Tantangan
Politik Luar Negeri RI
Beginda Pakpahan ; Analis Politik dan Ekonomi Urusan Global dari
UI
|
KOMPAS,
14 November
2017
Perkembangan situasi politik
dan ekonomi di tingkat regional dan global sedang berada dalam
ketidakpastian. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa, hasil pemilu 2016 di AS,
dan meningkatnya pelbagai gerakan nasionalis dan populis di pelbagai belahan
dunia adalah contoh nyata hadirnya ketidakpastian hubungan internasional.
Konsekuensinya, pemerintah dan
rakyat Indonesia perlu mengerti tantangan terkini di Asia Tenggara dan dunia
serta fokus terhadap pelbagai kebijakannya untuk menjawab tantangan tersebut.
Apa saja tantangan terkini dari politik luar negeri Indonesia di Asia
Tenggara dan dunia?
Pelbagai tantangan
Ada pelbagai tantangan terkini
di Asia Tenggara dan dunia. Pertama, perkembangan geopolitik di Asia Tenggara
dan Asia Timur adalah tumpang-tindih klaim atas Laut China Selatan (LCS) yang
cukup kompleks antara China (plus Taiwan), Vietnam, Malaysia, Filipina, dan
Brunei Darussalam. Peningkatan tensi diplomatik di antara negara-negara
pengklaim dan militerisasi di kawasan Asia Tenggara menjadikan perairan
tersebut sebagai titik panas di Asia dan berpotensi terjadinya konflik.
AS ingin kekebasan bergerak
bagi armadanya di LCS dan menjaga pengaruhnya di Asia Pasifik.
Konsekuensinya, persaingan pengaruh antara China dan AS di Asia Tenggara dan
Asia Timur menjadi nyata. Hal tersebut memberikan dampak signifikan terhadap
perdamaian dan stabilitas kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pada pertengahan 2016,
Indonesia dan China mengalami perbedaan pendapat terkait dengan kedaulatan
atas Laut Natuna (yang berdekatan dengan LCS). Untuk Indonesia, Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Natuna adalah wilayah Indonesia. Namun, bagi China, perairan
tersebut diklaimnya sebagai traditional fishing ground. Jika perbedaan
tersebut tidak diselesaikan segera, maka akan berpotensi meningkatkan
ketegangan di antara kedua negara. Hal itu akan memengaruhi kawasan Asia
Tenggara.
Kedua, peningkatan ketegangan
di Semenanjung Korea antara Korea Utara dan AS jadi tantangan Indonesia dan
negara lain di Asia Tenggara. Konsekuensinya adalah peningkatan persaingan
pengaruh antara pelbagai negara besar di Asia Timur dan Tenggara, perubahan
peta aliansi di Asia, dan peningkatan perlombaan persenjataan di antara
pelbagai negara yang terlibat langsung dan tak langsung dalam krisis di
Semenanjung Korea.
Ketiga, peningkatan terorisme
global di kawasan Asia Tenggara jadi tantangan Indonesia dan sebagian besar
negara di Asia Tenggara. Contohnya, grup ekstremis Maute yang berafiliasi
dengan NIIS melakukan serangan terhadap publik dan militer di Filipina
selatan. Tidak menutup kemungkinan, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme
juga sedang berkembang di Indonesia. Jika pemerintah dan rakyat Indonesia
lambat dalam mengantisipasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme,
Indonesia bisa dalam ketidakpastian. Tragedi Marawi bisa melebar ke
Indonesia.
Keempat, perkembangan
geo-ekonomi terkini di Asia-Pasifik adalah Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP) yang perundingannya masih berjalan dan proses integrasi
regional di ASEAN. Hal yang baru adalah kebijakan luar negeri Presiden AS
Donald Trump yang mengedepankan American First dengan cara unilateral dan
mengedepankan transaksional bagi dunia, termasuk Asia Tenggara dan Indonesia.
Politik LN Indonesia
Dalam rangka merespons pelbagai
tantangan di atas, Indonesia perlu fokus memilih kebijakan yang relevan.
Pertama, Indonesia perlu menjalankan politik luar negeri bebas aktif yang
tegas. Artinya, Indonesia tidak memihak dan tidak di bawah pengaruh aktor
besar mana pun yang sedang bersaing dalam memperluas pengaruhnya di dalam
konstelasi regional-global. Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara
pelbagai kekuatan yang berinteraksi di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Kedua, dalam rangka merespons
peningkatan terorisme global, Indonesia perlu melawan radikalisme,
ekstremisme, dan terorisme di tingkat domestik melalui penegakan hukum yang
tegas, mendorong disahkannya RUU terorisme di DPR serta revitalisasi dan
penguatan ideologi Pancasila kepada seluruh masyarakat. Dalam melaksanakan
upaya di atas, pemerintah perlu melibatkan pemuka agama, organisasi massa, generasi
muda, media, dan publik.
Pada saat yang sama, Indonesia
perlu menjalin dan meningkatkan kerja sama pencegahan melawan radikalisme,
ekstremisme, dan pemberantasan terorisme dengan negara-negara tetangga,
seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Australia, dan
negara-negara lainnya. Konkretnya, Indonesia bisa bekerja sama dengan mereka
dalam tukar-menukar data intelijen, pengetatan keuangan untuk kegiatan
terorisme dan optimalisasi deradikalisasi. Indonesia juga bisa menggunakan
jalur regional dengan ASEAN untuk membuat narasi yang berlawanan dari narasi
ISIS dan terorisme lainnya.
Ketiga, pembentukan Masyarakat
ASEAN khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sedang berjalan dan
perundingan free trade agreement (FTA) antara Indonesia dan 16
negara/organisasi regional adalah kebijakan yang sedang dilakukan oleh
Indonesia. Pertanyaannya apakah Indonesia sudah mengerjakan pekerjaan
rumahnya dalam rangka mempersiapkan pelbagai sektor ekonomi dan sumber daya
manusia dalam mengikuti integrasi regional, khususnya MEA dan pembuatan
pelbagai FTA?
Indonesia perlu memperkuat
sektor pertanian, kemaritiman, reindustrialisasi, membangun industri kreatif,
pariwisata, penguatan UKM, dan koperasi. Tujuannya adalah merespons perubahan
yang terjadi karena integrasi regional di Asia Tenggara dan pengembangan FTA.
Pendidikan vokasi
Dari sisi SDM, Indonesia perlu
menyiapkan dan menguatkan pendidikan vokasi dan keterampilan di dalam negeri
dengan mendatangkan pengajar ahli dari luar negeri (Jerman, Jepang, dan
lainnya). Tujuannya untuk mengajarkan pendidikan vokasi di bidang las, bubut
otomotif, dan pariwisata bagi para pemuda Indonesia. Di saat yang sama,
Indonesia bisa memperkuat sekolah-sekolah kejuruan vokasi dengan fasilitas
laboratorium dan peralatan yang memadai bagi kelancaran proses pelatihan
kerja.
Lalu, pemerintah bisa mendorong
kewirausahaan berbasis digital dengan fokus di bidang pariwisata dan industri
kreatif. Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi perubahan digitalisasi
perdagangan dan industri yang akan terjadi di Indonesia dan negara-negara
Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan. Pendanaan kebijakan tersebut
menggunakan dana yang dikelola Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP)
Kementerian Keuangan. Singkatnya, itu semua untuk mempersiapkan para pekerja
Indonesia bersaing di dalam negeri dan luar negeri.
Keempat, situasi krisis ekonomi
di Uni Eropa dan AS membuat Indonesia perlu mengoptimalkan diplomasi ekonomi
dan politiknya dengan negara-negara selatan-selatan dan para negara mitra
barunya di Asia dan Afrika serta Amerika Latin. Pelaksanaan kerja sama
pembangunan antara Indonesia dan negara-negara Melanesia dan Pasifik
dilakukan dan dioptimalkan untuk menjaga Papua tetap berada dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar