Registrasi
Kartu SIM
Moch S Hendrowijono ; Wartawan
|
KOMPAS,
17 November
2017
Lewat Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 21 tahun 2017 tentang Registrasi Pelanggan Jasa
Telekomunikasi, pemerintah mewajibkan registrasi ulang kartu SIM prabayar.
Peraturan ini membatasi setiap
orang mendaftarkan atau meregistrasi tiga kartu SIM untuk satu Nomor Induk
Kependudukan dan nomor Kartu Keluarga.
Niat pemerintah sebenarnya sederhana,
“Mencegah penyalahgunaan nomor dan melindungi konsumen dari tindak kejahatan
lewat telepon seluler (ponsel)”. Namun, ternyata efek peraturan menteri itu
sangat luas dan sejatinya akan mengubah perilaku industri yang selama ini
tidak sehat, serta membuatnya semakin efisien.
Dengan 264 juta jiwa penduduk
Indonesia, tercatat ada sekitar 408 juta nomor ponsel aktif gabungan seperti
dilaporkan semua operator. Perinciannya: PT Telkomsel (190 juta), Indosat
(96,4 juta), Hutchison Tri Indonesia (54 juta), XL Axiata (50,4 juta),
Smartfren (17 juta) dan Sampurna Telecom (200.000).
Ada operator yang dalam sebulan
jumlah pelanggannya naik sekitar 10 persen, mengantisipasi dampak peraturan
menteri yang berlaku mulai 31 Oktober. Diwajibkan bagi para distributor untuk
mengaktifkan nomor perdana yang ada di gudang mereka sebanyak mungkin.
Sebagian nomor yang dilaporkan aktif tadi sebenarnya nomor “abal-abal” karena
data yang dimasukkan palsu dan pelanggan membuang kartu perdana begitu pulsa
habis. Akhirnya pemerintah dan operator juga tak mungkin melacak pemilik
nomor tersebut.
Pemerintah pernah mengimbau
operator agar melakukan verifikasi pelanggan dengan menelepon satu per satu
pelanggannya, mencocokkan nama di basis data operator dengan pengakuan
pelanggan. Namun, tak ada operator yang sanggup sebab proses untuk lebih dari
200 juta pelanggan (waktu itu) memakan waktu puluhan tahun dan biaya yang
besar.
Situasi berubah ketika
Kementerian Kominfo bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri menerapkan
sistem SIN (single identification number) untuk semua urusan penduduk. Sistem
ini tak memungkinkan siapa pun memiliki lebih dari satu kartu tanda penduduk
(KTP). Kini baik pendaftaran perdana maupun daftar ulang tak perlu memasukkan
nama, cukup nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK).
Proses ini, jika cocok, kepada pelanggan akan diberi tahu bahwa registrasi
berhasil, dengan-ajaibnya- tampil pula nama pelanggannya.
Peraturan menteri tadi
mengakhiri era pelanggan “bodong” yang pulsanya nol sehingga membuat ARPU (average revenue per
user/rata-rata pendapatan dari pelanggan) operator sangat rendah, sekitar Rp
23.000 per bulan. Pemberian program promo membuat pelanggan pindah operator
(churn), dan jumlahnya mencapai sekitar 30 persen, padahal promo membebani
operator karena tarif layanan di bawah biaya investasi dan operasi.
Aktif sampai setahun
Menurut Direktur dan CFO (chief
excecutive finance) PT XL Axiata M Adlan bin Ahmad Tajudin, setiap tahun ada
sekitar 600 juta kartu SIM perdana yang diterbitkan (semua) operator.
Informasi menyebutkan, modal
satu lembar kartu SIM adalah sebesar Rp 5.000 sehingga beban operator
mencapai Rp 3 triliun. Belum lagi jika diperhitungkan dengan pengisian pulsa
sebesar Rp 5.000 pada kartu yang dijual oleh operator kepada distributor
sebesar Rp 10.000 per kartu. Oleh distributor, kartu itu terpaksa dijual
murah sekitar Rp 5.000 per kartu. Namun, dari 600 juta kartu perdana itu,
yang benar-benar menjadi pelanggan baru-diukur dari pengisian pulsa lanjutan
setidaknya tiga kali-hanya 6 juta sampai 10 juta.
Di sisi lain, ada operator yang
membiarkan jutaan kartu nol pulsa itu sebagai kartu aktif sampai setahun.
Tujuannya, agar jumlah pelanggannya bisa tinggi.
Kebijakan ini kuno karena
investor akan melakukan valuasi operator tidak lagi berdasarkan jumlah
pelanggan, melainkan dari berapa besar ARPU-nya. Sudah menjadi rahasia umum,
ada operator yang pendapatannya hampir sama dengan operator lain, tetapi
jumlah pelanggannya berbeda hampir dua kali lipat.
Kini dengan prosedur yang
terverifikasi, menurut data Kemendagri, kewajiban pendaftaran ulang kartu SIM
yang berakhir pada 28 Februari 2018 akan menghasilkan jumlah pelanggan murni
yang diperkirakan mencapai antara 170 juta hingga 200 juta, sedangkan sisanya
akan diblokir. Sisi positifnya bagi operator adalah, angka pelanggan murni
ini yang akan membuat ARPU terkerek sehingga industri menjadi lebih sehat.
Operator pun tidak perlu lagi
menggerojok pasar yang sejatinya membebani para distributor karena mereka
selama ini yang harus menanggung selisih antara harga operator dan harga
pasar. Tahun depan, mungkin operator hanya akan menyuplai pasar tidak sampai
20 juta keping SIM perdana, yang berarti mengurangi pengeluaran operator
secara signifikan.
Pihak yang terdampak langsung
memang para penjual kartu perdana yang kalaupun marginnya naik menjadi Rp
10.000 per kartu, tetap saja penghasilannya anjlok karena volumenya rendah.
Di satu sisi, keinginan pemerintah agar operator bisa menjual kartu perdana
dengan harga lebih mahal, misalnya Rp 50.000 atau Rp 100.000, bisa tercapai.
Di sisi lain, sistem registrasi
menggunakan NIK dan KK membuat tak akan ada lagi orang yang menggunakan
ponselnya untuk melakukan penipuan atau ancaman, teror, dan sebagainya karena
nama dan alamatnya sangat mudah dilacak. Hanya dengan sekali klik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar