Hijrah dari
Korupsi
Rakhmat Hidayat ; Pengajar Jurusan
Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Kandidat PhD di Universite
Lumiere Lyon 2 Prancis
|
REPUBLIKA,
14 November 2012
Tahun baru Hijriah
adalah peristiwa penting bagi umat Islam. Paling tidak, ada beberapa makna
penting tahun baru Islam dalam konteks kekinian. Pertama, momen tahun baru
Islam menjadi momen penting dalam merefleksikan narasi sosial-religi
kehidupan berbangsa bernegara termasuk di dalamnya kondisi kehidupan umat
Islam dalam konteks Indonesia.
Momen ini menjadi
strategis dalam konteks keislaman bahwa peringatan tahun baru tidak sekadar
dirayakan dalam perhitungan Masehi. Tetapi, lebih penting dalam hitungan
kalender Muslim, yaitu Hijriah.
Kedua, tahun baru
Hijriah memiliki makna dalam hijrah kehidupan berbangsa bernegara dari
kondisi yang tidak baik menuju tatanan sosial yang lebih baik.
Semangat hijrah dan transformasi sosial menjadi kata kunci dalam peringatan tahun baru Islam.
Hijrah dalam konteks
saat ini di hadapkan pada berbagai persoalan yang menggelayuti kehidupan
rakyat Indonesia.Tantangan hijrah yang terdepan adalah hijrah dari korupsi.
Sebagaimana kita sudah mengetahui bahwa dunia internasional sudah mengenal
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Islam terbesar di dunia.
Meskipun 88 persen
penduduknya beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia
berdiri paling atas sebagai negara Muslim terbesar di atas Pakistan, India,
Bangladesh, Turki, Mesir, Nigeria, Aljazair, dan Maroko. Muslim di Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang moderat dan
toleran.
Ironisnya, di balik
catatan positif tersebut, Indonesia di mata dunia internasional tetap dikenal
sebagai negara dengan tingkat korupsi yang parah. Pengalaman empiris banyak
dirasakan oleh warga asing tatkala mengurus berbagai urusan administrasi di
Indonesia sebut saja imigrasi, catatan pernikahan, urusan
perdagangan/industri, dan berbagai pelayanan publik lainnya yang dikelola
oleh birokrasi publik.
Ironis memang, secara
kuantitatif berbanding terbalik dengan kinerja kualitatif. Dalam pelaksanaan
ibadah haji, misalnya, Indonesia dikenal sebagai negara yang paling banyak
jamaah hajinya. Banyak kisah dan pengalaman dari jamaah negara asing terhadap
keramahan jamaah haji Indonesia tatkala membantu mereka yang tersesat maupun
mengalami kesulitan dalam melaksanakan ibadah haji. Pertanyaannya, mengapa
korupsi masih merajalela di negara dengan mayoritas Muslim ini?
Data yang dilansir
Tranparency International pada 2011 tentang Indeks Persepsi Korupsi
(Corruption Perception Index) memperkuat problem korupsi tersebut. Data
tersebut merujuk pada 183 negara di dunia. Indonesia berada di peringkat
ke-100 bersama negara-negara lain seperti Argentina, Benin, Burkina Faso,
Djobouti, dan Gabon.
Bahkan, posisi
Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura, Brunei,
Malaysia, dan Thailand. Data tersebut menjadi kritik bagi Islam di Indonesia
untuk merefleksikan praktik keislamannya lebih jauh lagi. Bukan lagi sekadar
mengurusi hal-hal ritual ibadah, apalagi terlalu sibuk mengurus
perbedaan-perbedaan di kalangan internal Islam.
Hijrah Sosial
Keberadaan
tahun baru Islam menegaskan bagi kita bahwa hijrah sosial adalah sebuah
keniscayaan. Hijrah sosial merupakan kapitalisasi dari kesalehan sosial
berbasis individu. Sejatinya praktik keislaman dalam masyarakat Indonesia
mampu meredam berbagai praktik korupsi yang semakin akut.
Harus ada linieritas
antara praktik keislaman dengan berbagai kearifan dan realitas sosial.
Tetapi, kita sebenarnya diingatkan dengan survei itu bahwa keislaman kita
masih berada pada level individu. Dalam diskursus yang lebih luas, kita
menyebutnya dengan kesalehan individu.
Hipotesisnya belum
terbukti untuk mengubah kesalehan individu menuju kesalehan sosial. Kita sudah
lama diingatkan dengan konsep kesalehan sosial.
Berbagai diskusi maupun perdebatan tentang kesalehan sosial terus intensif dilakukan berbagai kalangan. Kita punya modal kuat menuju kesalehan sosial. Kesalehan sosial merupakan praksis dari kesalehan individu. Praktik keislaman seperti shalat, puasa, dan haji sejatinya mampu memberikan pencerahan dan pembebasan dari segala bentuk kemungkaran dan kezaliman sosial. Dengan proses ini, maka Islam menjadi kekuatan transformasi sosial.
Korupsi sudah menjadi
musuh bersama dan bagian dari kemungkaran global.
Menebar dakwah antikorupsi menjadi agenda penting Islam dalam upaya mentransformasikan kesalehan sosial. Keberadaan tahun baru Hijriah sering kalah ingar-bingarnya oleh peringatan tahun baru Masehi.
Oleh karena itu, momen
Hijriah ha rus didorong sebagai pintu masuk membangun hijrah sosial bagi umat
Islam di Indonesia. Hijrah sosial harus menjadi kekuatan transformatif dalam
pembangunan bangsa. Paling penting adalah merawat momen Hijriah ini sebagai
elan vital transformasi sosial menuju kesalehan sosial.
Hijrah sosial bukan
lagi berada pada level individu, tetapi menjadi pintu masuk dalam mengurangi
massifnya korupsi di negeri ini. Dalam konteks inilah, kita perlu terus
menyegarkan momen Hijriah dan berbagai praktik keislaman lainnya sebagai
penggerak kesalehan sosial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar