Senin, 22 Oktober 2012

Ada yang Salah dengan Pemerintah Ini


Ada yang Salah dengan Pemerintah Ini
C Wahyu Haryo PS ;  Wartawan Kompas
KOMPAS, 22 Oktober 2012
  

Banyak kalangan menyebut Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat korupsi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun bertekad berada di barisan depan dalam perang melawan korupsi. Namun ironinya, ada terpidana korupsi yang diangkat menjadi pejabat pemerintah.
Di Provinsi Kepulauan Riau, mantan terpidana korupsi pelepasan hutan lindung di Bintan, Azirwan, diangkat menjadi kepala dinas kelautan dan perikanan. Rupanya di Kepri masih ada lagi pejabat yang mantan terpidana korupsi. Pemerintah Kabupaten Lingga mengangkat Iskandar Ideris (kasus proyek Dermaga Rejai) menjadi kepala dinas pekerjaan umum dan perhubungan, Dedy ZN (kasus pencetakan sawah di Singkep Barat) sebagai kepala dinas pertanian dan perkebunan, Jabar Ali (proyek gedung di dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga ) sebagai kepala badan arsip dan perpustakaan, dan Togi Simanjuntak (kasus proyek Dermaga Rejai) sebagai kepala Satpol Pamong Praja.
Lebih tragis lagi, pemerintah pusat di bawah kendali Presiden SBY belum juga mengambil tindakan koreksi atas keputusan Gubernur Kepri Muhammad Sani yang mengangkat Azirwan. Juga pejabat-pejabat di tingkat kabupaten itu. Entah juga menjadi ironi atau tidak, tetapi Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyatakan, Presiden belum mendapat laporan dari kementerian terkait mengenai hal itu, dalam hal ini dari Kementerian Dalam Negeri.
Kami belum bisa masuk lebih jauh karena Presiden belum menerima laporan mengenai hal ini,” kata Julian, Rabu (17/10).
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi berpandangan, pengangkatan itu dari segi undang-undang tidak salah karena itu kewenangan gubernur. Setali tiga uang, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar juga menilai, pengangkatan Azirwan tak masalah sebab ia sudah menyelesaikan hukumannya (Kompas (2/10).
Pangkal persoalan justru terletak pada tindakan pemerintah daerah setempat yang tidak memecat Azirwan saat divonis bersalah. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, Kamis (18/10), menyatakan, Azirwan semestinya saat itu dipecat karena dengan vonis itu Azirwan ia tidak lagi memenuhi syarat kepegawaian, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, lebih rinci menyebutkan, ketentuan Pasal 23 Ayat 4 UU No 43 Tahun 1999 seharusnya menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberhentikan Azirwan dengan tidak hormat. Azirwan telah divonis 2,5 tahun karena terbukti menyuap dan hal itu dilakukan saat ia menjabat Sekda Bintan. Dengan demikian dapat dikatakan Azirwan terbukti melanggar sumpah/janji PNS. Selain itu, tindak pidana yang dilakukannya berhubungan dengan jabatan. Namun, pada 8 Maret 2012 ia dilantik sebagai Kadis Kelautan dan Perikanan Kepri oleh Gubernur Kepri Muhammad Sani.
Gubernur hingga kini masih bergeming dengan keputusannya itu meski kritik terus mengalir. Hal itu makin runyam lagi karena pemerintah pusat seperti lepas tangan terhadap persoalan itu. Mendagri mengaku tidak berwenang melakukan koreksi atas keputusan gubernur itu mengingat pengangkatan kepala dinas memang wewenang gubernur. Padahal, Mendagri juga berpandangan, dari aspek moral, kepatutan, dan kepantasan, keputusan pengangkatan Azirwan itu tidak dapat dibenarkan.
Sungguh tidak masuk akal jika pemerintah pusat tidak bisa mengoreksi keputusan gubernur yang notabene wakil pemerintah pusat di daerah. Makin tidak masuk akal ketika mendagri mengaku tidak bisa mengoreksi keputusan gubernur. Peraturan daerah yang tingkatannya lebih tinggi dari keputusan gubernur bisa dikoreksi dan bahkan bisa dibatalkan oleh mendagri. Tetapi, keputusan gubernur yang tingkatannya berada di bawah perda malah dikatakan tidak bisa dikoreksi.
Persoalan pengangkatan mantan terpidana korupsi sebagai pejabat memang tidak melulu terkait aturan hukum, atau lebih picik lagi terkait perbedaan tafsir aturan hukum. Lebih besar dari itu, persoalan ini menyangkut keputusan yang bertentangan dengan moral masyarakat yang juga mencederai rasa keadilan masyarakat. Ini juga melawan arus kuat di masyarakat yang ingin memberantas korupsi akut di negeri ini.
Jika para pemimpin baik di daerah maupun pusat diam saja, tentu ada yang salah dengan pemerintah di negeri ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar