Selasa, 02 Oktober 2012

Sejahtera Melalui Daerah


Sejahtera Melalui Daerah
Yan Herizal ;  Anggota Komisi II DPR RI F-PKS
REPUBLIKA, 01 Oktober 2012


Ekonomi Indonesia selama kuartal kedua tahun ini tercatat tumbuh 6,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi ini tidak sejalan dengan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 dan telah merosot ke peringkat 124 dari sebelumnya bertengger di peringkat 108.

Dengan demikian, bisa dikatakan, pertumbuhan ekonomi belum mencapai tujuan utamanya, yaitu mewujudkan kesejahteraan manusia. Indikator IPM itu mencakup beberapa sektor sebagai indikator tercapainya kesejahteraan, seperti akses kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.

Kecaman atas realitas itu pun bermunculan. Padahal, upaya untuk mewujudkan kesejahteraan telah digiatkan, salah satu nya melalui perombakan tata kelola pemerintahan—dari yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi—melalui pelaksanaan otonomi daerah sejak 2001. Dengan otonomi daerah, diharapkan terwujud kesejahteraan nasional yang tumbuh dari akumulasi kesejahteraan daerah.

Kesejahteraan memang menjadi janji manis dari digulirkannya kebijakan otonomi daerah mengingat prinsip utama nya adalah bringing the state closer to the people. Dengan desentralisasi, pemerintah akan semakin dekat dengan rakyatnya. Hal itu sesuai dengan pendapat Smith (1985) yang menyatakan, salah satu tujuan utama dari desentralisasi di sisi kepentingan pemerintahan daerah adalah terciptanya local responsiveness.

Pemerintahan daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh rakyatnya. Pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik untuk mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan ekonomi di daerah demi terwujudnya kesejahteraan.

Oleh karena itu, sangat relevan jika saat ini peran pemerintah daerah disertakan untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Sejak diberlakukan, otonomi daerah telah menghasilkan pergeseran fokus pembangunan dari pusat ke daerah. Keleluasaan di bidang administrasi pemerintahan telah membuat sebagaian besar urusan masyarakat daerah yang dalam persentasenya mencapai 70 persen diserahkan ke pemerintah daerah, kecuali masalah keamanan, pertahanan, agama, hukum, fiskal, moneter, serta hubungan internasional.

Perlunya Sinergi

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia selama ini menganut asas yang bersifat continuum, tidak memandang secara dikotomi antara desentralisasi dan sentralisasi. Dengan demikian, tidak ada urusan atau kewenangan yang mutlak menjadi urusan daerah, tetapi bersifat concurrent atau dikerjakan bersama, baik oleh pusat maupun oleh daerah. Dalam konteks ini, pusat masih memiliki peran signifikan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi. 

Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara keduanya, yaitu pemerintah pusat dan daerah.
Pada level pemerintah daerah, tidak bisa dilepaskan peran penting pemerintah kabupaten/kota. Kedudukannya sebagai struktur pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat membuat kabupaten/kota dapat mewujudkan kesejahteraan melalui penyediaan layanan publik dasar yang terjangkau untuk sebagian besar masyarakat daerah.

Sebenarnya, tidak perlu repot bagi pemerintah kabupaten/kota untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Setidaknya, mereka hanya perlu fokus pada upaya memperbaiki daya beli rakyat dengan cara mengurangi pengeluaran hidup dasarnya, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, transportasi. Selama ini, kita lebih terfokus memperhatikan pertumbuhan ekonomi untuk menggenjot pendapatan rakyat, tapi belum memperbaiki daya beli mereka.

Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah memastikan tersedianya layanan publik dasar, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sarana transportasi dengan biaya yang terjangkau oleh sebagian besar rakyat. Pelayanan publik dasar yang terjangkau harus menjadi kewajiban demi mewujudkan kesejahteraan. Dengan mudahnya masyarakat daerah mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, infrastruktur, sarana transportasi, dan sebagainya akan membantu masyarakat daerah mengurangi mahalnya biaya hidup dasar sekaligus meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, kesejahteraan hidup otomatis akan tercapai.

Patut disayangkan, walaupun pelayanan publik dasar yang terjangkau harus dijalankan demi mewujudkan kesejahteraan, buruknya pelayanan publik dasar masih kerap terjadi. Layanan kesehatan terhadap warga miskin masih utopis, bahkan banyak di antara mereka yang harus menyerah terhadap penyakit. Kesulitan juga terjadi mana kala mereka ingin menaikkan kualitas hidupnya melalui pendidikan yang baik bagi anakanak nya. Begitu juga dengan keberadaan infrastruktur dasar dan sarana transportasi massal yang tak laik sehingga mem buat biaya hidup mereka membengkak.

Di tingkat pemerintah daerah, tidak bisa dipungkiri juga adanya peran pemerintah provinsi untuk mewujudkan kesejahteraan. Hal itu dilakukan dengan ber upaya fokus pada pengembangan perekonomian daerah dengan segala potensi yang ada. Selain itu, provinsi diha rapkan mampu mewujudkan kerja sama antardaerah dalam penyediaan pelayanan publik, peningkatan daya saing perekonomian wilayah, sekaligus menjadi wakil dari pemerintah pusat untuk menjamin terlaksananya target-target nasional sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat daerah.

Pada level pemerintah pusat, juga di per lukan peran pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan. Peran penting pemerintah pusat di antaranya dengan menerapkan standar pelayanan minimum nasional untuk pelayanan publik dasar yang terjangkau bagi sebagian besar masyarakat sehingga setiap daerah mampu menerapkan standar tersebut.

Selain itu, pemerintah pusat juga harus mampu mewujudkan politik anggaran yang memihak pada upaya menyejahterakan daerah. Perombakan dalam politik anggaran itu penting, mengingat pada kenyataannya proporsi dana transfer daerah hanya berkisar 30 persen dari total belanja negara. Padahal, pada era otonomi daerah ini, sudah lebih dari 70 persen urusan diserahkan kepada daerah.

Kondisi tersebut diperparah dengan ketiadaan political will dari banyak pemerintah daerah untuk memprioritaskan anggaran keperluan langsung masyarakat. Kebanyakan anggaran habis hanya untuk belanja birokrasi. Bahkan, ada daerah yang menggunakan 77 persen APBD hanya untuk gaji dan honor birokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar