memberi perhatian terhadap kemungkinan manipulasi politik terkait
kebijakan anggaran.
Untuk RAPBD
Jateng, risiko itu makin besar karena cagub dan cawagub menjadi petahana
dalam pilgub. Itu mungkin ditambah sekda Jateng, anggota DPRD, yang dalam
perspektif politik anggaran bisa memengaruhi dan mengendalikan RAPBD.
Karena itu, peluang manipulasi dan kolaborasi sangat mungkin terjadi.
Harus diakui,
sejauh ini publik tidak mudah mengakses pembahasan RAPBD, selain tidak
sedikit publik yang tak peduli. Karena itu, peluang publik untuk menelaah
rencana anggaran itu sangat sempit dan terbatas.
Kita berharap
media dan kelompok masyarakat untuk lebih aktif mengungkap informasi RAPBD
tersebut. Waktu sangat terbatas, tentu sangat baik jika teman-teman media
menggelar forum publik guna menelaah RAPBD 2013. Termasuk menggelar forum
yang sama setelah wakil rakyat mengesahkannya menjadi APBD, sehingga
masyarakat lebih bisa mengawasi dan makin memperkecil peluang memanipulasi
anggaran secara politis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar