Kamis, 09 Agustus 2012

Pagi Dele Sore Tempe


Pagi Dele Sore Tempe
Iman Sugema ; Ekonom
REPUBLIKA, 06 Agustus 2012

Tentunya, Anda tahu arti dari peribahasa yang menjadi ju dul dari artikel ini. Kalau berurusan dengan seorang yang sering ingkar janji atau yang perbuatannya tidak konsisten dengan apa yang dikatakannya, Anda akan bilang `ah dia itu pagi dele sore tempe'. Tadi dia bilang kedelai, sekarang bilangnya tempe.

Beberapa minggu terakhir ini, kita dihebohkan dengan naiknya harga kedelai di pasar internasional yang kemudian berbuntut pada pemogokan massal oleh perajin tahu-tempe. Dalam beberapa hari, makanan sejuta umat tersebut lenyap dari pasaran. Tak sampai mengakibatkan krisis pangan memang karena rakyat memiliki alternatif selain tahu-tempe. Untuk sekadar meredakan suasana, kemudian pemerintah membuka keran impor seluas-luasnya yang disertai dengan penurunan tarif impor dari lima persen menjadi nihil. Kok, solusinya cuman segitu ya.

Krisis kedelai semacam ini bukanlah hal yang baru. Sekitar empat tahun yang lalu kita pernah menghadapi hal yang sama. Waktu itu pemerintah meresponsnya dengan mencanangkan swasembada kedelai. Sampai detik ini, hampir tak ada upaya serius untuk mencapai swasembada. Apa yang diperbuat tidak nyambung dengan apa yang dikatakan. Kebijakan swasembada kedelai adalah contoh paling tragis dari peribahasa pagi dele sore tempe.

Persoalannya selalu pada konsistensi antara janji dan perbuatan. Bangsa kita terlalu banyak dininabobokan oleh janjijanji manis. Terlalu banyak yang hanya pandai menjual mimpi. Persoalan seakan selesai kalau sudah pidato di layar kaca. Setelah itu, birokrasi bekerja `as usual' seolah tak pernah terjadi apa-apa. Karenanya, masalah yang sama selalu terjadi berulang-ulang.

Padahal untuk masalah kedelai ini, penyelesaian dapat dilakukan secara permanen dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Menurut hasil uji lapangan yang dilakukan oleh salah seorang staf pengajar IPB, yakni Dr Munif Gulamahdi (MG), kedelai lebih cocok ditanam pada lahan pasang surut dengan ketersediaan air yang cukup. Menurut MG, ada dua juta hektare lahan pasang surut yang telantar. Kalau saja seperempatnya dari lahan telantar tersebut diperbaiki tata airnya, Indonesia sudah bisa swasembada kedelai.

Produktivitas pada lahan tersebut dapat mencapai empat ton per hektare atau lebih tinggi dibandingkan Amerika dan Brasil yang mencapai rata-rata tiga ton per hektare. Sebagai catatan, produktivitas rata-rata kedelai di Indonesia saat ini hanya sekitar 1,4 ton per hektare.

Tentu saja, persoalannya tidaklah semudah di atas meja. Pemerintah harus membangun infrastruktur tata-air, infrastruktur transportasi, fasilitas sosial, dan perumahan bagi para transmigran. Tentu, yang paling penting adalah mendatangkan petani ke lahan tersebut dan kemudian membinanya sampai berhasil. Aspek sosial ini yang justru paling menantang. Tidaklah selalu mudah bagi petani untuk bisa menerima ide dan kebiasaan baru. Namun, tentunya untuk hal ini, kita sudah memiliki banyak pengalaman dalam proyek transmigrasi sewaktu zaman Orba dahulu.

Hal yang saya diskusikan bukanlah apakah kebijakan pemerintah di bidang kedelai harus mengikuti resep yang disarankan oleh MG, melainkan lebih jauh lagi menyangkut sesuatu yang sangat fundamental. Yaitu, apa pun sekenario penyelesaian terhadap sebuah permasalahan pada akhirnya yang menentukan tingkat kesuksesan adalah pelaksanaannya. Tak ada masalah yang selesai hanya dengan konsep atau bincang-bincang. Harus ada orang yang mampu melaksanakan konsep itu.

Selain itu, kita ternyata kaya akan berbagai alternatif solusi. Skenario MG yang saya bahas di atas hanyalah salah satunya. Dalam diskusi di kampus IPB minggu lalu, terlihat bahwa sebetulnya memecahkan masalah kedelai adalah perkara mudah. Ada yang menawarkan substitusi kedelai dengan jenis kacang yang lain. Ada juga yang melihatnya dari kacamata sosial-politik.

Setiap saya bertemu orang-orang cerdas ini, saya selalu mendapati solusi yang mereka tawarkan. Ternyata, mengelola negara ini begitu mudah. Dan, yang diperlukan adalah para pemimpin yang berotak serta mau sedikit bekerja keras. Hanya dengan demikian, satu per satu masalah yang dihadapi oleh bangsa ini akan selesai. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar